Mengetahui adiknya mendapat kekerasan verbal dari ibu mertua, juga kasus perselingkuhan yang dialami kakaknya, membuat Fyan yakin tidak menikah seumur hidup adalah keputusan yang tepat. Hanya saja, ia malah terjebak dalam perasaan baru pada seorang...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jaga malam kali ini cukup menyenangkan. Pasien baru yang datang ke IGD sejak tadi hanya sedikit dan keluhan penyakitnya juga ringan. Pada tengah malam, Rianti bahkan bisa duduk santai sembari mencoret kertas. Namun, ketika melihat hasil gambarnya, kening Rianti seketika berkerut.
Kenapa dirinya bisa menggambar seorang laki-laki memegang kertas sambil memperhatikan gedung yang sedang dibangun? Apa mungkin karena beberapa jam yang lalu dia habis menghubungi Fyan? Atau karena kepalanya sedang penuh lantaran sang kakak masih saja membombardir pesan?
Rianti kesal lantaran Jonathan terus bertanya kapan dirinya bisa datang ke Jogja, padahal di telepon sudah jelas tidak mau ke sana. Apa tidak bisa mengurusnya sendiri? Dulu ketika papanya sakit, mereka sama sekali tidak peduli mau seribu kali Rianti meminta datang.
Mengingat semua itu selalu membuat Rianti marah hingga tidak sengaja meremas kertas bergambar itu. Tentu saja ini tidak cukup. Mungkin ketika tiba di rumah, ia ingin melampiaskannya lebih dari ini.
"Gambar sebagus itu kenapa kamu rusak?"
Mendengar suara laki-laki di belakang, Rianti seketika menoleh, lalu melebarkan mata. "Kenapa Kakak di sini?"
"Ya, jaga malam, dong. Kita bareng lagi hari ini."
Rianti mengerjap. Kenapa selalu ada dia di setiap jaga malamnya? Benarkah ini sebuah kebetulan?
"Ri, ternyata cowok yang kemarin deketin kamu itu anak kesayangan Profesor Aldi, lho."
Sekarang Rianti mengerti. Ada dua kemungkinan kenapa Rudi selalu satu jadwal dengannya. Pertama, karena kebetulan. Kedua, karena sudah di-setting sejak awal. Rianti teringat dirinya yang dulu, saat Antonio masih memiliki jabatan yang tinggi, ia pernah menyabotase jadwal agar bisa dekat dengan Ahsan.
Kalau ingat kekonyolannya waktu itu, Rianti menertawakan dirinya sendiri. Mungkin ini yang namanya disebut karma.
"Oh, kalau gitu selamat bekerja, Kak. Waktunya masih panjang."
Usai mengatakan itu, Rianti hendak pergi. Akan tetapi, tangannya tiba-tiba dicekal Rudi. Dengan kekuatan penuh, Rianti berhasil menepisnya.
"Kenapa buru-buru, sih? Saya aja baru datang, lho," kata Rudi.
Rianti akhirnya berani menatap tajam wajah lelaki itu. "Tolong jawab, apa ini kebetulan? Atau Kakak sengaja?"
"Apa maksudnya?"
"Saya cuma mau percaya dengan apa yang saya dengar. Kita di sini bukan karena kekuasaan Kakak, kan?"
Tawa berderai datang dari Rudi. Rianti mendengkus mendengar itu. Ketidaksukaannya pada laki-laki ini kian memuncak. Responsnya yang seperti ini membuat Rianti yakin dugaannya benar.
"Kalau boleh saya tebak, kamu pasti pernah melakukan ini, kan?" tanya Rudi usai tawanya mereda.
"Kalau iya emang kenapa? Berarti tebakan saya yang kedua benar?"