09 • Prognosis

4.1K 404 35
                                    

"Kamu ngobrol apa aja dia, bisa sampai lama begini?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu ngobrol apa aja dia, bisa sampai lama begini?"

Suara Antonio menyambut Rianti yang baru saja menutup pintu depan. Rianti lantas menghampiri sang papa yang memegang sebuah buku. Kacamata bertengger di hidungnya menegaskan bahwa saat ini Antonio sedang membaca.

Rianti mengambil tempat di sisi Antonio. Kepalanya mulai memutar obrolannya dengan Fyan. Tentu saja ada bagian sensitif yang tidak boleh papanya dengar. "Banyak, Pa. Mas Fyan ternyata udah sering naik gunung. Dia ceritain pengalamannya naik beberapa gunung."

"Wah, keren banget anak itu! Papa yakin itu semua berkat didikan orang tuanya."

"Papa, kok, bisa mampir ke sana?" Kali ini Rianti yang bertanya. Ia penasaran kenapa mereka akhirnya bisa bertemu. Tidak mungkin kalau Antonio tiba-tiba masuk.

"Papa tadi cuma mau jalan-jalan sore, terus Pak Har tiba-tiba manggil. Papa masuk dan kenalan, deh, sama Pak Har dan istrinya. Pak Har nunjukin ikan-ikan di kolamnya sama cerita kalau dia pengen punya peternakan ikan. Dari situ juga Papa tahu kalau Pak Har itu papanya Dokter Ahsan. Semua anak-anaknya sukses. Ada yang jadi dokter, arsitek, punya bisnis sendiri, anak yang terakhir dapet suami yang kerjanya jadi pilot. Padahal, Pak Har hanya punya peternakan sapi, tapi bisa sukses mendidik anak-anaknya."

Dalam hati Rianti setuju. Ia yakin kesuksesan mereka pasti juga didukung oleh orang tuanya. Rianti jadi penasaran bagaimana Hartanto dan Ratna mendidik anak-anaknya. Apakah profesi yang digeluti anak-anaknya saat ini adalah hasil dorongan orang tuanya seperti yang dilakukan Antonio kepadanya atau justru datang dari hati mereka sendiri?

"Papa sebenarnya kagum dengan mereka dan kepikiran buat deketin kamu sama Fyan yang satu-satunya anak mereka yang belum menikah. Tapi, papa langsung sadar kalau kita ini berbeda, Rianti. Kamu jangan terlalu dekat sama mereka."

Rianti berkedip. Tunggu, kenapa secepat itu Antonio berubah? "Maksud Papa kita beda sama mereka?"

"Keyakinan kita sama mereka beda. Papa yakin kamu pasti paham. Papa tahu kamu itu orang yang nekat. Jadi, papa akan langsung bilang kalau Papa nggak akan setuju kamu menggadaikan keyakinan demi laki-laki. Begitu juga sebaliknya, orang tuanya pasti tidak mau anaknya meninggalkan agama sekarang demi kamu."

Setelah mendengar ucapan itu, tubuh Rianti kaku semua. Senyum di wajahnya tersapu bersih oleh kata-kata yang terlontar dari mulut papanya.

Rianti tidak menyalahkan papanya. Wajar kalau Antonio memikirkan sampai sana. Hingga saat ini Antonio masih mengira Rianti memeluk agama sebelumnya. Antonio belum tahu kalau anaknya sekarang masuk Islam.

Apakah ini saat yang tepat? Namun, kalau hari ini, Rianti belum menemukan kata-kata yang tepat. Bagaimana jika Antonio berpikir dirinya pindah agama karena laki-laki? Bagaimana kalau setelah mendengar itu kondisi papanya drop lagi? Rianti belum siap dengan hal itu. Rianti belum mau melihat papanya masuk rumah sakit lagi.

Menembus Partisi - [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang