40

2.1K 100 6
                                    

Bunyi ketukan jam terdengar. Bau obat-obatan menjalar ke seluruh ruangan. Lorong rumah sakit begitu sepi.

Ruang VIP terletak di ujung lorong. Di sana terdapat pemuda mungil yang terbaring lemah. Sudah 2 hari ia tidur sejak kemarin pingsan.

Thomas, Reyga, dan Reza duduk di sofa dalam kamar rumah sakit. Tidak ada yang berbicara. Wajah lelah terlihat, menandakan tidak satupun dari mereka yang tidur.

Reyga dan Reza merasa lelah, pikirannya entah kemana. Sang kepala keluarga terus mengusap wajah. Tangannya masih menggenggam satu lembar foto.

Foto yang sudah lama disimpan. Tidak pernah terpikirkan dalam hidupnya jika hal yang ia tidak inginkan harus terjadi.

Reza merasa gusar. Tidak henti ia memainkan jemari. Ia masih ingat wajah pucat sang adik yang tergeletak di lantai rumah. Ia begitu terkejut, kalau saja ia terlambat entah apa yang terjadi pada dirinya sendiri.

Dirinya yang melihat pemandangan itu langsung membawa Eliot ke rumah sakit dibantu oleh teman-temannya. Ia menyesal meninggalkan Eliot sendirian. Seandainya waktu itu ia tetap berada di samping Eliot, mungkin hal ini tidak terjadi.

Reza tidak lama menghubungi Thomas dan Reyga yang baru saja sampai dari luar kota. Tidak ada kata yang terucap. Mereka begitu lelah tapi entah mengapa mata mereka tidak bisa memejamkan mata.

Takut jika sang empu tidak pernah bangun lagi. Sebenarnya Eliot tidak bangun karena stres yang ia alami dan juga kepalanya yang kaget akan ingatan masa lalu yang terekam jelas.

Penjelasan dari Dokter Ricky kemarin malam. Mereka menjadi ketakutan. Disatu sisi mereka tidak ingin Eliot mengingat masa lalunya. Dokter Ricky di satu sisi tidak tahu lagi hal terbaik apa yang harus ia lakukan.

"Dad, kapan Eliot bangun?" Ucap Reza resah.

"Sabarlah boy. Adikmu akan bangun jika ia sudah tidak lelah lagi."

"Bagaimana jika Eliot membenci kita, Dad?" Tanya Reyga cemas.

Huh

"Da-daddy tidak tahu. Daddy bahkan tidak dapat membayangkan hal itu terjadi."

"Bang, yang harus kita lakukan sekarang hanya bisa menunggu Eliot bangun."

Thomas benar-benar cemas. Ia khawatir jika pemuda mungil yang telah mengisi hatinya tidak bangun lagi. Ia bahkan tidak berani untuk menggenggam jemari kecil pemuda tersebut.

Dirinya menjaga jarak. Takut, jika semakin dirinya dekat dengan pemuda itu, sang anak bungsunya tidak akan pernah bangun lagi.

Banyak sekali gejolak di hati Thomas. Ia menyesal. Seharusnya ia tidak pernah membiarkan Eliot jauh dari jangkauannya. Jika saja ia tidak lelah, Reza akan ia hukum untuk mempertanggung jawabkan hal tersebut.

Namun, hal itu percuma saja. Dirinya hanya bisa menunggu anak bungsunya bangun. Setelah itu, ia akan berjanji agar Eliot tidak dapat lagi jauh dari jangkauannya.

Ia tidak tahu bagaimana respon anak bungsunya nanti. Thomas memandangi selembar foto keluarganya dulu.

Mereka terlihat bahagia. Walaupun Thomas jarang tersenyum, tapi ia menyadari betapa bahagianya dirinya kala itu. Hatinya berdetak begitu kencang.

Ia tidak pernah menyangka sepeninggalan istri tercintanya akan membuatnya menjadi sosok sekarang. Sosok bajingan yang telah merusak pertama berharga.

Thomas sekali lagi mengusap wajah.

Tok

Tok

Tok

Pintu terbuka, disana Dokter Ricky berada di depan pintu.

EliotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang