.
.
.
.
Hari itu berlalu seperti hari-hari lainnya.
Setidaknya begitu yang berusaha Junkyu percayai. Ia pulang membawa belanjaan, memasak kari jepang yang Haruto ingin makan, dan menunggu Haruto pulang tanpa banyak bersuara. Haruto-pun begitu, mereka makan berdua seperti biasa sembari mengobrolkan situasi kantor, menonton drama atau berita—duduk yang terlalu dekat, tapi terlalu...diam.
Malam yang mulai dingin itu—saat Haruto terlelap dengan napas teratur, Junkyu berbaring menatapnya. Memandangi wajah sang Alpha, seolah mengeja satu per satu pahatan rupawan itu dimana ia temukan kembali malam-malam yang telah mereka lalui. Tangannya yang gemetar bergerak rapikan rambut Haruto yang mulai panjang—lembut, kemudian berhenti—Junkyu sadar, ia mengingat wajah seseorang lain.
Dan itu membuatnya ingin menangis entah kenapa. Junkyu tak mengerti, sungguh.
***
Beberapa hari kemudian, Kim Junkyu kembali ke supermarket yang sama. Isi lemari pendingin mereka di apartemen kosong setelah Mark Lee datang menghabiskan isi kulkas. Junkyu berdiri di lorong rak makanan kaleng, tangannya meraih kaleng daging spam—masukkan dalam trolli belanja tanpa bandingkan dengan harga daging spam lainnya seperti biasa.
Dan untuk beberapa sekon, ia berhenti.
Aroma itu muncul lagi.
Bukan dari belakang, tapi dari sisi kirinya. Sangat dekat. Dan sebelum ia bisa berpaling, suara itu terdengar. Rendah dan halus, namun buat pundak Kim Junkyu menegang.
"Kita bertemu lagi, ya."
Junkyu menoleh. Pria ini...Pria yang sama, dengan coat abu-abu muda hari ini, dan kacamata tipis yang bertengger apik di hidungnya yang bangir. Tangannya membawa dua botol air mineral dan satu pak cemilan. Pria itu tersenyum kecil, hangat.
Dan Junkyu tidak dapat menjawab. Ia tidak tahu harus berkata apa.
Pria dengan kacamata itu menambahkan, "Aku tak mengerti ini kebetulan atau tidak,"
Dan anehnya, yang pria itu ucapkan tidak terdengar seperti menggoda, pun tidak terdengar licik. Hanya jujur—Junkyu tahu itu, ia menelan ludah kasar.
"Maaf...waktu itu..." berhenti, nadanya kecil, tidak yakin—Junkyu tak mampu meneruskan kalimatnya, tangannya tanpa sadar menggenggam erat dorongan trolli.
Pria itu tersenyum tenang. "Tidak masalah—aku pun terkejut. Tapi entah kenapa, rasanya aku seperti pernah mengenalmu." Ujarnya,
Junkyu tak tahu harus bereaksi seperti apa. Jantungnya berdetak kencang—bukan karena kagum. Namun karena bingung, panik dalam diam. Pria itu menunduk sopan sedikit, dan pamit pergi setelah berkata.
"Kalau kita bertemu kembali ketiga kalinya...aku kira itu sudah bukan kebetulan."
Punggung tegap itu berjalan pergi. Junkyu termangu, tangannya terkepal keras—dunianya baru berjalan dengan baik, sangat baik bersama Haruto.
Dan yang paling menyesakkan—bukan karena pria itu muncul.
Tapi karena Junkyu tidak bisa membencinya.
Dan lebih dari itu—karena ia tidak tahu apakah dirinya ingin bertemu lagi...atau tidak.
*
Hari Minggu, cuaca terlalu cerah untuk perasaan yang rumit.
Junkyu duduk di bangku taman yang tidak terlalu jauh dari sebuah toko roti kecil, menyantap potongan croissant yang terasa hambar—mengunyah dengan lambat, sesekali menarik napas dalam. Ia keluar apartemen setelah memutuskan bahwa ia butuh udara segar sebentar. Haruto masih dalam perjalanan bisnis bersama sang Ayah, Tuan Watanabe Satou, dan kemungkinan akan pulang hari ini—ya, Haruto menghubunginya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
• Manille • Harukyu
FanfictionManille;membelenggu Hanya sebuah kisah tentang Watanabe Haruto,putra klan Crescent,dengan ambisinya dan Kim Junkyu,sang mawar dari klan Aaralyn,dengan segala garis nasib yang membelenggunya.Tentang sang Alpha dan sang Omega,tentang cinta,takdir,rasa...
