17 • Fraktur Klavikula

3.9K 419 11
                                        

Dalam sekejap Rianti merasakan tubuhnya dipeluk dari belakang, lalu berguling-guling dan berakhir menabrak trotoar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dalam sekejap Rianti merasakan tubuhnya dipeluk dari belakang, lalu berguling-guling dan berakhir menabrak trotoar. Setelah benturan itu, Rianti mendengar Fyan mengerang.

Rianti berhasil bangun dan melihat korban yang hendak ditolongnya tadi tergeletak setelah sempat terdorong saat Fyan menolongnya tadi, juga para warga yang mulai memindahkan plang yang roboh. Kini, Rianti dihadapkan dua pilihan antara Fyan dan korban itu. Kalau dilihat dari kondisinya, sudah jelas korban pertama yang harus ditolong lebih dulu. Namun, tentu Rianti tidak bisa tenang kalau belum memastikan keadaan Fyan.

"Mas, ada yang sakit nggak?" Rianti berbalik menghadap Fyan. Dari visual, tidak ada luka yang tampak. Akan tetapi, Fyan terus meringis kesakitan. Tangan kiri pria itu memegang tangan kanannya.

"Saya nggak apa-apa, Dek. Kamu tolongin mereka aja," jawab Fyan dengan suara pelan.

"Nggak bisa, Mas. Saya harus pastikan dulu Mas baik-baik aja apa nggak. Soalnya nggak ada luka tapi Mas kesakitan. Saya curiga Mas ada cedera."

"Saya masih bisa tahan sakitnya, kok. Kamu ke sana aja."

Rianti menatap wajah laki-laki itu, memastikan kondisinya sekali lagi. "Beneran nggak apa-apa, kan, Mas? Nggak pusing? Nggak sesak?"

"Nggak. Saya beneran bisa tahan sakitnya sampai kamu selesai."

Mendengar jawaban itu, Rianti berdiri. "Kalo gitu saya ke sana."

Rianti berlari, menghampiri korban yang terkapar, lalu mencoba membangunkan dengan menepuk sedikit wajahnya. Karena tidak ada respons, Rianti mendekatkan telinganya ke mulut korban. Tidak ada napas. Setelah itu, Rianti meletakkan dua jarinya ke leher, denyut nadinya lemah. Rianti menegakkan tubuhnya. Warga sekitar dan pengunjung kedai masih saja mengerumuni korban.

"Bapak, Ibu, tolong jangan berkerumun, ya!" tegur Rianti, kemudian menunjukkan tanda pengenal miliknya. "Saya dokter. Saya mau kasih pertolongan, jadi tolong menjauh dari korban ini, ya. Korban ini butuh oksigen."

"Terus korban yang satu lagi gimana, Dok? Masa, cuma ini yang ditolong? Mbak Dokter kenal sama orang ini, ya?" tanya salah satu ibu-ibu di antara kerumunan.

Rianti lantas mengamati korban satu lagi yang letaknya tidak jauh. Korban tersebut duduk dengan salah satu lutut tertekuk. Ada darah yang mengalir di sikut, lutut, dan pelipis. Namun, kalau bisa duduk tegak, berarti kesadarannya masih penuh. Semoga saja pendarahannya tidak banyak.

"Korban ini membutuhkan pertolongan secepatnya, sedangkan yang dua lagi masih bisa menunggu. Kalau boleh saya minta tolong yang punya P3K buat menghentikan pendarahan korban yang satu lagi. Sebentar lagi ambulans datang," jawab Rianti. Ya, sesuai prosedur, ia harus menolong pasien yang tingkat kegawatannya lebih tinggi.

Setelah para warga bubar, barulah Rianti bisa melakukan tindakan. Ia mengecek sekali lagi. Karena hasilnya masih sama seperti sebelumnya, Rianti langsung melakukan tindakan kompresi dada usai menghentikan pendarahan di kepala dan membuka pakaian korban. Ketika hitungannya selesai, Rianti menempelkan telinganya ke mulut dan dua jari ke leher korban. Belum ada perubahan, Rianti mengulangi cara yang sama.

Menembus Partisi - [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang