41

1.8K 91 5
                                    

Suara pintu terbuka. Bukan hanya suara pintu yang terdengar. Suara isakan tangis terdengar nyaring di kamar rumah sakit.

"El-eliot, kau sudah sadar?" ucap Dokter Ricky yang datang tergesa-gesa.

Eliot melihat tatapan khawatir Dokter Ricky langsung bangkit dari tidur dan memeluknya.

Hiks

Hiks

Hiks

"Dokter, kenapa hati Eliot sangat sakit..."

Dokter Ricky mencoba menenangkan Eliot. Namun, ia justru ikut menangis dalam diam.

"Hey, akhirnya kamu bangun hm... Hush, cukup jangan menangis lagi. Disini ada Dokter Ricky..."

Lelaki dewasa itu mengelus pucuk kepala dan menepuk lembut punggung Eliot. Eliot tidak bisa berhenti sesunggukan.

Lebih dari 5 menit baru Eliot tenang kembali. Dokter Ricky tidak henti mengelus punggungnya.

"Dok, tolong bawa Eliot pergi."

Dokter Ricky terkejut. Apakah Eliot begitu sakit hati sehingga ia ingin meninggalkan semuanya. Ia langsung memegang kedua bahu Eliot.

Dirinya memandangi kedua mata yang sembab. Tidak ada satupun keraguan dalam tatapannya. Lantas, ia hapuskan sisa air mata yang sudah membasahi kedua pipi lembut Eliot.

"Kau yakin?"

"Eliot yakin."

"Jika itu membuatmu bahagia, aku akan membawamu pergi jauh. Sangat jauh, sehingga tidak ada lagi yang bisa menyakitimu."

"Bukan begitu..."

Eliot menggelengkan kepala.

"Tolong bawa Eliot sejauh mungkin, Dokter Ricky..."

"Baik, aku akan mengabulkannya."

"Terima kasih Dokter Ricky."

"No, baby. Apapun untuk dirimu."

Eliot memeluk erat Dokter Ricky yang duduk di sampingnya. Iya, ini adalah keputusan terbaik. Ia sudah tidak sanggup menatap wajah Ayah maupun kedua kakaknya.

Sebab, Eliot merasa bersalah. Kesalahan fatal yang membuat keluarga sempurna menjadi berantakan. Semuanya karena dirinya. Seharusnya dirinya tidak dilahirkan di dunia ini.

Ingatan masa lalu Eliot terus berputar. Dari semua ingatan itu, hanya satu memori yang ingin ia hapus.

Hari dimana ia membuat Ibunya meninggal dunia. Jika saja Ibunya tidak membantunya kabur hari itu, mungkin Ibu yang selalu ia nantikan masih bisa ia lihat dari kejauhan atau bahkan memeluknya erat.

Benar, semua perubahan sikap Ayah dan kedua kakaknya karena dirinya.

Dokter Ricky tidak tahu jika alasan Eliot memutuskan untuk pergi karena rasa bersalahnya. Ia pikir Eliot merasa trauma akan perilaku Ayah dan kedua kakaknya.

Begitulah sosok Eliot, bahkan setelah disakiti keselian kali dirinya tetap merasa patut disalahkan.

"Kita pergi sekarang?" tanya Eliot.

"Iya, baby. Sekarang atau tidak sama sekali."

Dokter Ricky menggendong koala Eliot. Ia juga membantu melepaskan alata kesehatannya. Dirinya sudah bertekad.

Ia tidak ingin sosok polos yang berada dipelukannya saat ini kembali menderita. Cukup sudah ia tidak bisa berbuat apa-apa selama ini.

Ini adalah kesempatan untuk menebus kesalahannya.

Kepergian Eliot dan Dokter Ricky secara tiba-tiba membuat keluarga Thomas dilanda bencana. Baru dini hari, ia pergi ke rumah sakit untuk menjaga Eliot seperti janjinya.

Namun, yang ia lihat hanyalah kamar kosong seperti tidak ada orang sebelumnya.

"Ini tidak mungkin..."

"Eliot...?"

"Baby, dimana kau?"

"Jangan bercanda sayang..."

"Baby El, Daddy datang menjengukmu..."

"El?"

"Eliot!"

Thomas mengacak-acak seluruh ruangan. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana.

Tubuhnya mulai gemetar. Ia memegangi kepalanya. Dadanya terasa sesak.

"No, baby. Jangan tinggalkan Daddy..."

Thomas seperti orang kesurupan. Ia bertanya kesana kemari. Seluruh orang di lorong rumah sakit memperhatikannya.

Bahkan, resepsionis juga tidak tahu pasien bernama Eliot sudah keluar dari rumah sakit. Bersamaan dengan menghilangnya Dokter Ricky.

Ia langsung memeriksa cctv rumah sakit. Nihil. Cctv berhasil dihapuskan pada jam tertentu Eliot menghilang.

Thomas mengabari kedua putranya dan pihak polisi. Keributan terjadi seharian itu. 24 jam terlewati dan tidak ada satu pun tanda-tanda Eliot berada.

Di satu sisi, pemuda mungil yang sedang dicari hanya terduduk lemas di salah satu bangku penumpang kapal. Tubuhnya masih lemas namun Dokter Ricky berusaha membuatnya nyaman.

Dokter Ricky lebih pintar dari Thomas tentu saja. Ia sudah mengabari pihak rumah sakit untuk dimintain kerja sama. Tanpa adanya penolakan, pihak rumah sakit yang tahu kondisi Eliot tidak berpikir dua kali walaupun memang berisiko. Begitu pula pihak berkewajiban yang menyetujui dengan syarat-syarat tertentu dan sedikit upah yang diberikan.

Eliot memakai identitas samaran sementara agar bisa menyeberangi ke pulau yang mereka tuju.

Pemuda itu melihat kearah langit biru. Suara air yang menyengat. Udara sedikit dingin ia rasakan. Ini pertama kalinya ia menaiki kapal.

Udara yang sedikit dingin ini akan menjadi kehidupan awalnya nanti. Ia harap bisa berharap jika, kehidupannya akan menjadi lebih baik. Tentu saja, ia juga merasa sedih meninggalkan keluarga yang sedari dulu ia sayangi. Tapi, dirinya tahu jika ini adalah hal terbaik.

"Tidurlah Eliot, perjalanan kita masih panjang."

"Hmm, terima kasih banyak Dokter Ricky."

Dokter Ricky tersenyum lembut. Ia berjanji tidak akan menyakiti pemuda mungil yang berada di dekapannya ini. Ia tidak ingin menjadi seorang bajingan bagi Eliot. 

EliotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang