19

3.3K 151 5
                                    

"Jadi, apa yang ingin kalian bicarakan?"

Suasana ruangan kerja di rumah utama keluarga Mahardika sedang suram. Ketiga lelaki dominan sedang duduk bersama saling berhadapan. Tepatnya, Thomas sedang duduk menghadap kedua anak laki-laki yang sangat mirip dengannya. 

Suasana hati Thomas sedang buruk. Hal ini dikarenakan kedua anak laki-lakinya berani menghadang dirinya dan membuatnya pasrah mendengarkan permintaan mereka. Thomas sendiri tahu jika hari ini akan tiba.

"Sampai kapan Daddy mengurung Eliot?" Reza bertanya.

"Eliot tidak bisa terus menerus terkurung di rumah ini. Dia juga pantas sekolah dan bergaul dengan banyak orang." Kini Reyga berkata dengan tegas.

Thomas menghela napas. Dia mengerutkan dahi.

"Apa kalian bisa menjaganya? Eliot tidak seperti kalian. Dia berbeda."

"Tentu! Aku bisa menjaga Eliot kalau dia sudah masuk sekolah. Aku akan memilah teman untuknya. Tenang saja Dad. Aku akan menjaganya dengan baik. Terutama, aku ingin menjadi kakak yang baik untuknya."

"Betul Dad. Tidak perlu khawatir. Perlahan kita pasti akan membimbing Eliot dengan baik. Sama seperti Reza, aku mohon beri kita kesempatan untuk menjadi kakak yang baik untuknya. Bukannya, Daddy yang bilang kemarin kalau kita harus menjadi kakak yang baik?"

Thomas sebagai Ayah dari kedua anak laki-laki ini tahu jelas bahkan yang mereka bicarakan bukan omong kosong. Dia juga tahu jika tidak selamanya ia dapat mengekang dan membatasi interaksi kehidupan Eliot. Ada kalanya, Eliot harus mengenal dunia luar. 

Thomas memejamkan matanya. Belakangan ini, dia merasa sedikit lelah. Pekerjaan yang menumpuk karena ulah yang ia perbuat sendiri. Tepatnya, dia lebih banyak menghabiskan waktu bersama Eliot. Bahkan, tiada henti Josh kerap menyindirnya.

"Baiklah, mulai besok Daddy akan mengurus keperluan Eliot. Seperti janji kalian, jaga Eliot baik-baik."

"Terima kasih Dad." ucap mereka serempak dengan ekspresi puas.

"Sekarang dimana adik bungsu kita Dad. Apa dia masih tidur?"

"Hm, kalian juga istirahatlah. Besok waktu sarapan, kita akan sarapan bersama."

"Selamat malam Dad."

"Malam Daddy."

Selepas kedua anak laki-laki itu pergi, Thomas bangkit dari kursinya. Ia rencananya akan mulai bekerja di kantor, karena sudah 3 hari berturut-turut dia memutuskan bekerja dari rumah.

 Thomas memasuki kamar utamanya melalui pintu sambung antara ruang kerja dan kamar. Ia melihat lembut Eliot yang terlelap tidur di kasur besar itu. Thomas yang lelah ikut membaringkan tubuhnya di samping sosok yang menemaninya belakangan ini.

Tangannya mulai merangkul pinggang sang empu membuat Eliot menyandarkan kepalanya. Terdengar dengkuran halus. Thomas yang gemas mengecupi kepala Eliot.

Namun, malam itu dia tidak tertidur. Kamar yang gelap hanya menyisakan cahaya bulan yang memasuki jendela kamar. Thomas kembali mengingat pujaan hati yang sudah meninggalkannya bertahun-tahun lalu. 

Dulu, kamar ini terdapat pigura besar sosok tersebut. Pigura yang terletak di dinding tengah kamar utama. Sekarang, kamar itu sudah tidak terpajang lagi sebab setelah perginya sosok itu hanya membuat Thomas terus mengingatnya. Sosok yang mampu melelehkan dingin hatinya.

Tapi, apakah sosok itu akan kecewa padanya sekarang? Apakah sosok itu akan marah, ketika mengetahui perbuatannya pada seorang anak yang susah payah ia lahirkan? Thomas tidak ingin mengetahuinya. 

EliotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang