"So, mau ngomongin soal apa bro?" tanya Diego.
"Nothing actually." ucap Reza.
Sudah lewat tengah hari sejak Reza pergi ke rumah Diego. Tak dapat dipungkiri Diego merupakan sahabat dekatnya.
Diego sedikit kaget melihat kedatangan Reza. Bukankah kemarin mereka masih saling sindir. Sebelum ia sadar jika hari ini merupakan hari peringatan kepergian Ibu Reza.
Kedua remaja itu duduk di bar kecil rumah Diego. Kedua orang tuanya sedang pergi. Jadi hanya ada mereka dan beberapa bibi pembersih rumah.
Suasana sunyi menyelimuti kedua remaja tersebut. Walau sebelumnya Reza terlihat baik-baik saja di rumah, itu hanya siasat kepada adik bungsunya. Saat melihat Eliot yang seakan tidak tahu apa-apa ia merasa serba salah.
"Bagaimana kabar Eliot? Sudah baikkan?" tanya Diego memecah kecanggungan.
"Yeah."
"Syukurlah."
"Ada apa? Kenapa nanyain soal Eliot?"
"Nothing bro. Take it easy. I mean, setelah apa yang ia lalui."
"Lalui?"
"Re, gue udah kenal lo dari kecil. Ga pernah dalam hidup gue ngeliat temen gue sebajingan ini. Please be honest this time. Lo ada perasaan sama adik lo sendiri or just for fun?"
"Huh."
Reza kembali meminum alkohol yang ada di hadapannya. Mau bagaimanapun, ia merasa terhipnotis ketika melihat sosok Eliot. Apa betul hanya karena wajahnya yang terlihat cantik dan tubuh mulusnya? Reza rasa lebih dari itu. Tapi, apa benar ia sudah menaruh hati pada sosok tersebut?
"Gue gatau."
"Wajar. Gue ngerasa terhipnotis tiap kali liat adik lo. I mean, who doesn't? Kalau ditanya nyesel sih enggak. Cuman, gue nyeselnya ketika sadar gue sama aja bajingan karena udah kiss dia yang gatau arti batasan."
"Jangan pernah lagi. Eliot milik gue."
"Ga janji."
"Bajingan emang."
Mereka berdua terkekeh pelan. Merasa jika hari ini tidak sendu seperti biasanya. Dulu, Reza akan terus merenung mengingat Rosa. Tapi kini, ia sedikit melupakan kesedihan itu.
"Lo gamau berhenti? Sikap lo udah keterlaluan Re. Kayaknya seluruh keluarga lo udah ga wajar. Jangan manfaatin Eliot dengan kondisinya sekarang. Gue khawatir lo bakal nyesel."
Sejauh ini, Reza tidak pernah menyesal akan tindakannya pada Eliot. Sosok mungil dan polos itu telah membuatnya bertindak seperti ini. Tidak heran jika Ayahnya bahkan ingin mengurung Eliot seorang diri.
Tentu, mereka seakan sudah bekerja sama untuk mengambil kesempatan emas tersebut. Memanipulasi Eliot agar terus berada di dekat mereka dan tidak pernah meninggalkan mereka. Tanpa ada kata yang terucap, mereka tahu bahaya apa yang akan datang jika Eliot mulai mengingat masa lalunya.
"Terkadang gue ngerasa bersalah saat ngeliat wajah tidur dia. Tubuhnya yang mulus udah beberapa kali dirusak oleh orang-orang yang ia anggap keluarga. Well, i'm fucking bastard. Tapi, gue gabisa berhenti. Gue sayang banget sama dia, gabisa sehari saja tanpa dia bro."
"Apa yang kalian lakuin ga ada bedanya dengan dulu. Sama-sama ngerusak dia."
Reza termenung. Benar. Semua yang diucapkan oleh sahabatnya. Mereka memang sudah tidak lagi menyiksa Eliot. Tapi, bukankah apa yang mereka lakukan sekarang lebih parah daripada dulu?
Reza terus meminum alkoholnya. Ia rasanya tidak bisa memikirkan apa yang terjadi jika Eliot mulai mengingat masa lalunya. Apakah ia akan kecewa? Tidak. Reza takut jika Eliot akan membencinya.
"Sorry, Gue ga bisa kembali normal ke dia."
