20. Paris

179 27 8
                                    


.

.

.

Hari kedua mereka di Paris, Haruto bangun dengan aroma roti panggang dan butter semerbak, ia masih berbaring di kasur kamarnya—dan Junkyu secara teknis—di mansion pasangan Kim ketika Junkyu muncul dari balik pintu.

"Oh?kau sudah bangun, masih pusing?"

Tanya si Manis,pasalnya semalam Haruto masih mengeluhkan kepalanya yang sakit akibat dari jetlag. Haruto hanya menggumam entah apa artinya,kemudian bangkit duduk di tepi kasur dengan rambut mencuat. Junkyu hanya terkikik sembari berlalu membuka jendela kamar, biarkan sinar matahari pagi masuk.

"Segera turun, kak Gguk dan aku sudah membuat sarapan."

Lima belas menit kemudian Haruto turun dari kamar dengan pakaian santainya,disambut dengan tawa anak kecil juga suara nyaring Kim Taehyung. Ia menarik kursi meja makan dengan begitu santai seakan ada di rumahnya sendiri—bahkan ia tak pernah merasa sesantai ini sebelumnya—fokusnya malah tertuju pada anak kecil yang berlarian dengan popoknya mengitari penjuru mansion,

"Kim Yeonjun! Pakai dulu celananya! Astaga—"

Itu suara Taehyung yang setengah frustasi mengejar anak kecil berumur sekitar 3 tahun, yang memiliki paras seperti hyung-nya itu versi kecil.

"Yeonjun-ah pakai baju dulu sayang,malu dilihat Ruto hyung!"dan sudah pasti akan ada seorang Ibu yang mengomel, Jeon Jeongguk letakkan sepiring French toast dengan potongan stroberi di depan Haruto.

"Kau pasti bosan dengan makanan korea, jadi sarapan ini dulu saja ya?"

Haruto tertawa sembari mengambil alat makan,"Aniyo,Kak Gguk. Aku makan apa saja,"

"Oh benarkah?kata Junkyu kau harus sarapan dengan makanan berat,"

Mampus.

Haruto melirik dengan gugup pada Junkyu yang berdiri di belakang Jeongguk,si manis itu melotot sambil mengangguk dengan bibir komat-kamit berusaha memberi kode. Selanjutnya yang ada tawa kaku keluar dari Si Watanabe yang lupa skenario,

"Ah,iya—aku biasa makan berat,tapi aku tidak pilih-pilih makanan,Kak Gguk."

Jeongguk menghela napas lega, "Baiklah, lagipula kami akan mengajak kalian berkeliling hari ini mumpung aku sedang libur. Pastikan untuk sisakan ruang di perutmu,"

"Njunie tidak diajak,Mama?"

Si kecil putra Jeon Jeongguk dan Kim Taehyung itu bertanya dengan polos. Ia sudah memakai celana dan tengah memeluk leher sang Papa dalam gendongan,

"Tidak! Anak yang tidak mau pakai baju hari ini tidak boleh ikut,"

Haruto yang sibuk menelan sarapannya hanya tersenyum melihat Junkyu menggoda sepupu kecilnya itu dengan raut wajah serius, sepanjang yang ia tahu Junkyu memang sedikit usil pada kedua adik kembarnya Sunoo dan Jungwon.

Bibir kecil itu melengkung kebawah,dan pada hitungan ketiga—

"HUEE MAMA!YEONJUNIE MAU IKUT!"

"Yaak KIM JUNKYU!"

***

Seumur hidupnya, Kim Junkyu hanya sekali-kali melancong ke luar negeri. Terakhir kali ia ikut orangtuanya ke Jepang untuk urusan bisnis, dan itu tidak begitu lama. Junkyu pikir hidupnya akan sesempit Kota Seoul, dan Mansion Aaralyn—tapi ternyata tidak. Setidaknya itu yang ia pikirkan hingga kakinya menginjak tanah Perancis.

Junkyu terbiasa antusias dengan sesuatu yang baru, baginya Paris adalah sesuatu yang sangat baru di awal kehidupannya setelah menikah dengan seorang Watanabe Haruto.Senyum di bibir ranumnya mengembang kala ia menurunkan jendela mobil Taehyung, musim semi sudah datang membawa angin yang sedikit dingin menggelitik ujung hidung Kim Junkyu.

Hari ini pasangan Kim membawa Junkyu dan Haruto—plus Yeonjun yang tengah duduk tenang di pangkuan sang ibu—untuk berkeliling Kota Paris sekalian makan malam. Maka Junkyu tidak bisa lebih setuju dari itu.

"Naikkan jendelanya,Junkyu."

Haruto berkata pelan, Junkyu hanya menoleh sekilas pada sang bungsu Watanabe.

"Shireo," lalu kembali menikmati udara sedikit dingin yang membuat berantakan rambut cokelatnya,tanpa tahu Haruto berdecak lalu dengan tangan panjangnya menekan tombol disisi dalam pintu untuk naikkan jendela.

Junkyu jelas terpekik kaget."Yya!Kenapa ditutup—"

Haruto tak menjawab dan malah menutup hidung merah Junkyu dengan tisu yang telah dilipat,"Lupa kalau kau sensitive dengan udara dingin,sayang?"

Seseorang tolong tampar Junkyu sekarang. Akhir-akhir ini Haruto dan Junkyu menjalankan peran dan sandiwara mereka dengan baik sekali, sangat baik terutama si Tuan Watanabe ini yang lihai sekali berlagak seperti sedang jatuh cinta dengan Junkyu. Tapi—tetap saja,Junkyu masih sedikit terkejut dengan sentuhan-sentuhan kecil yang Haruto berikan.

Junkyu mengerjapkan mata cantiknya, lalu berdeham seakan wajahnya tidak bersemu merah padahal Jeon Jeongguk diam-diam melirik pasangan bulan madu di seat belakang dengan senyuman menggoda.

***

"AA CANTIK SEKALI!"

Junkyu memekik kencang melihat hasil jepretan di ponselnya. Langit Paris perlahan gelap dan satu per satu lampu kuning dan putih pancarkan bias cahayanya—City of Light yang sesungguhnya,memanjakan mata. Mobil Taehyung-hyung diparkirkan di pinggir jalan sekitar Rue De Montessuy. Kemudian mereka berjalan santai disekitar Avenue la Bourdannais—kawasan sekitar menara Eiffel yang bebas dari kendaraan bermotor.

Mata cokelat almond itu mengerjap kagum berkali-kali, melewati beberapa kafe yang terasa hangat di tengah malam musim semi, kadang langkahnya melambat ketika melewati toko souvenir lucu hingga Haruto harus menarik si Manis agar tidak tertinggal. Orang-orang datang dengan setelan musim semi mereka, bergandengan sembari tertawa—satu dua datang dengan keluarga.

"Papa turun!Papa njunie mau turun!"

Suara lucu Yeonjun—putra Kim Taehyung dan Jeon Jeongguk—mengalihkan perhatian Junkyu.Pasangan Kim itu memegang tangan Yeonjun di kanan dan kiri kemudian berjalan—sesekali mengayunkan genggaman tangan mereka pada genggaman kecil Yeonjun. Junkyu dalam diam perhatikan itu semua,perhatikan lamat-lamat tawa Taehyung juga Jeongguk melihat jagoan kecil mereka.

Pemandangan yang entah kenapa membuat satu bagian hatinya bertanya.

Akankah ia akan mendapatkan hal serupa?di pernikahan ini?

Sebuah pernikahan yang bahkan ia jalani untuk selamatkan keluarganya.

Akankah—?

Terperanjat.

Junkyu tersentak kaget ketika sebuah tangan hangat raih jemarinya yang pucat dan dingin, ketika ia mendongak—Haruto yang menjadi empunya kehangatan itu."Kenapa melamun?"

Si Manis menggeleng, tersenyum manis—berusaha tidak merusak senyum yang sudah ia pertahankan dari tadi ketika melihat Eiffel dari dekat."Tidak ada,"

Selanjutnya tanpa di duga Haruto simpan genggaman tangan mereka dalam saku coat hitamnya."Ayo,"

Tolong jangan bilang Junkyu kalau telinganya sudah semerah apa.


YUUUUK KOMEN KOMEN YANG BANYAK biar aku berjuang melawan tidak-mood-menulis-era:))

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

YUUUUK KOMEN KOMEN YANG BANYAK biar aku berjuang melawan tidak-mood-menulis-era:))

• Manille • HarukyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang