32

3.8K 183 2
                                    

jlarrr

suara petir menggelegar di ruangan itu, seperti nya di luar sedang hujan deras.

naren yang memang sedikit takut dengan suara petir langsung memeluk juan, juan yang di peluk tiba tiba oleh naren hampir saja menumpahkan makanan yang ia bawa di tangan nya.

naren yang melihat itu pun, melepas pelukan itu dan memperlihatkan lagi seringai di wajah nya ke arah juan seakan tidak terjadi apa apa.

juan terkekeh pelan melihat kelakuan naren, seperti anak spesial, pikir juan.

"ga ada serem serem nya lu begitu, ren" kata juan yang melihat seringai naren makin menjadi jadi.

"masa?"

"masa bodo" kata juan sambil menyodorkan makanan ke wajah naren yang tadi ia siapkan.

"paan tuh" tanya naren.

"buta mata lo?" tanya juan balik.

naren mengambil makanan itu, dan ia ingin menaro di atas meja di dekat jendela kamar nya, naren akan memakan nya nanti, setelah ia berhasil mengusir juan dari dalam kamar nya.

jlarrr

suara petir terdengar kembali, kali ini terdengar lebih keras, sehingga lampu kamar naren ikut terpadam.

gelap, itu yang naren lihat saat ini.

saat naren berjalan melewati cermin yang pecah tadi, naren menginjak pecahan beling itu, dan makanan yang ia ingin taro di atas meja, piring nya pecah.

"ssshh..." desis naren.

naren menginjak pecahan beling cermin itu di telapak kaki kiri nya, dan terjatuh dengan lutut yang tertancap pecahan beling dari piring nya.

untung saja telapak tangan nya tidak terkena pecahan beling juga.

juan yang mendengar suara naren bangkit dari duduk nya.

"ck gelap banget, ga bisa liat apa apa" batin juan.

"REN, LU DI MANA" teriak juan sambil meraba raba.

"di sini" jawab naren lemah, ia tak sengaja menyentuh telapak kaki kiri nya yang terkena pecahan beling.

"LETAK DIMANA LETAK?"

"depan kaca"

"KACA MANA?"

"shh... gausah teriak teriak juancok gua ga budek" naren yang mulai menutup telinga nya mendengar suara juan.

"kaca deket jendela" lanjut nya.

saat juan mulai berjalan dengan pelan mendekati naren.

tok tok tok

ada yang mengetuk ngetuk pintu kamar naren.

"bentar ren, gua buka pintu dulu"

saat juan membuka pintu kamar tersebut.

juan melihat orang di depan nya dengan wajah yang sedikit bercahaya, seseorang itu membawa sebuah lilin menyala yang menyorotkan api itu di depan wajah nya.

tidak, bukan hantu itu alvi, ia merasakan perasaan tidak enak, jadi ia memutuskan menyusul juan ke kamar naren.

tanpa menunggu juan mempersilahkan diri nya masuk, alvi masuk ke dalam kamar lalu menaruh lilin itu di atas meja di samping tempat tidur naren.

kamar yang tadi sangat gelap sudah kembali terang, lampu telah menyala.

"alhamdulillah" ucap juan yang sudah tidak merasakan gelap lagi. "ASTAGFIRULLAH REN" teriak alvi yang membuat naren menutup kedua telinga nya lagi.

juan dan alvi berlari ke arah naren saking panik nya mereka melihat darah yang bercucuran dari telapak kaki sampai lutut nya.

"AWASSS" kata naren yang sedikit menaikkan nada suara nya.

hampir saja alvi menginjak pecahan beling yang sama, tetapi tangan alvi sudah di tarik terlebih dulu oleh juan sehingga alvi tidak jadi mengenai nya.

naren yang melihat itu bernafas lega.

"ceroboh" ucap juan kepada alvi.

alvi tidak memperdulikan ucapan juan, ia berjongkok dan ingin melihat keadaan telapak kaki naren.

saat ia ingin melihat nya, tangan nya tidak sengaja menyentuh telapak kaki naren yang masih tertancap pecahan beling, yang membuat naren mendesis untuk kesekian kali nya.

juan yang mendengar suara naren langsung menggeser posisi alvi, dan ikut berjongkok.

"selain ceroboh kau juga bodoh" juan menatap sinis alvi.

"gua manggil daddy dulu, kalian diam disini" juan pergi keluar kamar untuk memanggil yang lain.

mereka hanya menganggukkan kepala nya.

setelah juan keluar dari kamar itu, mereka berdua saling berpandangan, melihat wajah satu sama lain.

naren menggaplok wajah alvi.

"paan lu liat liat" naren yang mulai sewot.

alvi yang bingung harus menjawab apa, menunjuk telapak kaki naren.

"sakit ga?" tanya alvi.

"haha bahkan anak tk pun tau jawaban nya goblok"

"heh mulut nya"

BERSAMBUNG...













NARENZA ALEXANDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang