41 • Sedatif

4.1K 433 31
                                        

Dua tahun lalu, sebelum mengantre salaman dengan pengantin di pelaminan, Rianti memperhatikan Ahsan dan istrinya dari mejanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dua tahun lalu, sebelum mengantre salaman dengan pengantin di pelaminan, Rianti memperhatikan Ahsan dan istrinya dari mejanya. Hatinya ikut lega melihat Ahsan menemukan pelabuhan terakhirnya. Sebagai seseorang yang merasakan kebaikan Ahsan, Rianti merasa memiliki kewajiban untuk selalu mendoakan pria itu. Walaupun sempat terbayang dirinya yang ada di posisi Inayah. Namun, itu sudah berlalu. Rianti mulai sadar dirinya terlalu cepat mempercayai perasaannya.

Rianti bersalaman dan berfoto bersama dengan kedua mempelai usai mengantre cukup lama. Tak lama Rianti bergegas pulang. Lagi-lagi bukan sakit yang ia rasakan, melainkan kebahagiaan. Dari jarak dekat, istri Ahsan sangat sempurna. Rianti yakin rumah tangga Ahsan kali ini akan diliputi banyak kebahagiaan.

Entah saking senangnya atau memang sandalnya sudah rusak, Rianti hampir saja kehilangan keseimbangan. Ternyata high-heels sebelah kiri patah. Memang sandal ini sudah lama disimpan karena tidak enak saat dipakai. Namun, Rianti tetap memakainya karena hanya sandal ini yang cocok dengan warna dress-nya.

Rianti langsung melepaskan sebelah kanan sebab tidak mungkin berjalan dengan satu sandal, padahal mobilnya masih jauh. Semoga saja tidak ada orang yang memperhatikannya jalan tanpa alas kaki.

"Sandalnya kenapa, Mbak?"

Rianti terkesiap. Doanya tidak terkabul. Ada seorang laki-laki yang melihatnya. Rianti perhatikan wajah serta pakaian yang dikenakan. Sepertinya lelaki itu salah satu dari keluarga Ahsan. Rianti tadi juga melihat warna pakaian itu juga berkeliaran di meja dekat pelaminan yang bertuliskan khusus keluarga.

"Rusak yang sebelah kiri, Mas," jawab Rianti singkat.

"Kalau gitu pakai sepatu saya aja."

Secara mengejutkan pria itu melepaskan kedua sepatunya tanpa berpikir panjang. Padahal, Rianti tidak mengenalinya, ini baru pertama kali bertemu, tetapi pria itu langsung menolongnya.

Spontan Rianti mencegah pria itu saat memberikan sepatunya. "Nggak usah, Mas. Saya nggak apa-apa jalan kayak gini. Kalau sepatunya saya pakai, Mas gimana?"

"Nggak bisa, Mbak. Di luar hujan. Nanti kakinya kotor. Lagian acaranya udah mau selesai, kok."

Rianti menelan ludah. Kenapa pria itu peduli dengan kakinya? Toh, nanti bisa dibersihkan pakai tisu basah setelah masuk mobil.

Pada akhirnya Rianti menerima bantuan pria itu, walaupun kesulitan berjalan karena sepatu tersebut kebesaran di kakinya. Sayang sekali Rianti tidak sempat berkenalan sebab pria itu pergi lebih dulu, bahkan sandalnya yang rusak juga ketinggalan. Namun, Rianti berusaha untuk tidak melupakan wajahnya.

Sampai rumah, sepatu pria tersebut Rianti cuci dan disimpan rapi di dalam sebuah kotak. Setiap bulannya selalu ia cek agar tidak berjamur. Barangkali suatu saat dirinya diberi kesempatan untuk mengembalikan sepatu itu secara langsung. Tidak disangka, dua tahun kemudian Allah mengabulkannya. Rianti bisa mengembalikan sepatu tersebut kepada sang pemilik bersama sepotong hatinya.

Menembus Partisi - [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang