🟢Bab 34

553 36 0
                                    

Apa yang buat kamu masih bertahan baca sampai bab ini?

Thalita masuk kamar membawa sebuah kotak yang sudah dibungkus rapi dengan kertas kado

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Thalita masuk kamar membawa sebuah kotak yang sudah dibungkus rapi dengan kertas kado. Dia tak berhenti tersenyum membayangkan reaksi Erwin mendapatkan hadiah darinya.

"Semoga Erwin suka," gumamnya sembari meletakkan kotak itu dengan hati-hati ke atas nakas dekat ranjang.

Thalita berniat mengajak Erwin ke tempat favoritnya nanti. Dia segera mengirim pesan untuk sang pujaan hati.

Dia senyum-senyum sendiri ketika saling berbalas pesan, apalagi reaksi Erwin yang di luar dugaan.

"Thalita." Suara Tari terdengar dari luar kamar, beliau mengetuk pintu beberapa kali.

"Iya, Ma?" Thalita meninggalkan ponselnya dan segera membuka pintu.

"Temui orang tua kamu," kata Tari dengan lirih. Wajahnya tampak gelisah.

"Mereka ke sini?" Thalita antusias. Dia segera pergi menuruni tangga, disusul oleh Tari yang terus menyuruhnya hati-hati.

"Mama sama Papa kok gak bilang mau ke sini?" tanya Thalita tersenyum lebar. Berbeda dengan wajah orang tuanya yang tegang. Thalita heran, lalu bertanya, "Kalian kenapa?"

"Kemasi barang kamu, kita pulang sekarang!" Ratih berkata dengan tegas.

Thalita terkejut, bingung dengan situasi ini. "Maksudnya apa, Ma? Kenapa aku harus pulang?"

"Ratih, kita bisa bicarakan baik-baik." Tari panik, berusaha membujuk sang besan.

"Untuk apa dibicarakan?" Reza menyela, "Kalian juga orang tua, kalian pasti ngerti posisi kami."

"Pa? Jelasin dulu, kenapa aku harus pulang?" Thalita merengek. Dia benar-benar tak tahu apa-apa.

"Jangan bawa Thalita pergi, dia saya anggap sebagai anak saya sendiri," pinta Tari. Dia memohon sambil menitihkan air mata.

"Ma," lirih Thalita memanggil Tari.

"Kalau kamu sayang sama anak saya, lalu kenapa kamu biarkan anak kamu menyakiti anak saya?" Ratih membentak Tari. Duka di mata seorang ibu yang kini bercampur air mata, membuat suasana bertambah tegang.

Thalita mengernyit. Bagaimana Ratih bisa tahu tentang hubungannya dengan Erwin? Padahal dia tidak merasa memberi tahu sedikit pun pada mereka.

Tangis Tari semakin pecah, bersamaan dengan emosi Ratih yang kian meluap.

"Kamu pikir saya tidak tahu bagaimana anak kamu memperlakukan anak saya?" Ratih berkata dengan penuh penekanan, matanya memandang Tari tajam, "dua-duanya, mereka sama-sama menyakiti anak saya. Apa belum cukup anak pertama kamu menghancurkan masa depan Thalita? Sekarang ditambah sikap buruk anak kedua kamu!"

ISTRI RAHASIA ERWINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang