Kini Eliot sedang berkumpul bersama kedua kakaknya di ruang keluarga setelah seminggu tidak berjumpa.
"Baby, apakah kau rindu kepada kami?" tanya Reza sembari mengelus jemari halus adiknya.
"Hm, sangat bang Re. Eliot selalu merindukan kalian." ucapnya sendu.
"Adik abang udah gabisa jauh ya dari abang-abangnya, hm?" ucap Reyga usil.
"Ih, abang Rey."
Kedua saudara itu terkekeh kecil ketika melihat Eliot membuang muka pada dada bidang Reza. Thomas harus pergi entah kemana, setelah mengantarkan Eliot.
TV ruang keluarga menampilkan salah satu film natal favorit yakni Home Alone. Bulan Desember telah tiba. Ini juga hari Minggu, sehingga waktu ini sangatlah menyenangkan bagi Eliot.
Menonton film favorit ditemani oleh orang-orang tercintanya. Mereka juga ngemil berbagai kue berbentuk hari natal. Eliot bahkan merasa sedikit kenyang, entah berapa kue yang sudah masuk ke perutnya.
Walaupun hari ini terkesan sempurna, tidak dipungkiri ia sedikit kecewa karena hari ini Ayahnya bersikap dingin padanya. Bahkan, saat mengendarai mobil menuju pulang tidak ada sepatah kata yang terucap. Pagi tadi saat membangunkan Eliot, Thomas bahkan mengalihkan pandangan.
Ia ingin bertanya, memulai perbincangan tapi Eliot tidak berani. Rasanya ada tembok tinggi di antara mereka hari ini. Saat sampai pulang di rumah utama yang disambut oleh kedua kakaknya. Thomas langsung pergi. Tidak ada lagi tatapan lembut. Tidak ada lagi kecupan lembut.
Untung saja sambutan hangat kedua kakaknya membuat Eliot dapat menutupi rasa kecewanya.
Film sudah selesai, cemilan depan meja juga tinggal sedikit. Jam dinding menunjukkan pukul sore hari. Waktu yang tepat untuk berbaring ringan di tempat tidur.
Hoammm
"Mengantuk?" tanya Reyga yang juga sedikit mengantuk.
"Iya bang. Eliot mau tiduran di kamar dulu ya."
"Baiklah, abang juga mau istirahat juga." ucap Reyga
"Baby tidur dulu ya, kamar kamu juga sudah selesai tuh. Naik aja, kamarmu disamping kamar Daddy. Abang Reza mau keluar dulu sebentar ya."
"Oke bang. Eliot duluan ya."
Eliot terlihat girang sebab, kamarnya akhirnya selesai juga. Baru juga Eliot hendak bangkit dari pangkuan Reza, sudah ditarik kembali.
"Kok langsung pergi? Ciumnya belum baby."
"Terlalu semangat dengan kamar baru, hm?"
Eliot tersenyum lembut tak lupa ia cium satu-satu pipi kedua kakaknya tersebut. Tentu Reza dan Reyga belum puas hanya dengan itu. Tapi, belum sempat protes sang pujaan hati sudah berlari menaiki tangga meninggalkan mereka duduk tersenyum kecil.
Reyga memutuskan kembali ke kamar sedangkan Reza keluar karena sudah ada janji dengan teman-temannya.
Lelaki kecil itu melihat terkesan pada kamar barunya. Sangat luas dengan design minimalis berwarna serba putih. Terdapat ranjang king size perpaduan putih, kamar mandi yang luas, dan tentu saja lemari pakaian yang tidak kalah luas. Sayangnya kamar Eliot tidak memiliki jendela untuk melihat pemandangan luas.
"Akhirnya, Eliot punya kamar sendiri!"
Eliot yang mengantuk langsung membaringkan tubuhnya pada kasur besar itu. Entah mengapa, ia tertidur begitu pulas.
Disatu sisi, seorang pria bertubuh tinggi dengan pakaian jas berwarna serba hitam terus berdiri menghadap bingkai foto yang memperlihatkan senyuman wanita cantik. Pria itu tidak lain adalah Thomas.
Thomas membawa bunga mawar putih, kesukaan wanita tercintanya. Benar, hari ini adalah hari peringatan kematian istri tercintanya. Sudah 1 jam lamanya, Thomas berdiri di hadapan bingkai foto itu.
Wanita cantik dengan senyuman terbaiknya. Thomas juga melihat dua tangkai bunga mawar putih yang berada di sisi bingkai tersebut. Ia yakin, kedua anaknya sudah terlebih dulu datang kemari.
"Huh, rasanya sudah lama aku tidak menjengukmu Ros. Akhir-akhir ini, aku merasa bukan seperti diriku sendiri. Reza dan Reyga, kedua anak itu mewarisi sikapku. Terkadang, aku berharap ia mewarisi sikapmu yang lemah lembut."
Thomas kembali menggenggam erat jemarinya.
"Dulu, tiada hari tanpa memikirkanmu. Kenapa kau harus menderita? kenapa kau harus meninggalkanku seorang diri? dan kenapa saat itu aku lengah terhadapmu? Seandainya aku lebih memperhatikanmu, mungkin kau tidak akan ada dihadapanku saat ini sebagai abu."
"Aku mencintaimu Ros. Tapi, maafkan aku. Sepertinya aku akan mengecewakanmu. Tidak. Aku sudah mengecewakanmu. Maafkan aku jika permata yang kau tinggalkan justru sudah ku rusak dengan kedua tanganku sendiri."
"Maaf, jika aku terkesan jahat padamu. Tapi, aku berharap Eliot tidak mengetahui masa lalunya dan tentu saja tentang dirimu."
"Maafkan aku. Ros."
Thomas pergi setelah meletakkan setangkai bunga mawar putih di samping bingkai foto itu. Hari ini nampak dingin. Ia kembali merapikan jasnya. Tanpa disadari hari ini sungguh sulit bagi Thomas.
Tiba-tiba ia teringat tatapan sendu yang diberikan oleh anak bungsunya. Ia merasa bersalah. Namun, disatu sisi jika ia melihat wajah Eliot hari ini entah apa yang akan ia lakukan. Rosa akan tetap berada di hatinya. Tapi, wajah Eliot kini selalu ada dipikirannya.
"Aku merindukanmu baby."
Lelaki berjas hitam lantas pergi meninggalkan pemakaman. Mobilnya melaju cepat, segera tidak sabar memeluk pemuda kecil yang terus menghantui pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eliot
Fiksi RemajaLangit hari terlihat sangat cerah. Banyaknya burung berterbangan menghiasi indahnya langit pagi. Kicau burung menyeruak begitu nyaring. Cahaya matahari mencoba masuk ke sela-sela jendela ruangan bernuansa khas putih. Disinilah, lelaki mungil berbari...