23 • Adiksi

2.4K 314 10
                                    

Jam kerjanya sebentar lagi habis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jam kerjanya sebentar lagi habis. Namun, Rianti masih berkutat dengan salah satu pasien anak-anak berusia enam tahun yang datang ke IGD sekitar 30 menit lalu. Anak itu katanya jatuh dari anak tangga hingga pelipisnya mengeluarkan darah. Rianti cukup kesulitan saat menjahit lukanya sebab anak itu terus saja memberontak.

"Sekarang udah nggak sakit lagi, kan?"

Anak itu mengangguk pelan. Matanya masih basah dan merah karena air mata. Rianti mengelus kepala anak itu supaya lebih tenang, lalu mengeluarkan permen lolipop dari saku snelinya.

"Kakak Dokter punya permen buat kamu. Dimakan, ya." Rianti menyodorkan permennya dan langsung diambil oleh anak itu.

"Bilang apa ke Kakak Dokter?" Sang ibu bersuara.

"Makasih," jawab anak itu dengan suara lirih.

"Sama-sama," balas Rianti. "Jangan lupa diminum obatnya, ya, biar nggak sakit. Terus minggu depan kita ketemu lagi."

"Nggak mau minum obat. Pahit!" seru anak itu.

"Pahitnya cuma sebentar, kok. Kalau minumnya sama madu, pahitnya nggak terasa." Rianti tersenyum sembari mengelus kepala anak itu. Memang anak-anak masih kesulitan mengonsumsi obat dan jarang obat diciptakan dengan rasa selain pahit. Supaya rasa pahitnya tidak terasa dengan cara menambahkan madu atau sirup.

Setelah ibu dan anak itu pergi, barulah Rianti mengambil ransel dan beranjak keluar. Di tengah jalan, ponselnya berdering. Saat melihat nama kontak di layar, Rianti mengembuskan napas kasar.

Orang yang menghubunginya adalah Julian, kakak pertamanya. Rianti bisa menebak kakaknya ini pasti ingin membujuknya datang ke Jogja.

Bukan ikon hijau yang digeser, melainkan ikon merah. Rianti langsung memasukkan ponselnya ke saku celana. Namun, baru beberapa langkah, benda itu mengeluarkan suara lagi. Kali ini Rianti memilih mengabaikannya.

"Rianti! Tungguin!"

Mendengar suara Nurul di belakangnya, Rianti otomatis berhenti. Tak lama Nurul berdiri sejajar dengannya dan berjalan bersama.

"Kamu mau langsung pulang, Nu?" tanya Rianti.

"Iya, nih. Kenapa emangnya?"

"Anterin aku ketemu Umi Halimah mau nggak?"

"Sekarang?"

"Ya, kalau misalnya sekarang nggak bisa, entar malem aja. Aku free, kok, nanti malam."

"Sama kalo gitu. Dari sekarang aja. Kita Magrib sama Isya di sana."

Rianti setuju. Ya, dia sengaja untuk membuat dirinya tidak terlalu lama di rumah. Antonio masih bersikap dingin padanya. Hal itu membuat Rianti bingung mencairkan suasana. Dengan menenangkan diri sementara, barangkali Rianti menemukan cara untuk bicara dengan Antonio.

Saat akan membuka mulut, mata Rianti justru menangkap sosok Fyan yang tiba-tiba muncul dari lorong. Tanpa diperintah siapa pun, kakinya otomatis bergerak menghampiri laki-laki itu, meninggalkan Nurul yang tercengang.

Menembus Partisi - [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang