Mengetahui adiknya mendapat kekerasan verbal dari ibu mertua, juga kasus perselingkuhan yang dialami kakaknya, membuat Fyan yakin tidak menikah seumur hidup adalah keputusan yang tepat. Hanya saja, ia malah terjebak dalam perasaan baru pada seorang...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kemarin, kantin rumah sakit menjadi tempat singgah Rianti dan Ahsan, ditemani cokelat panas. Ahsan-lah yang mengajak Rianti, bukan Rianti yang memintanya. Untung saja Rianti belum menyuruh Nurul menjemputnya. Perempuan itu juga urung menghubungi Fyan.
"Kamu habis jenguk orang sakit?" Ahsan yang memulai obrolan.
"Iya, Dok. Mama saya yang sakit."
"Gimana kabar kamu? Di Semarang lancar, kan?"
"Alhamdulillah, saya baik dan lancar di sana," jawab Rianti.
"Oh, iya. Saya mau ngucapin selamat karena kamu udah jadi mualaf sekarang."
Mata Rianti berkedip setelah mendengar ucapan itu. "Dokter tahu dari siapa?"
"Harusnya kamu nggak perlu tanya saya tahu dari siapa."
Rianti bungkam. Yang tahu dirinya masuk Islam adalah Fyan. Mungkin lelaki itu yang memberitahu ke Ahsan.
"Fyan sama Ryan memang saudara kembar, tapi punya kebiasaan dan sifat yang berbeda. Waktu SMP, mama sama papa tiba-tiba dipanggil ke sekolah. Mereka kira Ryan yang buat masalah, tapi setelah ketemu kepala sekolah mereka kaget ternyata Fyan yang bermasalah."
"Mas Fyan berantem di sekolah, kah?" Meskipun sempat bingung saat Ahsan tiba-tiba bercerita, Rianti malah melontarkan pertanyaan itu. Ia mulai penasaran.
"Bukan. Kepala sekolah bilang kalau Fyan nggak bisa dapat nilai sempurna di semua mata pelajaran wajib, tapi di pelajaran seni dia paling bersinar."
Alis Rianti menyatu. "Harusnya kepala sekolahnya bangga, dong, dengan pencapaian itu? Kalau di mata pelajaran wajib, kan, bisa dikejar dengan remidi?"
"Memang harusnya nggak masalah, tapi yang bikin kepala sekolahnya ini nggak senang adalah Fyan pernah ngasih kritik ke guru salah satu mata pelajaran dan guru tersebut tidak terima. Sejak saat itu Fyan jadi malas datang setiap pelajaran beliau. Ternyata berpengaruh ke pelajaran lain. Guru di mata pelajaran lain jadi nggak suka sama Fyan gara-gara guru itu."
"Terus mereka ngasih saran apa di pertemuan itu, Dok?"
"Wali kelasnya pengen Fyan lebih menjaga sikap ke guru-guru, tapi mama justru langsung minta Fyan dipindahkan sekolahnya."
"Alasannya apa, Dok?" tanya Rianti dengan dahi berkerut.
"Mama ngerasa lingkungan di sana nggak cocok sama Fyan. Sejak di sekolah itu, mama ngeliat Fyan kurang semangat belajarnya, jadi gampang ngeluh nggak bisa dan nggak suka. Dan, insting mama bener-bener terbukti. Di sekolah baru, Fyan bener-bener berkembang, jadi ketua OSIS, guru-guru juga mendukung, nilai mata pelajaran wajib dan kesenian juga seimbang, walaupun sebulan di sana Fyan ngeluh terus karena itu pertama kalinya dia pisah sama Ryan. Di sekolah yang lama, Fyan itu kalo ke mana-mana selalu sama Ryan. Tapi, waktu itu, meskipun Ryan juga minta dipindahkan, mama nggak kasih karena itu termasuk pelajaran buat mereka biar nggak saling ketergantungan."