Bukan Akhir | Kasus ditutup III

10 4 8
                                    

«∞»

𝚆𝚎 𝙷𝚊𝚟𝚎 𝙲𝚊𝚜𝚎

«∞»





Pada chapter sebelumnya ...

Aku jadi semakin merasa bahwa Diez memang sangat tertutup soal dirinya sendiri, tetapi setidaknya ada orang lain yang bisa ditanya nanti soal apa saja yang ia lihat pada Diez setiap harinya.

«∞»

Sesampainya disana, mataku langsung tertuju pada seorang lelaki -berpakaian serba hitam dan rambut hitam panjang yang berantakan- ia berjalan gontai menuju tong sampah membawa dua bag plastik hitam yang kemungkinan besar isinya hanyalah sampah. Berapa pekan dia tidak membuang sampahnya?

Kulihat Budi keluar dari mobil dan juga menengok ke arah lelaki itu, ia segera menghampirinya sambil sedikit menyapa. Kudengar namanya Candra, apakah ini orang yang menyewa kamar kedua di apartemen Diez?

“Candra!” ucap Budi.

Lelaki itu menengok ke arah Budi dengan tatapan malas nampak tidak tertarik sama sekali dengan kehadiran Budi, setelah menutup tong sampahnya ia hendak kembali masuk ke dalam apartemen tetapi aksinya digagalkan karena Budi kembali memanggilnya.

“Candra, tunggu!” ucap Budi sudah berada di dekat Candra, aku mengikuti di belakangnya.

Candra menghentikan langkahnya dan memutar badan 180 derajat menghadap Budi. “Diez nggak pulang,” ucapnya sebelum ditanya seolah sudah tahu siapa orang yang akan dicari Budi.

“Nggak pulang sama sekali?” tanya Budi.

Candra menggeleng pelan sambil menatap Budi lalu berganti menatap ke arahku. “Hampir seminggu,” ucapnya masih menatapku.

“Oh, jadi semalam dia juga nggak pulang ya?” tanya Budi kembali.

Candra hanya diam menatapku tanpa ekspresi. Aku juga hanya menatapnya dengan penuh tanda tanya, ada apa dengan orang ini? Apakah ada yang salah dengan wajahku?

“Boleh kami masuk?” izin Budi sembari mengarahkan ibu jarinya pada pintu masuk.

“Lu boleh, kalau dia nggak!” jawab Candra masih menatapku, kali ini dari sorot matanya sedikit berubah terlihat tidak menyukaiku.

Budi menoleh ke arahku, ia kembali bertanya-tanya apa yang baru saja dimaksud Candra. “Why?” tanyanya pada Candra.

“He forbade you from entering the apartment, Ezra,” ucap Budi padaku.

Snakes aren't welcome here!” ucap Candra padaku.

Apa maksud orang ini? Apa dia tadi melihat cap snake gangster di leher belakangku? Atau dia hanya menganggapku seperti ular? Tapi bagaimana bisa wajah setampan ini terlihat seperti ular di matanya?! Apa jangan-jangan orang ini bisa menerawang diriku? Dasar aneh.

“I'm not a snake. I'm Ezra of the Diez family, I'm his cousin.” ucapku padanya.

Whatever it is, you can't come in! You're just bringing bad luck!” ucapnya sedikit mengerutkan keningnya, ia terlihat serius dan sedikit gila.

“Maksud lu apa Dra? Ular apanya?” tanya Budi menarik pundak kanan Candra agar menatapnya.

“Pokoknya dia nggak boleh masuk! Lu nggak bisa lihat apa kalau dia bawa ular segede itu! Bahaya, ular segede itu bisa makan Hendra dan keluarganya nanti!” jelas Candra agak marah.

Budi melepaskan tangannya dari pundak Candra, ia terdiam sejenak menatap Candra aneh. “Lu gila ya?! Lu lihat dia bawa ular piton kah di lehernya kayak Siwa gitu, hah? Hendra dan keluarganya juga siapa anjir?!” maki Budi mendengar penjelasan Candra tadi.

We Have Case ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang