Pemuda kecil yang sudah berbaring beberapa hari itu, kini sedang duduk termenung mengamati jendela rumah sakit.
Ia mengerjapkan matanya. Sinar mentari pagi terasa begitu hangat. Ia memandangi langit biru, disana banyak sekawan burung yang berterbangan.
Ia sendiri di kamar rumah sakit, sama seperti pertama kali ia sakit. Tidak ada yang berubah. Baru 3 jam lalu, Thomas dan kedua anaknya bersyukur mengetahui jika pemuda kecil itu telah sadar setelah tidur panjang.
Mereka bertiga terus menerus mengecup pipi halus Eliot, dan selalu mengucapkan kata "maaf". Eliot yang baru sadar dan masih lemah hanya bisa tersenyum kecil sambil mengangguk kepalanya.
Thomas sedang berbincang dengan Dokter Ricky sedangkan kedua kakaknya terpaksa harus pergi untuk belajar. Eliot sebenarnya tidak tahu harus bersikap apa lagi. Mengingat bagaimana orang yang dicintainya membuatnya sampai tidak berdaya seperti ini. Apakah benar, jika seharusnya mereka tidak boleh melakukan tindakan seperti itu?
flashback
"Kamu ini benar-benar polos atau bodoh?" ucap Harry ketika mereka sedang duduk berdua di ruang kelas yang sepi itu.
"Maksudnya?"
"Ini. Perbuatan kakakmu kan?" tunjuk Harry pada leher Eliot yang terlihat memerah dibalik plester.
Secara reflek Eliot memegangi lehernya.
"Kelakuan kalian tidak normal. Terkadang, aku bingung kenapa kau terlihat tidak bisa menolak kelakuan mereka."
"Mereka?"
"Kau pikir aku tidak tahu? Oi, bahkan terlihat dari tatapan Daddymu dan kedua kakakmu jika mereka ingin terus menerkammu."
Eliot hanya terdiam, memainkan jemarinya. Terlihat bingung atas perkataan teman sebangkunya.
"Huh. Pokoknya, kau ini kan pintar dari akademik seharusnya kau tahu jika perbuatan mereka padamu selama ini tidak benar."
"Bukankah, itu tanda mereka sayang padaku?"
Harry menatap Eliot bersalah. Apa yang dikatakan Ayah dan kedua kakaknya itu sampai Eliot seperti ini. Harry tahu satu hal. Jika mereka seorang bajingan gila.
"Rasa sayang tidak melalui sex, walaupun itu salah-satunya. Hanya saja, Ayah dan kedua kakak mana yang meniduri anak atau adiknya sendiri? Eliot, aku mengatakan ini karena khawatir padamu. Aku yakin, kau pasti pernah menyadari kesalahan ini, bukan?"
"Aku pernah, hanya saja aku tidak pernah bisa menolak perbuatan mereka...."
"Kau takut?"
Eliot mengangguk kecil.
"Apa yang kau takutkan? Kau takut mereka tidak menyayangimu? Jika begitu, itulah kenyataan pahit yang harus kau terima. Dan masih ada aku disini."
"Kau?"
"Aku temanmu bukan? Aku akan selalu berada disampingmu."
"Harry..."
"Tenang saja, aku tidak akan mengatakan pada siapapun mengenai keluargamu. Apapun keputusanmu suatu saat nanti, ingat saja aku selalu disampingmu."
"Terima kasih, Harry."
Eliot menatap Harry seperti kakaknya yang sebenarnya. Entah mengapa, ia selalu merasa nyaman ketika bersamanya padahal umur mereka sebaya.
Kini, Eliot meratapi nasibnya. Apa yang harus ia lakukan setelah ini?
Lamunan Eliot terusik akibat suara pintu kamar yang terbuka. Terlihat sosok pria dominan yang terlihat tidak terurus namun terlihat tampan. Ia terlihat haru, kini malaikat kecilnya sudah bangun kembali.
"Daddy terlalu lama ya?"
"Tidak Daddy."
Thomas duduk disamping Eliot, ia memegang lengan kecil itu.
"Apa masih sakit sayang?"
"Hm, Eliot hanya merasa lemas Daddy. Daddy jangan khawatir."
"Bagaimana Daddy tidak khawatir. Kau segalanya bagi Daddy sayang."
Eliot menatap Daddynya bersalah. Ia tersenyum kecil dan mengecup pipi Daddynya halus. Ia tahu jika dirinya bukan segalanya bagi Daddynya. Ada sosok perempuan lain yang selalu menjadi nomor satu baginya. Tidak lain adalah ibunya sendiri.
"Eliot disini sekarang. Daddy ayo tidur disamping Eliot. Eliot rindu."
Tanpa aba-aba Thomas langsung tidur disamping Eliot. Dirinya memeluk pinggang ramping itu posesif. Sesekali menghirup teruk leher Eliot. Masih bau yang sama.
"Apakah Daddy benar-benar khawatir dengan Eliot?"
"Tentu sayang. Bahkan, Daddy tidak tahu lagi apa yang harus Daddy lakukan jika kau terus tidur. Janji kepada Daddy jika kau tidak akan tidur selama itu lagi, hm..."
"Eliot janji Daddy."
Thomas melihat gemas wajah rupawan Eliot. Ia pun mengecup bibir Eliot. Kecupan hangat yang ringan. Eliot pun tersenyum halus. Walaupun dalam hatinya, ia begitu bingung saat ini. Tak lama, Ayah dan anak itu pun tidur terlelap. Sebelum keesok harinya, mereka harus meninggalkan rumah sakit itu.
Eliot tidak tahu, jika langkah yang ia ambil nanti akan menjadi bumerang pada hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eliot
Teen FictionLangit hari terlihat sangat cerah. Banyaknya burung berterbangan menghiasi indahnya langit pagi. Kicau burung menyeruak begitu nyaring. Cahaya matahari mencoba masuk ke sela-sela jendela ruangan bernuansa khas putih. Disinilah, lelaki mungil berbari...