Sejak kemarin Ratna tidak keluar dari kamarnya karena demam. Namun, wanita itu tidak mau periksa ke klinik, malah meminta Fyan menghubungi Ahsan. Jadilah sekarang mereka melakukan panggilan video.
"Berapa tensinya?"
"Tensinya 130/80, Mas," jawab Fyan sembari membaca hasil tensi pada alat pengukur digital.
"Terus tadi suhunya berapa?"
"Tadi, sih, 38,5, Mas. Perlu dicek lagi nggak?"
"Nggak usah. Nanti cek ulang setiap dua jam sekali. Kalo misalnya nyentuh angka 39 derajat, kamu harus bawa Mama ke IGD."
"Oke, Mas."
"Mama minum obat apa selain paracetamol?"
"Ini." Fyan menyorotkan kamera ke beberapa bungkus obat yang dikonsumsi Ratna. Yang Fyan tahu obat itu untuk tekanan darah tinggi.
"Itu, kok, kayak obat baru, ya? Bukan yang biasa Mama minum. Mama dapet dari mana? Terus kapan dapetnya?"
"Dari puskesmas, Mas. Tapi, mama lupa kapannya. Kayaknya baru lima hari yang lalu." Ratna yang menjawab.
"Selain pusing, Mama ngerasain gatal-gatal di kulit sama jantung berdebar nggak?"
"Kalo gatal-gatal iya, kalo jantung berdebar nggak."
"Ya udah, Mama stop minum obat dari puskesmas dulu, ya. Minum paracetamol aja. Buat gatal-gatalnya obati pake salep dulu, terus jangan digaruk. Kalo dalam 24 jam demamnya belum sembuh, Mama harus pergi ke dokter biar tahu Mama sakit apa. Mama bisa minta surat rujukan ke Rianti. Dia masih tinggal di sebelah rumah kita, kan?"
Mendengar nama Rianti disebut, Fyan mengerutkan keningnya. Ia pun langsung bereaksi, "Kenapa Rianti?"
"Lho, Rianti praktek di rumah sakit. Kalau minta surat rujukan, nanti bisa cepet prosesnya. Kalau dari puskesmas, kan, antri dulu, terus begitu nyampe IGD masih harus bikin rujukan lagi, belum kalo ada pemeriksaan penunjang. Kalo sama Rianti, nanti dia yang periksa, diagnosis sementara, terus bisa langsung dirujuk ke dokter spesialis."
Penjelasan Ahsan sebenarnya cukup masuk akal. Kenyataannya ketika tangannya patah itu benar-benar cepat prosesnya sebab ada Rianti yang sudah melakukan diagnosis sementara. Hanya saja Fyan menyimpulkan sesuatu yang lain. Ahsan seperti sengaja mendorongnya bersama Rianti. "Bukannya sama aja? Sama-sama antri."
"Iya, tapi lebih cepet kalo Rianti yang ngurus, kamu nggak usah lewat puskesmas lagi. Udah, kamu percaya aja sama Mas."
Fyan tidak membantah. Toh, dia tadi sudah mengakui penjelasan Ahsan bisa dimengerti.
"Inget, ya, Yan, pantau suhunya setiap dua jam sekali, liat juga gatal-gatalnya kayak gimana, kalo ada gejala lain kayak pusing yang nggak bisa ditahan, langsung anter ke rumah sakit," ucap Ahsan sebelum menutup teleponnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menembus Partisi - [END]
RomanceMengetahui adiknya mendapat kekerasan verbal dari ibu mertua, juga kasus perselingkuhan yang dialami kakaknya, membuat Fyan yakin tidak menikah seumur hidup adalah keputusan yang tepat. Hanya saja, ia malah terjebak dalam perasaan baru pada seorang...