4. Dalam dua mansion

251 35 0
                                    

.

.

.

"Berlutut,sekarang."

Maka ketika Watanabe Satou mengeluarkan perintahnya yang terdengar seperti vonis hukuman mati, Watanabe Haruto tidak bisa berkata tidak. Usianya dua puluh lima tahun, dan 'vonis hukuman' sang ayah tetap sama menakutkannnya bagi Haruto di usia enam tahun. Satou menatapnya dingin, lebih dingin dari apapun dan sama dinginnya ketika ia mulai mengacaukan segala sesuatu yang sudah ditata oleh sang ayah.

Suara benturan bokken tettouboku dengan punggungnya memecah mansion Crescent, disaksikan seluruh pengawal dan sekretaris Watanabe Satou,dan juga sekretaris pribadinya—Mark Lee. Tidak lebih dari sebuah hukuman tersendiri melihat tuan muda Crescent dihukum dengan begitu kerasnya oleh sang tuan besar, tapi tak ada seorang-pun yang berani mengangkat tangan—meminta hukuman sang tuan muda diringankan. Meminta diringankan sama dengan meminta dua kali lebih kejam. Itu yang terpancang dalam kepala mereka saat ini.

Haruto mengeluarkan suara memekik tertahan tiap pedang kayu itu bersentuhan dengan fabrik kemejanya, membuat gesekan makin perih dengan punggungnya. Buku-buku jarinya terkepal diatas lutut,memutih—ujung bibir robek akibat terlalu kencang menahan suara rintihan sakit. Tapi inilah ia—Watanabe Haruto yang tiada ampun membuat masalah, dan Watanabe Satou yang tiada ampun memberi hukuman.

"Kau membuatku malu hari ini, Watanabe."

Satou berkata dengan dingin, entah sudah yang keberapa mengayunkan bokken pada punggung bungsunya. Jangan tanyakan ngilu suara yang tercipta. Sembilan belas tahun bersitahan terhadap sakitnya hukuman ini, malam ini tidak ada apa-apanya bagi Haruto, sungguh.

"Aku sudah menyiapkan segala sesuatu untukmu, dan kau mengacaukannya. Kau harusnya malu, Watanabe."

Tidak ada nada dalam ucapan itu, yang artinya Watanabe Satou teramat amarahnya. Orangtua mana yang tidak marah dengan kelakuan Watanabe Haruto yang sungguh diluar nalar malam ini? Satou biasanya cenderung tidak peduli terhadap apa yang dilakukan bungsunya, tapi tidak untuk hari ini—tatapan penghakiman orang-orang padanya membuat Alpha dominan yang berstatus sebagai seorang ayah itu muak, tidak boleh ada yang menatapnya seperti itu dan untuk kali ini, ia lampiaskan egonya yang terluka pada bungsunya.

Maka ketika kesadaran Haruto sudah semakin tipis, telinganya berdengung ngilu—suara lembut Ibunya memecah.

"Hentikan, Satou, TIDAK—HENTIKAN!" Hong Jisoo berteriak, tidak dengan keputusasaan, tapi dengan lantang menyuarakan untuk berhenti. Tangan lembutnya gemetar menangkis bokken dari punggung putranya.

"Tidak begini caranya, Satou."

Dentingan di mata rusa Hong Jisoo, juga suara bergetar yang entah berisi amarah atau takut—seketika menyadarkan Satou.Perlahan bokken dari kayu besi itu turun, tergeletak diatas lantai marmer. Entah bagaimana hal ajaib seperti itu selalu menyelamatkan Haruto—ibunya,lagi dan lagi tanpa bosan.

Haruto sudah samar-samar melihat wajah ayu ibunya, telinganya berdengung tak begitu jelas mendengar—tapi bisa rasakan tangan lembut Hong Jisoo meraih wajahnya,menepuk-nepuk pelan.

Satou tak lagi menatap pemandangan istri dan anaknya itu, berbalik pergi setelah sebelumnya bertitah pada Mark Lee.

"Bawa Haruto ke kamarnya,"

***


"Bagaimana pestamu malam ini sayang?"

Dalam satu waktu yang sama, hanya dipisahkan oleh jarak. Kim Junkyu tersenyum manja pada sang Mama yang menyambutnya pulang dari pesta Crescent, bergelayut di lengan Jeon Wonwoo.

"Luar biasa! Mama harusnya datang sih, eh jangan! Memang paling benar aku saja yang datang hehe,"

Kim Mingyu hanya mendengus dibelakang istri dan si sulung Aaralyn,"Junkyu menghabiskan persediaan manisan milik Crescent,sayang. Kalau aku tidak menggertaknya, dia juga tidak akan berhenti." Ujar si Alpha Kim, Junkyu cuma menjulurkan lidahnya jahil pada sang Papa.

Junkyu beralih pada si bontot Sunoo yang sedari tadi mengekor di belakang Mamanya, dengan plester penurun panas di dahinya—kasihan,Junkyu ingin tertawa tapi masih kasihan sedikit.

" Ya, kim Sunoo dengar—tadi kakak makan éclair rasanya enak sekali hmm seperti meleleh di mulut—"

"IH KAKAK!PAPA, KAKAK JAHIL LAGI!!"

Junkyu tertawa menggelegar menghindari cubitan di telinganya dari sang Papa, kebiasaan sekali Junkyu ini selalu menggoda si kembar—satunya lagi, Jungwon sedang tertidur di kamarnya jadi Junkyu tidak bisa menggodanya,kecuali kalau ia mau dihadiahi cubitan maut Sang Mama.

"Astaga Sunoo,dipelankan suaranya okay? Jungwon baru saja tidur!"

Omelan dari Jeon Wonwoo yang terakhir Junkyu dengar sebelum ia masuk ke kamarnya yang bernuansa biru lembut. Meregangkan sendi-sendinya yang terasa sedikit tegang, Junkyu langsung naik ke kasurnya—memandang langit-langit kamar.

Ia tiba-tiba teringat hal tidak senonoh yang tanpa sengaja dilihatnya tadi—Junkyu buru-buru menepuk pipinya yang merah,

"Astaga apasih yang kupikirkan?" ia terkekeh sendiri, berguling kesamping ketika pikiran aneh itu mampir lagi.

"Tapi tadi siapa?Haruto?bukannya itu nama putra bungsu Tuan Watanabe?"

Setelah Junkyu ingat-ingat kembali, Watanabe Satou sempat menyebutkan tentang Watanabe Haruto—nama yang sama seperti yang perempuan bergaun merah tadi desahkan.Astaga kalau begitu,berarti perkiraannya benar? Alpha yang tadi ia pergoki bercumbu adalah—

"Watanabe Haruto?"

.

.

.



















Halooo!

Apakah ada yang masih ingat cerita ini?astaga aku baru ingat terakhir kali aku update itu empat bulan lalu apa ya?? gatau deh, aku kerasa bersalah dikit sudah meninggalkan kalian huhu:((

Karena itu nih aku update Manille, buat senandika,sama 10:09 ditunggu aja dulu yaa!

• Manille • HarukyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang