Eliot dan Reza menghabiskan waktu dengan belajar bersama. Lebih tepatnya ini adalah permintaan Eliot. Reza tentu tidak dapat menolak permintaan tersebut. Padahal Reza bukan tipe orang yang senang mengajari orang. Kurasa hatinya melemah untuk sang adik.
Selama belajar Reza sangat takjub melihat Eliot yang sangat mudah mengerti semua yang ia pelajari sehingga tidak sulit untuk mengajarkannya. Reza juga yakin tidak butuh waktu lama untuk Eliot mulai bersekolah. Hanya saja yang dikhawatirkan adalah mental sang adik. Eliot memang amnesia dan belum lagi sang ayah membatasi interaksi Eliot. Reza hanya takut jika Eliot tidak siap saat memasuki sekolah. Dunia luar tidak seindah yang dibayangkan sang adik.
"Bang Re, jawaban Eliot yang ini benar?"
"Hmm... benar. Adik abang kok bisa pinter banget sih."
"Iya dong, kan adiknya bang Re."
Kegemasan sang adik membuat Reza mengecupi pipi merah merona Eliot secara puas. Ia tidak lupa mengusap kepala sang adik. Rambut halus Eliot membuat Reza tidak ingin melepas usapan itu.
Hari semakin sore. Eliot dan Reza banyak berbincang mengenai sekolah. Reza pun tahu jika Eliot sangat penasaran dengan dunia luar, namun sepertinya ia pintar menutupi keingintahuannya tersebut.
Hingga bunyi dobrakan pintu terbuka. Membuat Eliot dan Reza terkejut bukan main. Padahal, pintu kamar tersebut sudah dikunci oleh sang pemilik kamar. Melihat Thomas yang berada di depan pintu dengan ekspresi yang menakutkan. Reza tentu tidak takut hanya bingung saja kenapa Ayahnya sudah kembali pulang. Beda dengan Eliot yang sudah gemetar ketakutan dengan tangannya yang menggamit tangan kakak.
Selain terkejut karena suara pintu yang keras, ia hafal betul dengan ekspresi Ayahnya ketika marah.
"Daddy? Ada apa? Kenapa sudah pulang Dad?" tanya Reza yang terheran-heran. Reza tahu jika Ayahnya marah, hanya saja ia terheran apa yang membuatnya marah seperti itu.
Tanpa menghiraukan ucapan Reza, pandangan Thomas hanya terarah kepada sosok mungil yang bersembunyi di belakang.
"Eliot, kemari." ucap Thomas penuh penegasan.
Sang empu yang terpanggil hanya diam menundukkan kepala. Ia sangat takut saat ini. Beda saat ia hanya berdua dengan sang Ayah kini ia setidaknya dapat berlindung kepada Kakak. Reza yang menyadari tubuh Eliot yang gemetar berusaha menenangkan sang adik.
"Dad, jangan kasar. Eliot ketakutan. Lagipula Daddy kenapa pulang-pulang langsung marah."
"Diam! Eliot, kemari!"
"Hentikan Dad! Eliot sudah ketakutan!" Reza berusaha menyembunyikan tubuh mungil Eliot dibelakangnya. Saat ini ia takut jika Ayahnya akan menyiksa Eliot.
Thomas saat ini merasa kesal karena sang bungsu tidak menuruti perintahnya. Bukankah kemarin-kemarin sang bungsu selalu menuruti perkataannya. Thomas pun berjalan ke arah Eliot dan langsung menyambar lengan Eliot secara kasar. Membuat sang empu meringis kesakitan.
"Dad! jangan kasar kepada Eliot!"
"Diam, Reza!"
Eliot pun hanya pasrah ketika tubuhnya sudah ditarik paksa oleh Thomas. Bahkan, Kakaknya tidak dapat melindunginya. Reza menatap Eliot khawatir dan Eliot hanya dapat menunjukkan ekspresi ketakutannya. Ingin Reza melawan, tapi ia tahu betul perkataan sang Ayah tidak dapat disanggah.
"Sialan!" ujar Reza ketika melihat Thomas membawa pergi Eliot mengendarai mobil entah kemana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eliot
Teen FictionLangit hari terlihat sangat cerah. Banyaknya burung berterbangan menghiasi indahnya langit pagi. Kicau burung menyeruak begitu nyaring. Cahaya matahari mencoba masuk ke sela-sela jendela ruangan bernuansa khas putih. Disinilah, lelaki mungil berbari...