Hari ini adalah hari terakhir cuti Thomas. Pagi ini seharusnya ia sudah berangkat menuju kantornya. Tapi, ia urung sekadar ingin menikmati bibir mungil anak bungsunya.
"Akh, Daddy sudah..."
Tanpa menghiraukan suara Eliot, Thomas terus saja melumat bibir mungil tersebut tanpa henti. Eliot yang setiap harinya terus dicium oleh Thomas pun akhirnya menjadi terbiasa.
"Kenapa kau sangat nikmat, Baby?"
Thomas menghentikan lumatan mereka. Mata tajamnya terus melihat kearah Eliot yang begitu terengah-engah. Thomas memang sudah berpakaian rapi dengan setelan kantornya sedangkan Eliot masih saja belum mengenakan sehelai pakaian. Kini, posisi mereka pada salah satu meja rias kamar utama tersebut dengan Eliot yang ia dudukan pada atas meja mengingat perbedaan tinggi badan mereka. Pertanyaan Thomas tersebut, tidak Eliot mengerti. Ia pun tidak tahu, apa maksud dari pertanyaan itu dan memutuskan hanya tersenyum polos sebagai balasan.
Melihat senyuman Eliot tersebut justru membuat Thomas enggan pergi ke kantor hari ini. Tapi, nafsunya harus ia tahan. Pekerjaannya pasti sudah menumpuk hingga saat ini. Apalagi sekretarisnya terus menghubunginya sejak kemarin.
"Eliot, Daddy akan pergi bekerja dulu. Ingat, jangan keluar dari kamar ini mengerti? Untuk makanannya sudah Daddy siapkan di meja samping tempat tidur. Kau hanya perlu istirahat disini, hm?"
"Tapi, Eliot ingin keluar Daddy... Eliot ingin bertemu Bibi Lily, Paman James, dan Dokter Ricky." Ucapnya perlahan. Ia pun juga bosan telah menghabiskan waktu hanya di kamar. Apa bedanya saat ia dirawat rumah sakit.
"Tidak!"
Tanpa sadar Thomas membentak Eliot. Eliot pun terkejut karena baru pertama kali Daddynya membentaknya.
"Maafkan Daddy, Baby. Eliot hanya perlu mengikuti perintah Daddy, hm? Daddy akan pulang sore, tidak lama. Nanti, saat Eliot sudah cukup sehat baru boleh bertemu dengan yang lainnya. Ok?"
"Baiklah, Daddy..." ucap Eliot pelan.
"Anak pintar." Thomas pelan mengecup dahi Eliot.
"Tapi, Daddy bagaimana dengan pakaian Eliot?"
"Nanti akan Daddy belikan yang baru. Untuk sekarang, Eliot tidak perlu memakainya hm..."
"Tapi..."
"Tidak ada tapi, Baby."
Eliot pun mengangguk pelan. Ia takut jika Daddynya akan kembali membentaknya. Melihat Eliot yang menurutinya membuat Thomas bangga. Ia pun menggendong Eliot koala. Tangan besarnya pun tidak tinggal diam sembari meraba bongkahan pantat Eliot yang halus dan menggoda itu.
Thomas meletakkan Eliot pada tempat tidur. Sebelum berpamitan, ia tidak lupa melumat kembali bibir mungil yang sedari tadi menggodanya. Membuat sang empu, sulit bernapas.
"Daddy, berangkat dulu ya Baby. Ingat, jangan keluar dari kamar ini."
"Hati-hati di jalan Daddy."
Disatu sisi, Reyga akhirnya melihat Daddynya pergi ke kantor setelah lama mengambil cuti untuk merawat Eliot. Selama seminggu Thomas bahkan jarang keluar kamar utama. Ia sempat bertanya pada Bibi Lily dan benar saja bahwa tidak ada seorangpun yang boleh memasuki kamar utama. Maka dari itu, ia selalu heran mengapa Daddynya melarang jika pelayan untuk memasuki ruangan. Mendengar hal itu justru membuat Reyga semakin penasaran. Entahlah, apa yang dilakukan Daddynya mengingat kamar utama itu kedap suara.
Tentu, Thomas tidak mengira jika Reyga masih berada di rumah utama mengingat anak itu selalu memilih tidur di apartemennya. Reyga mulai berpikir bagaimana caranya ia bisa masuk kamar utama. Sudah jelas, tadi ia mendengar percakapan Daddy pada Bibi Lily untuk melarang semua orang masuk ke kamar utama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eliot
Teen FictionLangit hari terlihat sangat cerah. Banyaknya burung berterbangan menghiasi indahnya langit pagi. Kicau burung menyeruak begitu nyaring. Cahaya matahari mencoba masuk ke sela-sela jendela ruangan bernuansa khas putih. Disinilah, lelaki mungil berbari...