Rambut Eliot berwarna hitam pekat itu sedikit berkibar. Angin berhembus melewati celah-celah besar di sudut ruangan. Matahari terbenam terlihat begitu jelas. Eliot memejamkan kedua matanya.
Sejak ia bangun dari rumah sakit, pemandangan inilah yang selalu menemaninya. Sudah 1 bulan sejak ia keluar dari rumah sakit. Tubuhnya terasa lebih nyaman dan kepalanya tidak sesakit dahulu. Bibi lily dan Paman James mengatakan jika ia terjatuh sehingga membentur kepala bagian belakangnya.
Eliot yang didiagnosa memiliki penyakit amnesia hanya bisa menerima keadaan. Untung saja, keluarga yang tidak pernah ia temui di rumah sakit sangatlah menyayanginya.
Awalnya ada rasa keraguan dalam diri Eliot ketika berada di rumah sakit. Ia selalu bertanya-tanya, mengapa tidak ada satupun anggota keluarga yang menjenguknya? Eliot hanya bisa tersenyum ramah untuk menutupi rasa sedihnya pada bibi Lily dan paman James. Ia hanya tahu mengenai anggota keluarganya dari penjelasan singkat bibi Lily yang sepertinya tidak ingin membahas lebih.
Namun, rasa keraguan dan takut tidak diterima itu hilang sirna. Daddynya sangat menyayanginya, kedua kakaknya pun juga. Rasa sayang yang sepertinya tidak pernah ia rasakan. Hanya saja, belakangan ini Eliot merasa ada yang janggal. Ia menyentuh tubuh rampingnya yang tidak mengenakan sehelai pakaian. Sejak menjalani pendidikan secara privat Eliot sudah belajar mengenai emosi dan hal-hal yang ia lakukan kini adalah tindakan seksual.
Eliot bingung dan ketika ia bertanya mengapa Daddy dan kakaknya berbuat hal demikian, tidak ada jawaban. Mereka membisu dan memberikan tatapan sinis padanya. Entah mengapa, Eliot begitu sensitif ketika Daddy atau kakaknya mulai berbicara kasar maupun memberikan tatapan dingin padanya. Ia merasa tubuhnya seperti takut disakiti. Jadi, Eliot hanya bisa menerima dan menerima.
Seperti hari ini. Ia berada di kamar seharian setelah beberapa hari lalu Daddynya memutuskan untuk kembali ke rumah utama. Eliot belum bertemu kedua kakaknya. Ia hanya mendengar suara perdebatan antara Daddy dan kedua kakaknya yang tidak ia dengar begitu jelas.
Sejak hari itu, Daddynya akan melarangnya keluar kamar. Kamar ini terkunci rapat. Tidak ada akses untuk berkomunikasi keluar. Pelayan juga tidak terlihat. Daddynya yang menyiapkan segala keperluan Eliot, mulai dari aktivitas mandi, pakaian, makanan, dan pendidikannya.
Eliot merasa bersyukur memiliki Daddy yang perhatian. Hatinya selalu luluh ketika merasakan sentuhan hangat dari sang Daddy. Ia sangat suka ketika Daddynya memeluknya erat ketika sedang tidur. Walaupun, pada beberapa kesempatan Eliot terkadang merasakan jika Daddynya menatapnya dengan tatapan yang tidak biasa.
Eliot masih memandangi pemandangan yang indah itu, sampai terdengar pintu diketuk dari luar. Bunyi pintu terbuka dan menampilkan sosok pria dewasa yang begitu gagah. Eliot menoleh. Memandangi sosok yang sudah bersamanya seminggu ini. Pria dewasa itu mengunci pintu dan melonggarkan dasi kerjanya. Wajahnya cukup lelah. Beberapa kali, pria itu menghela nafas.
Satu detik kemudian pria itu menatap Eliot yang sadar sedang diperhatikan. Pria itu tersenyum lebar menampilkan gigi putih dan rahang tegasnya. Ia berjalan ke arah Eliot dan memeluk sosok lelaki mungil begitu erat.
"Daddy lelah ya?"
"Iya sayang, tapi melihatmu disini membuat rasa lelah Daddy menghilang." Thomas mengecupi pucuk rambut lembut Eliot.
"Eliot, tidak bosan kan menunggu Daddy disini?"
Sebagian diri Eliot enggan menjawab pertanyaan Daddynya.
"Eliot rindu Daddy, jadi Eliot tidak bosan."
"I love u baby." Thomas mengangkat tubuh Eliot dan membiarkan kedua tubuh tersebut menyatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eliot
Teen FictionLangit hari terlihat sangat cerah. Banyaknya burung berterbangan menghiasi indahnya langit pagi. Kicau burung menyeruak begitu nyaring. Cahaya matahari mencoba masuk ke sela-sela jendela ruangan bernuansa khas putih. Disinilah, lelaki mungil berbari...