"Fyan."
"Nadia."
Sejenak, Fyan memperhatikan visual seorang perempuan yang kata Andi sedang menunggunya itu. Setelan blazer berwarna hitam seolah-olah menegaskan perempuan itu memang orang penting. Ya, wajar saja. Bapaknya merupakan seorang pejabat negara. Memperhatikan penampilan pasti menjadi prioritas utama.
"Jadi, kamu temannya Andi?" tanya Nadia. Perempuan itu juga menelisik Fyan dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Fyan mengiakan. Sejujurnya dia mulai tidak nyaman ditatap seperti itu. Mata Nadia seakan-akan sedang mengintimidasinya.
"Kamu pasti tahu tujuan saya datang ke sini, kan? Saya rasa, Andi sudah menceritakannya."
"Ya, saya tahu. Tapi, saya yakin Mbak nggak akan membeli kucing dalam karung, kan?"
"Ya, tentu saja!" balas perempuan itu dengan lantang. Kedua tangannya terlipat di dada. Mata cokelatnya masih memandang Fyan. "Umur kamu berapa?"
"Tahun ini saya umur 35."
"Berarti kamu udah sukses, ya?"
Fyan mengernyit. Dari mana orang ini menyimpulkan kalau dirinya sudah sukses? Ini saja belum ada satu jam duduk dan bicara. "Sukses dalam hal apa dulu, nih? Menurut Mbak, orang yang disebut "sukses" itu seperti apa?"
"Sukses itu yang karirnya bagus, penghasilannya besar, nggak punya utang di mana-mana. Saya tahu, lho, posisi kamu di sini apa dan gajinya berapa, ya, meskipun masih di bawah saya."
Usai mendengar kalimat terakhir, Fyan memaksakan diri untuk tersenyum. Tidak masalah. Memang kita tidak bisa mengontrol mulut manusia. Yang bisa dilakukan hanya mengontrol telinga dan hati sendiri. Anggap saja kalimat terakhir tadi bara api untuk menyemangatinya mencari uang segunung.
Fyan memandang wajah Nadia. Jujur dia justru penasaran dengan pemikiran perempuan ini. "Untuk bagian nggak punya utang itu saya setuju, sih. Tapi, yang lainnya saya masih heran, kenapa yang punya karir bagus dan penghasilan besar dianggap sukses?"
"Ya, karena orang-orang memandangnya seperti itu, kan? Kamu kalau nggak punya uang atau posisi di pekerjaan rendah pasti dipandang sebelah mata."
"Ya, berarti itu sukses menurut orang-orang, kan? Kalau menurut saya, sukses itu ketika orang tersebut nggak punya jabatan tinggi atau nggak berhasil mencapai impiannya, tetapi dia mau survive sampai akhir. Saya rasa hal tersebut nggak bisa dikaitkan dengan uang. Kita nggak tahu di belakang mereka yang punya jabatan bagus dan penghasilan besar ini hidupnya bahagia apa nggak."
Nadia mengangkat satu alisnya. "Tapi, kalau nggak punya uang, nggak bisa melakukan apa-apa."
"Mbak benar. Nggak ada uang, kita nggak bisa makan. Tapi, kalau uang memang bisa menjadi jaminan kesuksesan orang, kenapa banyak keluarga yang berantakan padahal kaya? Kenapa banyak rumah tangga yang hancur padahal punya jabatan yang bagus?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Menembus Partisi - [END]
RomanceMengetahui adiknya mendapat kekerasan verbal dari ibu mertua, juga kasus perselingkuhan yang dialami kakaknya, membuat Fyan yakin tidak menikah seumur hidup adalah keputusan yang tepat. Hanya saja, ia malah terjebak dalam perasaan baru pada seorang...