44

3.2K 140 17
                                    

Tiga tahun telah berlalu.

Eliot kini menjadi pemuda yang begitu menawan. Tidak ada yang berbeda darinya. Hanya tumbuh sedikit tinggi. Namun, masih kalah dari tinggi Jane. Tidak sesuai yang ia inginkan.

Wajah Eliot masih sama. Kulitnya yang berwarna putih tetap terlihat segar walaupun seharian ia habiskan di pantai. Pemuda itu kini memiliki rambut sedikit panjang, sebahu. Warga desa terkadang tidak percaya jika orang secantik Eliot adalah laki-laki.

Jane terkadang cemburu melihat wajah cantik Eliot.

"Kenapa kau sangat cantik... Lihatlah diriku, bahkan aku terlihat lebih jantan daripada kau Eliot..." ucapnya lesu.

Eliot hanya terkekeh geli. Entah sudah berapa kali Jane menggerutu mengenai hal yang sama.

"Eliot laki-laki, jadi Eliot tidak cantik." ucapnya lembut.

"Tetap saja. Kau tidak tahu berapa banyak anak laki-laki disini yang menaruh hati padamu."

"Oh Ya?" ucap Eliot memasang ekspresi pura-pura kaget.

"Hey, jangan pura-pura tidak tahu ya! Hm!"

Eliot tidak menjawab. Asyik membuat minuman segar untuk pelanggan kedai. Sedangkan Jane malah asik memandangi Eliot.

"Tapi, warga desa ini tidak berani mendekatimu. Mereka tidak ingin kau merasa tidak nyaman. Lagipula kau dari kota bukan? Walaupun aku tidak tau alasan utama kenapa kau tinggal kemari, tapi aku bersyukur bisa mengenalmu Eliot. Well, tepatnya aku bersyukur kau memilih datang ke desa ini." ucap Jane semangat.

"Terima kasih Jane, kau memang sahabat baikku."

Jane tersipu malu. Pipinya sudah merah melihat senyum lembut Eliot. Rasanya ia sangat malu.

"Sini, biar aku saja yang mengantar minuman ini. Kau segera bakar ikannya." ucap Jane melesat menjauh.

"Bukannya tugas membakar ikan itu dia ya..." ucap Eliot pelan.

Setelah lulus SMA, Eliot tidak melanjutkan kuliah. Ia memutuskan untuk menjadi guru paruh waktu sekolah dasar di desa dan bekerja di kedai makan milik Jane. Salah satu alasannya karena desa ini tidak memiliki Universitas. Jadi, sebagian remaja yang sudah lulus sekolah akan berbondong-bondong ke kota.

Begitu pula dengan Jane. Ia memutuskan untuk melanjutkan usaha kedua orang tuanya. Sekaligus menemani Eliot.

Dokter Ricky sudah menasehati Eliot untuk melanjutkan pendidikan ke kota. Melihat nilai akademis Eliot yang bagus. Namun, Eliot sudah terlanjur menaruh hati di desa ini. Dokter Ricky tidak dapat memaksa lebih. Dirinya juga memikirkan jika ini adalah keputusan terbaik.

Hari menunjukkan pukul sore hari. Dokter Ricky masih menyibukkan di puskesmas. Tidak ada yang datang untuk periksa. Jadi, waktu ini bisa ia gunakan untuk bersantai sejenak.

Sebenarnya pikirannya sedang menjalar entah kemana. Setelah mendapatkan informasi dari sepupunya yang masih tinggal di kota mengenai keluarga Thomas. Waktu sudah berlalu 3 tahun sejak ia dan Eliot meninggalkan kota.

Ia mendengar kabar jika Thomas dan kedua anaknya tidak pernah lelah mencari Eliot. Namun, satu hal yang pasti. Dirinya sudah dicurigai sejak awal. Awalnya ia pikir Thomas akan bertindak untuk membantai usaha keluarganya yang di kota. Namun, Thomas hampir tidak pernah terlihat lagi. Ia hanya bekerja seperti biasa. Anak pertamanya juga sibuk bekerja, begitu pula anak keduanya yang lanjut kuliah di Universitas.

Dokter Ricky tidak percaya awalnya mengenal karakter keras kepala Thomas dan kedua anaknya. Ia tidak percaya jika Thomas merelakan kepergian Eliot begitu saja. Maka dari itu, sejak 3 tahun terakhir Dokter Ricky menjadi was-was akan situasi tenang ini.

EliotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang