Malam hari tiba, cahaya bulan menggantikan cahaya mentari. Sayup-sayup Eliot mulai terbangun. Ia merasa begitu lelah dan nyaman karena tubuhnya terasa hangat berkat pelukan dari seseorang. Eliot mengerjapkan mata, memandang sekeliling ruangan besar itu yang terlihat gelap hanya ada cahaya rembulan malam.
"Baby El, sudah bangun, hm."
Reza sebenarnya sudah bangun terlebih dahulu, namun dirinya tetap berbaring di belakang Eliot, tidak ingin melepaskan pelukan serta juniornya yang masih di dalam hole Eliot.
Eliot hendak mengubah posisi tidurnya menghadap kearah Reza. Namun, urung sebab merasakan bagian bawahnya masih terasa penuh.
"Abang, keluarin dulu."
"Keluarin apanya, hm." Reza menggoda Eliot, nampak memilin puting Eliot dan mencium tengkuk belakangnya.
"Bang, Ah...ah..."
Reza yang mendengar suara desahan Eliot langsung menghujamnya tanpa ampun. Ia mulai bergerak maju-mundur sehingga Eliot hanya dapat berpegangan pada tangan besar Reza yang berada di dadanya.
"Kenapa, kau selalu saja sempit sayang. Padahal Abang terus memasukkanmu, ah..."
Eliot mendesah. Ia sebenarnya masih lemas, karena bangun tidur. Tapi, tubuhnya sudah terbiasa. Sampai beberapa menit selanjutnya, Eliot mulai merasakan cairan yang mengalir dalam lubangnya. Tubuhnya kini terasa lengket. Ia bersemu merah ketika mendengar napas berat kakaknya.
Reza membalikkan tubuh Eliot menghadap padanya. Ia tatap mata coklat sendu yang terlihat oleh cahaya bulan malam. Ia pun mengecup singkat bibir lembut Eliot.
"Kau sangat cantik, El."
Eliot menunduk, menutupi wajah malunya. Reza pun memeluk hangat tubuh Eliot. Rasanya, sudah lama ia tidak merasakan perasaan ini. Perasaan hangat berbaring bersama seseorang. Orang yang dulu tidak pernah ingin didekatinya, sekarang berada di pelukannya. Reza sudah tidak peduli lagi, ketika suara bel pintu apartemen berbunyi tiada henti.
"Cih, siapa lagi yang mengganggu." batin Reza.
Reza melihat Eliot kembali terlelap, kemudian mengecup dahi Eliot sebelum ia berdiri untuk melihat tamu yang mengganggu malamnya. Ia berjalan ke arah pintu apartemen setelah menyalakan lampu agar terlihat terang.
Pintu terbuka, muncullah sosok yang ia tidak diinginkan kehadirannya. Sosok itu memicingkan mata kearah Reza yang hanya memakai boxernya.
"Mau apa kau kesini?" tanya Reza sambil melipatkan kedua tangannya.
"Hey, bro setidaknya biarkan aku masuk dulu. Ini aku bawakan bir." Diego menunjukkan tentengan plastik berisi beberapa kaleng bir.
"Huh, aku sedang tidak ingin, perg-..."
Belum sempat menyelesaikan perbincangan, Diego nyelonong masuk. Ia mencium bau-bau bekas percintaan yang tajam. Matanya pun jatuh kearah kamar tidur Reza yang terbuka. Memperlihatkan sosok laki-laki yang tanpa sehelai busana dengan bagian bawahnya yang basah sedang tertidur nyenyak.
"Bajingan! Jadi ini maksud perkataanmu pagi tadi?!" Diego memelotot kearah Reza yang menatapnya dingin.
"Jangan teriak, kau akan membangunkannya." Reza menutup pintu kamar dan memasang celana panjang.
Diego tidak percaya jika teman masa kecilnya ini dapat berbuat hal keji, bukankah laki-laki mungil itu adiknya?
Suasana suram di tengah ruang santai. Reza sibuk mengecek ponselnya yang terdapat banyak bekas panggilan tak terjawab dari Thomas dan Reyga. Ia mengirim pesan jika Eliot sedang bersamanya. Toh, hari ini adalah jatahnya bersama Eliot sesuai perjanjian mereka. Sedangkan, Diego sibuk meneguk kaleng bir yang niatnya ia ingin minum bersama dengan Reza.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eliot
Teen FictionLangit hari terlihat sangat cerah. Banyaknya burung berterbangan menghiasi indahnya langit pagi. Kicau burung menyeruak begitu nyaring. Cahaya matahari mencoba masuk ke sela-sela jendela ruangan bernuansa khas putih. Disinilah, lelaki mungil berbari...