Ketiga teman Reza itu sedang duduk bersama di ruang keluarga Diego. Yup, setelah menidurkan masing-masing junior mereka, Raka dan Theo mencegat Diego.
Diego tidak ada pilihan lain selain menceritakan kelakuan Reza terhadap adik bungsunya. Raka dan Theo hanya bisa memasang ekspresi terkejut.
Ruangan itu hening.
"Mau gimana pun, Eliot adiknya sendiri. Gue masih ga nyangka Reza bisa sebajingan itu." ucap Theo memecah keheningan.
"Gue tau Reza hypersex, tapi belum pernah gue liat dia segitunya." kali ini Raka berkomentar.
"Lo udah pernah nasehati dia?" tanya Theo.
"Udah lah. Tapi, gue rasa Reza ga bakal bisa lepas lagi. Dia udah terjebak bro. Jujur aja, ini masih mending."
"Mending? maksud lo?"
Diego menghela napas. Ia mulai menceritakan kejadian di apartemen Reza.
"Kalau dari penjelasan lo, gue yakin pelakunya bukan cuman Reza. Apalagi lo liat tubuh Eliot banyak bercak merah kan?"
"Yah, gue juga ngerasa seluruh keluarga Reza melakukan hal yang sama. Walaupun gue pun, sedikit khilaf waktu itu."
"Maksud lo apa lagi?" tanya Raka.
"Gue nyium dia."
"Bangsat emg lo!"
"Sama aja lo kayak Reza."
"Lo pada bisa ngomong gini karena ga liat ekspresi Eliot. Gue yakin, lo juga ga bakal tahan kalau udah liat ekspresinya."
Raka dan Theo terdiam. Mereka saja sudah nafsu karena melihat tubuh mulus Eliot. Apalagi jika melihat ekspresi menggairahkannya? Mereka tidak dapat menjamin itu.
Diego mulai menghisap nikotinnya. Ia harus menenangkan diri karena pikirannya saat ini masih melekat pada pemandangan tubuh Eliot saat sekolah tadi.
Disisi lain, Reza dan Eliot menikmati waktu bersama di rumah utama. Setelah pulang sekolah, Reza langsung memerintah semua petugas untuk tidak ke rumah utama. Bahkan, satpam di luar pun dilarang untuk mendekat ke rumah utama.
Setelah mereka membersihkan diri. Reza tidak membiarkan Eliot mengenakan sehelai pakaian. Dirinya ingin menikmati hasil karyanya. Eliot hanya bisa mengangguk patuh. Percuma saja Eliot protes, kakaknya itu pasti akan mengancam ingin meninggalkannya.
Mereka berada di kamar Reza. Ranjang besar itu menjadi tempat nyaman mereka. Eliot berbaring dipangkuan Reza. Begitu hangat. Tidak ada yang berbicara. Reza sekali-kali mengecup atau mengelus rambut halus Eliot. Dada bidang yang keras itu sangat pas bagi Eliot.
"Baby sayang sama abang kan?"
"Eliot sayang abang."
"Lucunya adik abang yang satu ini."
Eliot terkekeh kecil ketika Reza memeluknya erat. Deru nafas halus Eliot terasa jelas pada leher Reza. Tidak butuh waktu lama bagi Reza untuk menghujam kembali Eliot. Persetubuhan itu kembali terjadi.
Reza rasanya ingin mengurung Eliot seorang diri. Lihatlah. Bahkan di bawah kungkungannya Eliot terlihat begitu mempesona. Ia tidak melawan. Apapun yang ia inginkan, Eliot akan melakukannya. Ah, seandainya hanya dirinya yang bisa menikmati hal ini.
Tanpa Reza ketahui jauh dalam hati Eliot, dirinya begitu sedih. Dirinya mulai bertanya-tanya kembali, apa benar rasa sayang yang seharusnya membuatnya bahagia justru membuatnya sedih secara berkala?
Tiada hari, tanpa Reza menghujam Eliot. Hampir setiap hari Eliot harus melayani imajinasi liar dari sang kakak. Contohnya seperti hari ini. Saat berangkat sekolah Reza melarang Eliot mengenakan seragam di mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eliot
Teen FictionLangit hari terlihat sangat cerah. Banyaknya burung berterbangan menghiasi indahnya langit pagi. Kicau burung menyeruak begitu nyaring. Cahaya matahari mencoba masuk ke sela-sela jendela ruangan bernuansa khas putih. Disinilah, lelaki mungil berbari...