Diego menyerah. Ia tidak pernah melihat Reza yang begitu dalam menyukai seseorang. Entah mengapa, setidaknya dirinya sudah memberi nasihat yang terbaik bagi Reza. Apa yang terjadi berikutnya, bukanlah tempat untuk dirinya ikut campur.
Disisi lain, pemuda mungil terlihat tertidur pulas. Tanpa menyadari, langit berubah menjadi gelap malam. Ia terbangun ketika merasakan elusan lembut pada rambutnya.
"Daddy?"
"Ayo, bangun hm?"
Eliot rasanya ingin menangis. Ia merindukan tatapan hangat dari Thomas. Ia memeluk Thomas yang berbaring di sampingnya.
Hiks
Hiks
Hiks
"Hey, kenapa menangis?"
"Tidak. Eliot hanya merindukan Daddy."
"Daddy juga merindukan Eliot."
Thomas mengecup pelan kening Eliot. Jemarinya menghapus air mata yang membasahi pipi lembut Eliot. Dirinya tahu jika Eliot pasti merasa sedih akibat sikap dinginnya tadi pagi. Thomas mengeratkan pelukan. Ia merasa bersalah sudah membuat permatanya meneteskan air mata.
Kamar itu sedikit redup. Lampu utama tidak dinyalakan. Hanya ada beberapa lampu tidur menyala agar sang empu merasa nyaman. Udara begitu dingin berkat pendingin ruangan yang menyala. Thomas menenangkan Eliot yang masih meneteskan air mata berharganya.
"Eliot."
"Iya Dad?"
"Apakah kau sayang pada Daddy?"
"Tidak perlu ditanyakan Dad. Eliot sangat sayang Daddy."
"Walaupun Daddy pernah berbuat salah?"
"Daddy tidak pernah berbuat salah."
"Walaupun Daddy pernah menyakitimu?"
"Daddy tidak pernah menyakiti Eliot."
Thomas menatap sendu kedua mata Eliot. Ia tidak percaya pemuda mungil yang berada di hadapannya ini dapat memutar balik kehidupannya. Ia sekilas mengingat perbuatan keji yang pernah ia lakukan pada Eliot. Dirinya kembali merasa bersalah.
Thomas mulai mengecup pelan kedua mata Eliot, begitu pula hidung kecilnya. Ia raba bibir yang selalu ia kecup itu. Berwarna merah dan sedikit basah. Begitu mempesona bagi Thomas.
"Apapun yang terjadi jangan pernah tinggalkan Daddy, oke?"
"Dad, ada apa memangnya?"
"Tidak ada. Hanya saja, Daddy ingin Eliot berjanji. Apapun yang terjadi di masa depan, Eliot harus berada disisi Daddy, janji?"
"Dad, Eliot janji akan terus disini Daddy apapun yang terjadi. Eliot tidak akan pernah meninggalkan Daddy."
Eliot memberanikan diri mengecup singkat bibir Thomas. Thomas sedikit tersentak. Dirinya tersenyum tipis.
"Terima kasih sayang."
Hari peringatan kematian istrinya yang biasanya ia tangisi, justru membuatnya terus memikirkan Eliot. Ia justru takut jika Eliot suatu hari nanti akan meninggalkan dirinya akibat masa lalu yang terungkap. Thomas akan melakukan apapun untuk menghindari hal itu terjadi.
Thomas mengecup bibir Eliot kembali. Kedua mata mereka saling menatap. Ah, dirinya merindukan tatapan ini. Thomas mulai melumat bibir Eliot. Tubuh mereka terasa hangat kembali. Sebelum Thomas ingat, jika mereka harus makan malam.
"Ayo baby, kita mandi lalu makan malam."
"Mandi bersama?"
Eliot memberikan tatapan menggemaskan. Tanpa aba-aba Thomas menggendong koala Eliot. Membawanya ke kamar mandi untuk mandi bersama seperti rutinitas mereka.
Eliot yang melihat Thomas sudah seperti sedia kala, terus menghujani pipi Ayahnya dengan ciuman kecil. Thomas dibuat terkekeh oleh tindakan pemuda mungil tersebut.
"Love you baby."
"Love you to Daddy."
KAMU SEDANG MEMBACA
Eliot
Teen FictionLangit hari terlihat sangat cerah. Banyaknya burung berterbangan menghiasi indahnya langit pagi. Kicau burung menyeruak begitu nyaring. Cahaya matahari mencoba masuk ke sela-sela jendela ruangan bernuansa khas putih. Disinilah, lelaki mungil berbari...