Bab VII | This is Our Case : bagian 8

8 4 13
                                    

«∞»

𝚆𝚎 𝙷𝚊𝚟𝚎 𝙲𝚊𝚜𝚎

«∞»



Tiket pesawatnya? Tenang saja, Ezra kan kaya.

«∞»


09.15

Budi baru saja selesai dengan jadwal gym nya, ia hendak pulang saat itu terapi dikejutkan dengan kedatangan Diez. Budi lebih terkejut lagi saat melihat Diez datang sendirian tanpa membawa Ezra, padahal baru pagi ini Budi belum memantau mereka lagi dari jauh, Diez sudah membawa gambar buruk tentang berita yang akan disampaikan.

Benar saja, sekarang Diez tengah memohon agar Budi ikut serta bersamanya.

"Kau gila?!" Budi membentaknya.

Diez menggeleng cepat, ia terlihat begitu panik kali ini. "Tidak, aku serius, dia mau pergi ke sana sekarang!"

"Dan sekarang kau meninggalkan bocah itu?! Dia bisa saja sudah berangkat sendiri!" ucap Budi masih membentak Diez.

Diez menelan ludah, ia cukup takut saat Budi membentaknya, bagaimana tidak, badan Budi lebih besar dari dia, bagaimana jika Diez mati karena dihantam.

"Aku tidak bisa menghentikannya, kumohon padamu, kita harus menyusulnya kesana!"

"Kau ini merepotkan saja!" ucap Budi, dia diam sejenak dan mengambil botol airnya, setelah minum ia kembali menatap Diez yang menunduk.

"Kau pesan tiketnya, pergi cari pesawat yang bocah itu pakai, aku jemput Lili dan Aliyah," ucapnya.
Diez cukup terkejut menatap Budi.

"Terima kasih," ucapnya sedikit tersenyum.

"Jangan berterima kasih, kita satu tim, ini sudah tugas kita bersama," ucap Budi, ia menepuk pundak Diez.

"Sudah cepat lah!"

Diez segera pergi dari sana, membawa motornya lebih cepat dari biasanya. Saat ia sampai di rumah, dan benar saja Ezra sudah pergi, tidak ada orang di rumah ini.

Diez masuk ke dalam kamar, bajunya yang ada didalam almari sudah tidak ada, Ezra masih membawanya. Jadi ia pergi ke bandara tidak membawa apa-apa, sambil terus-terusan mencoba untuk menelpon Ezra.

Sayang sekali satupun panggilannya tidak diangkat.


«∞»

09.45
Diez dan tim nya sudah berkumpul di sana, Diez sempat menjelaskan bahwa ia membiarkan Ezra pergi karena ia sendiri yang terlalu terbawa emosi.

Lili jadi mengejeknya, ia sempat berpikir Diez tidak punya emosi karena selalu bermuka datar, bisa-bisanya dia luluh hanya karena Ezra yang merupakan sepupunya.

Budi menghentikan Lili dengan ucapannya sebelum Diez meluapkan amarahnya, sungguh emosional sekali.

"Jadi kita hanya mengikutinya, Diez?" tanya Alia.

"Kau tidak punya rencana sama sekali?" tanya Budi.

"Sudah kubilang Ezra ingin mencari penembak itu, kita juga harus mengikutinya, melindunginya kan tugas kita!" ucap Diez, kedua alisnya bertaut, ia benar-benar serius.

"Tumben kamu serius dalam tugas. Kalau memang begitu, kita harus menelusuri lokasi di sekitar sana, kau tahu lokasi pertemuan mereka?" tanya Lili.

Diez diam sebentar, ia baru mengingat soal lokasi Morgan yang pernah ditunjukkan Ezra padanya.

We Have Case ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang