Mengetahui adiknya mendapat kekerasan verbal dari ibu mertua, juga kasus perselingkuhan yang dialami kakaknya, membuat Fyan yakin tidak menikah seumur hidup adalah keputusan yang tepat. Hanya saja, ia malah terjebak dalam perasaan baru pada seorang...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lagi-lagi Fyan pulang lebih awal dari biasanya, padahal makan malamnya masih lama. Justru sekarang dirinya menceburkan diri ke jurang sebab di dapur sudah ada Nuri dan Ryan yang membantu Ratna menyiapkan bahan untuk bakar-bakaran nanti malam.
"Ciee yang mau ketemu tetangga sebelah. Pulang cepet, nih." Ryan mulai menggoda saudaranya.
Fyan tidak menggubris. Lelaki itu fokus menekan tombol air dingin pada dispenser. Sementara itu, di belakang, Ryan dan Nuri saling bersiul. Ratna pun tidak menegur mereka, malah senang. Kapan lagi melihat Fyan salah tingkah karena perempuan?
Bulan mulai menggantikan tugas matahari. Masih ada sisa-sisa warna jingga di langit. Hartanto mulai memasang meja serta alat bakar di dekat gazebo. Rencananya nanti menyantap hasil bakar-bakaran di sana. Sementara itu, Ratna beristirahat. Wanita itu baru saja sembuh sehingga anggota keluarga yang lain tidak mau sampai kelelahan.
Ketika langit sudah gelap, Antonio dan seorang caregiver bernama Alex datang. Mereka disambut hangat oleh Hartanto dan Ratna.
"Terima kasih buat undangan makan malamnya, Pak Har. Saya senang sekali, walaupun nanti saya makannya nggak bisa sembarangan," ucap Antonio.
"Sama-sama, Pak Nio. Yang penting kehadiran kalian. Saya paham sekali. Saya nggak nyangka sebentar lagi kalian pindah. Rasanya baru sebentar kita ketemu."
"Iya, Pak. Karena rumah udah selesai dengan cepat berkat kerja keras anak Pak Har."
Hartanto tertawa, mulai melirik Fyan yang sedang membantu Ryan menyalakan arang. "Anak lanang saya yang satu itu emang selalu tepat waktu. Saya sekarang nggak bisa mengimbangi dia karena udah kakek-kakek."
"Ngomong-ngomong sudah ada perempuan yang diajak datang ke rumah? Dilihat-lihat, Fyan udah saatnya menikah."
Kini, giliran Ratna yang tersenyum menanggapi ucapan Antonio. "Belum ada, Pak. Anak itu masih pengen habisin masa mudanya."
"Kalau sama Rianti bagaimana? Saya rasa mereka berdua cocok. Sudah satu keyakinan juga."
Hartanto dan Ratna hanya tersenyum serta saling pandang, lalu menjawab, "Soal itu biar jadi urusan anak-anak kita saja, Pak. Kita sebagai orang tua maunya yang terbaik, tapi belum tentu anaknya punya perasaan yang sama dengan kita."
Sejak tadi, Fyan mendengar semua percakapan itu sebab jaraknya memang dekat. Lagi-lagi ia bersyukur orang tuanya sangat bijak. Terlihat sekali perubahan Antonio yang semula tidak menyukainya menjadi ingin menjodohkan anaknya. Mungkin karena kedekatannya dengan Rianti akhir-akhir ini menumbuhkan harapan besar di dalam hati Antonio.
Fyan tahu itu salah sebab dirinya belum bisa menjanjikan apa-apa. Kenyamanan yang Rianti tawarkan nyatanya belum cukup membuka gembok hatinya. Teringat dengan ucapan Rianti di mobil tadi pagi, Fyan masih harus banyak belajar. Ia tidak mau membawa ketakutannya ke dalam sebuah hubungan.