05 • Triase

4.4K 472 19
                                    

Hari pertama yang membosankan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari pertama yang membosankan.

Sejak pagi sampai detik ini, Rianti sama sekali tidak melakukan apa pun. Sebenarnya ada pasien, banyak malah, tetapi saat Rianti ingin memeriksa, langsung ditegur dan berakhir menyaksikan kerja dokter IGD. Ya, kalau dihitung, hari ini Rianti hanya mengukur tensi satu pasien. Selebihnya hanya menjadi pengamat.

Yang paling menyebalkan itu ketika ada salah satu office girl menyuruhnya mengantarkan minuman ke salah satu dokter residen. Harusnya itu pekerjaan dia, tetapi kenapa Rianti yang harus mengerjakan? Kalau sekali tidak masalah, ini sudah mau yang ketiga kalinya. Sayangnya Rianti tidak bisa mengelak. Bisa jadi setelah ini ada pekerjaan dari residen.

Ya, di sini, Rianti tidak bisa menggunakan kekuasaan papanya lagi. Rianti bukan anak direktur utama rumah sakit. Rianti sama seperti peserta magang yang lain. Seorang anak biasa yang sedang berjuang menjadi dokter.

Rianti mengetuk pintu salah satu ruangan yang biasanya dijadikan tempat istirahat para residen jantung dan pembuluh darah. Tempatnya memang dekat dengan poli jantung, jadi kalau ada pasien gawat mereka bisa langsung beraksi. Rianti sudah membayangkan dirinya ada di sini, berjibaku dengan pasien.

"Lho, kamu lagi yang anter minuman?" seru seorang laki-laki yang mengenakan pakaian scrub berwarna biru tua, dengan stetoskop menggantung di lehernya.

Rianti mengerjap. Dia lagi? Artinya ini minuman ketiga untuk lelaki bertubuh tinggi itu. Kenapa pula laki-laki ini minta minum terus ke office girl? Bukannya bisa jalan ke kantin?

"Ini minumannya, Kak." Rianti menyodorkan gelas berisi kopi susu ke arah depan. Namun, laki-laki itu tidak menerimanya. Malah mengamati wajah Rianti.

"Kak, ini minumannya!" Rianti mengulang ucapannya dengan menambah intonasi. Tadi penanggung jawab bilang kalau di sini dokter yang tingkatannya paling atas harus dipanggil Kakak, termasuk ke perawat juga. Rianti tentu saja memanggil kakak ke dokter residen ini karena sudah jelas posisinya berada di bawah.

"Kamu itu nggak cocok jadi dokter."

Mata Rianti melebar. Ambigu sekali kalimat si residen ini. Maksudnya sedang meremehkan apa bagaimana?

"Emang saya harus jadi apa kalau nggak cocok jadi dokter?" Rianti melempar pertanyaan dengan memasang ekspresi datar. Belum apa-apa, laki-laki ini sudah membuatnya kesal.

"Jadi model. Wajah kamu ini mendukung banget. Cantik, putih, langsing---"

"Tapi, saya pendek. Nggak bisa jadi model," potong Rianti.

"Kalau suara kamu bagus bisa jadi penyanyi."

"Saya nggak bisa nyanyi. Ini jadinya mau diminum apa nggak?"

Laki-laki itu mengulurkan tangannya. "Rudi."

Rianti mengernyit. Ia kira lelaki itu mau mengambil gelasnya, malah menyebut nama. "Saya udah baca di ID card Kakak."

Menembus Partisi - [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang