32. The Night

279 33 3
                                        

.

.

.

.

Matahari tenggelam di Seoul hari itu tampak cantik, sangat cantik.

Sungguh berlawanan dengan perasaan Junkyu setelah sambungan telepon dari Mum Jisoo ia matikan, tangannya menggenggam erat ponsel. Dadanya terasa sesak, entah sesak oleh euforia karena akhirnya Haruto siuman, atau sesak karena yang lain... Junkyu tak mengerti dirinya.

Harusnya hatiku lega'kan? Berlari di koridor rumah sakit, lalu memeluknya dengan penuh syukur.

Tapi tidak, tidak sama sekali. Pikirannya berkecamuk. Ada kekosongan di hatinya dan sebuah perasaan aneh yang sulit dijelaskan. Haruto siuman setelah melewati masa kritis, itu tentu suatu hal yang sangat bagus, dan layak untuk disyukuri. Tapi Junkyu tidak menemukan perasaan itu, dan itu membuatnya bertanya-tanya. Ada apa sebenarnya dengan dirinya?

Junkyu paksa dirinya untuk berdiri dari sofa, seret langkah menuju kamar. Pakaian rumah ia ganti dengan sebuah sweater abu-abu dan celana yang nyaman. Omega Aaralyn itu tatap pantulannya di cermin besar, perhatikan seraut wajah dengan tatapan kosong itu. Di kepalanya terputar bayangan tawa Haruto, ekspresi tengilnya dan juga terakhir Junkyu melihatnya berlumuran darah—dan kemudian air mata jatuh tanpa peringatan.

Ia tertawa kecil namun miris,

"Dasar cengeng, kau kenapa menangis lagi Kim Junkyu?" gumamnya pada dirinya sendiri, Junkyu hapus kasar air matanya, namun bukannya berhenti tangis itu—malah bertambah deras.

"Ya...dasar bodoh, sudah kubilang berhenti menangis Kim Junkyu—" satu isakan lolos dari bibirnya yang bergetar, tanpa ditahan lagi Kim Junkyu meluruh. Ia terduduk di pinggir ranjang, tangannya memukul-mukul dadanya yang sesak.

"Haruto—"

Bibir itu berucap lirih, sementara isakannya makin keras."Bagaimana...bagaimana aku bisa menatapnya tanpa rasa bersalah? Bagaimana bisa aku tertidur sedangkan ia ada di ambang hidup atau mati? Harusnya kau malu, Kim Junkyu—"

Ya, di permulaan malam hari itu Junkyu sambut dengan sebuah tangisan keras, tangisi sesak di dadanya yang tak kunjung hilang,tangisi segala yang terjadi di hidupnya—dan juga, tangisi Watanabe Haruto.

***

Pukul sebelas malam.

Langkah kaki jenjangnya sampai di depan pintu, kemudian dengan perlahan ia geser pintu kamar itu, berjalan masuk dan dapati sang alpha tengah tertidur. Kim Junkyu butuh berlapis-lapis keyakinan untuk mengantarkannya sampai di rumah sakit tempat Haruto dirawat. Ia duduk di sebelah ranjang Haruto, lalu menyalakan ponselnya. Sedikit merasa bersalah karena beberapa saat lalu ia sengaja matikan ponsel, dan Junkyu cukup terkejut melihat banyak pesan juga panggilan dari orang-orang terdekatnya.

Ia juga telah membuat orang-orang terkasihnya cemas.

"Akhirnya kau datang,"

Junkyu mengangkat kepalanya, mendapati Haruto tengah menatapnya dengan sebuah senyuman tipis. Kim Junkyu berdeham kecil mengembalikan suaranya yang tercekat,

"Bagaimana perasaanmu?" tanya Junkyu dengan tenang, mencoba sembunyikan air matanya yang sedikit lagi muncul di ujung mata. Haruto terkekeh ringan,

"Rasanya seperti ditabrak truk tronton—oh tunggu, itu benar-benar terjadi." Seloroh pria Watanabe dengan begitu santai, tak tahu saja bahwa Kim Junkyu berusaha setengah mati untuk tidak menangis di hadapan pria yang ia cemaskan. Sang Omega Aaralyn mengepalkan tangannya yang gemetar,

"K-kau benar-benar—"

"Bagaimana denganmu?"

Sela Haruto dengan nada lembut, dan Kim Junkyu sudah tak dapat lagi tahan airmatanya. Ia dengan cepat berdiri untuk pergi dari sana akan tetapi Haruto lebih dulu menyambar lengannya. Terduduk. Mata legam yang tajam itu meneliti wajah sang omega yang beberapa hari ini tak ia jumpai.

"Bagaimana denganmu? Apa kau telah mengkonfirmasi restorannya kalau kita dan Mummy tidak jadi kesana?"

"K-kau—"

"Maafkan aku, lain kali kita bisa ke restoran itu lagi kalau kau mau." Lagi dan lagi, Haruto menyela ucapannya dengan begitu lembut, hingga Junkyu tidak bisa tahan mata cantiknya untuk mendanau perlahan. Haruto hanya tersenyum tipis, tangan besarnya usap halus pipi gembil Junkyu yang telah basah.

"Siapa yang membuatmu menangis hingga seperti ini, hm? Akan aku pukul kepalanya dengan tiang infus."

Kau, Watanabe Haruto. Kau adalah alasan Kim Junkyu menangis begitu keras.

Haruto meneliti tiap senti wajah ayunya,"Maafkan aku, kau pasti sangat cemas... dan takut."

Ujar sang Alpha, Kim Junkyu menggeleng cepat.Dengan terbata-bata di tengah isakannya ia menjawab.

"Kenapa...kenapa kau harus melindungiku hingga seperti ini?—"

Junkyu menunduk, air matanya jatuh basahi tangannya yang Haruto genggam erat. Haruto bisa saja membuangnya, Haruto bisa saja melemparkannya ke dalam tipu daya Cho Seungyoun demi keselamatannya sendiri dan kehormatan klannya—akan tetapi tidak. Dan atas semua fakta itu, bagaimana Junkyu bisa tatap mata legam itu lagi tanpa rasa bersalah? Ia tidak tahu, sungguh.

"Karena kau bagian dariku sekarang," jawabnya lembut namun pasti, "bukan hanya karena pernikahan ini, tapi karena aku peduli padamu, lebih dari yang pernah kau bayangkan."

Haruto menghembuskan napas berat,

"Junkyu-ya, berhenti merasa bersalah. Kau lihat? Aku sudah bisa banyak bicara, aku baik-baik saja bukan? coba lihat aku," Junkyu dengan hidung merah mengangkat kepalanya untuk menatap Haruto, sang Pria Alpha tertawa—mencubit hidung bangir Junkyu main-main. Haruto akhirnya mendekap Junkyu, rasakan bagaimana punggung itu begitu rapuh.

"Sangat menyakitkan melihatmu menghukum dirimu sendiri, oleh karena itu bisa kau berhenti? Jika kau tidak bisa melakukannya untukku, lakukanlah untuk dirimu sendiri—untuk keluargamu, untuk orang-orang yang kau cintai." Ucap Haruto, ia lepas perlahan pelukannya. Memastikan Junkyu telah tenang dari tangisnya. Tangannya yang tertancap infus mengusap sisa-sisa air mata, merapikan rambut Junkyu yang menempel di dahi.

"Mau menonton film? Ada film baru di Netflix—kita belum menontonnya."

Entah sejak kapan Kim Junkyu berbaring diatas ranjang rumah sakit, disebelah Haruto—dengan perlahan matanya yang lelah terpejam, ditemani feromon Haruto yang hangat seperti rempah-rempah dengan sentuhan aroma mint yang lembut. Junkyu merasakan alisnya diusap lembut, dan perlahan ia mengantuk.

"Tidurlah, aku temani disini."

Dan Kim Junkyu mendapat mimpi baiknya lagi malam itu.









.

.

.



Disarankan bacanya sambil dengerin Lagunya Eric Nam, judulnya 'The Night' (ini OST nya drakor Encounter hihi).

Kasih banyak cinta yaaaa untuk Harukyu disini, makasiiii all mwahhh

• Manille • HarukyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang