29

2.4K 84 4
                                    

Pagi hari yang seharusnya tenang kini hanya terdengar suara persatuan tubuh pasangan tersebut. Entah sudah berapa lama, Reyga menghujam Eliot sehingga Eliot bahkan tidak dapat merasakan rasa pada bagian bawahnya.

Sedangkan Abangnya terlihat menikmati hal tersebut, tidak peduli pada ekspresi lelah dan suara resak Eliot. Reyga tidak henti-hentinya menghujam Eliot. Mereka kini berada di dapur tepatnya meja makan. Sebab, Reyga haus karena sudah terlalu lama meniduri tubuh Eliot. Ia sesekali meminumkan air kepada Eliot melalui mulutnya.

Lihatlah, meja makan itu terlihat berantakan. Banyak sekali cairan putih milik mereka berdua. Sofa mereka saja terlihat jelas basah, dan ruangan apartemen itu berbau hasil persetubuhan mereka yang tiada henti.

"Ah, lubangmu sempit sekali! Tidak heran Daddy dan Reza tergila-gila denganmu sayang."

Rancau Reyga yang sudah berkali-kali keluar di lubang anal Eliot. Eliot hanya mendesah pelan. Matanya sudah sembab akibat terus mengeluarkan air mata. Kenapa abangnya berubah ketika mencicipi tubuhnya. Hentakkan lebih kasar daripada Thomas maupun Reza, itulah yang Eliot pikirkan. Bahkan, sesekali abangnya akan berkata kotor. Tepatnya, mengatai Eliot yang seperti jalang.

"Oh, baby. U are my bitch right? Tell me!"

Kini Reyga mencengkam dagu Eliot.

"Please stop, bang... Sakit... Ah..."

"Sakit hm? Bukankah kau sudah biasa ditiduri sayang? Lihat, lubangmu sudah penuh cairanku baby... Ah... Ah... nikmat sekali, shit...."

Lagi-lagi abangnya tidak mendengarnya, sampai pada akhirnya Eliot menutup mata. Tubuhnya sudah lelah dan ia pingsan. Melihat Eliot yang menutup mata, Reyga membawa tubuh Eliot kembali ke kamar utama. Ia membaringkan tubuh Eliot, dan tentu saja melanjutkan aksinya sampai puas.

Reyga memang terkenal sebagai pria dingin dan cuek. Ia bahkan, hanya akan berkata yang menurutnya penting. Hal tersebut mungkin salah satu alasan kenapa mantan kekasihnya meninggalkannya. Ia tentu sedih, namun tidak pernah merasa kehilangan. 

Kini, dirinya sedang tertidur sembari menatap Eliot yang berada di dekapannya. Ia mengelus surai rambut halus Eliot. Ia kecupi mata sembab adiknya itu. Ia baru kali merasa seperti binatang buas. Memang ini pertama kalinya ia tidur dengan seorang pria, namun tidak disangka ia malah menyakitinya.

Reyga menghela napas. Mengingat kata-kata vulgarnya pada sang adik. Namun, ia seperti gelap mata. Baginya tidak ada yang bisa membuatnya keluar berkali-kali selain sosok Eliot. Ia pun berjanji akan mengurangi insting liarnya, sungguh ia tidak tega melihat tubuh adiknya. 

Apalagi setelah ia membantu membersihkannya. Cairannya sangat banyak dalam lubang kecil itu. Lubang yang kecil itu bahkan terlihat sangat bengkak dan merah. Tidak lupa, ia mengoleskan salep ke arah tubuh Eliot.

"Maafkan, abang sayang."

Sejak hari itu, kehidupan Eliot tidak berubah. Hampir setiap hari ia akan membagi waktunya untuk keluarganya. Sampai dengan Eliot yang ditemukan pingsan di kamar mandi dan menyebabkan ia tertidur kembali di ranjang rumah sakit. Dirinya sudah pingsan selama 2 hari dan selama 2 hari itu, Thomas dan kedua anaknya terus menerus menemani disisinya.

Pagi ini, adalah hari ketiga Eliot masih tertidur cantik di ranjang rumah sakit yang serba putih itu sedangkan, di ruang dokter khusus terdapat dua pria dominan. Siapa lagi, jika bukan Dokter Ricky dan Thomas. 

Dokter Ricky menatap tajam sahabat karibnya yang terlihat menyedihkan. Pipinya masih terlihat bengkak akibat pukulan yang ia berikan pada Thomas. Tepatnya, 2 hari yang lalu ketika ia menerima telepon tentang kondisi Eliot yang pingsan.

"Kau sudah tahu bukan, ini adalah kesalahanmu."

Thomas terdiam, menatap dingin temannya ini.

"Eliot memang sedang lemah, tapi bukan berarti ia sekarat."

"Hmm.."

"Huh, jujur saja aku tidak menyangka kau menjadi seorang bajingan. Bukan hanya kau, bahkan kedua anakmu menurun sifatnya darimu Thomas."

"Itu bukan urusanmu."

"Memang, aku hanyalah orang luar. Tapi, apa pantas kau bersikap seperti itu?! Apa pantas kau memanggil dirimu seorang Ayah dengan kelakuan bejatmu! Aku kira kau berubah, menjadi sosok Ayah yang menyesal akan perbuatannya di masa lalu. Tapi, kau malah menghancurkannya! Sekali saja, apa kau tidak menyesal telah meniduri Eliot?"

"Tidak."

Hanya saja yang tegas, bahkan Thomas tidak perlu memikirkan pertanyaan yang dilontarkan oleh sahabat karibnya ini. Dokter Ricky yang mendengar itu hanya dapat memijit pelipis kening.

"Dasar gila. Aku yakin kau tidak mencintainya, kau pikir aku akan percaya jika kau mencintainya. Kau menidurinya karena terlalu obsesi padanya. Apa yang akan Rosa katakan jika tahu bahwa pria yang dulu sangat ia cintai malah menodai anaknya."

"Mungkin kau benar. Rasa cintaku pada Rosa sangat berbeda dengan rasa cintaku pada Eliot. Aku sudah lama memikirkan hal ini, tapi aku tidak dapat menahannya. Bagiku, jiwaku hanya untuk Rosa sampai mati pun. Tapi, Eliot berbeda."

"Aku tidak peduli. Kau dan kedua anakmu tetap salah. Lalu bagaimana dengan Eliot? Apakah kau yakin ia memiliki rasa yang sama padamu? Jujur saja, walaupun ia polos akibat hilang ingatannya, jiwanya masih sama. Rasa haus menerima kehangatan dari keluarganya pasti terus ada. Dan kau, memanfaatkan hal itu untuk berbuat keji. Menidurinya! Kau bahkan tidak tahu malu, tidak tahu tempat, bahkan membiarkan kedua anakmu mengikuti jejakmu! Memangnya kau pikir selama ini aku tidak tahu apa yang kau lakukan?! Jika saja bukan karena ancamanmu yang tidak masuk akal itu, aku sudah membawa kabur Eliot!.

Benar, Dokter Ricky selama ini tidak dapat menemui Eliot karena ancaman dari Thomas. Thomas bersumpah jika ia sampai berani menemui Eliot di belakangnya, ia akan membuat Eliot kembali menderita. Siapa sangka? Kawan baik yang selama ini ia temani lebih dari 10 tahun mengatakan hal yang tidak masuk akal itu. 

Thomas berdiri dari tempat duduknya. Ia sudah pusing selama di rumah sakit terus mendapat ocehan kasar dari sahabatnya. Jika Eliot tidak jatuh sakit, mana mau ia membiarkan Ricky bertemu lagi dengan Eliot. 

Bahkan, ia sudah mengancam dan memata-matai gerak gerik Ricky yang terus menerus mencari cara agar bertemu Eliot. Memang benar, jika Thomas memanfaatkan kepolosan Eliot. Namun, ia juga jujur akan perasaannya. Hanya saja, ia sudah terlanjur tidak dapat mencegah perasaan itu terus mengalir.

Langkah kaki Thomas membawa ke ruang cukup besar. Disana, ada sosok yang ia khawatirkan belum membuka mata indahnya.

"Hey, bangun sayang.... Sampai kapan kau membuat Daddy khawatir? Apa kau tidak rindu dengan Daddy hm? Daddy tidak bisa bekerja karena selalu memikirkanmu sayang... Cepat bangun ya."

Ruangan putih itu hening hanya ada suara deru napas yang begitu halus. Thomas pun ikut tertidur dengan menggenggam lengan kecil milik Eliot sebelum kedua anaknya akan datang menggantikan posisi dirinya. 

EliotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang