Part 15

222 35 3
                                    

Nyaman, Loila enggan membuka mata merasakan suasana yang jauh berbeda dari keadaan sebelumnya. Tidak kedinginan, tidak kepanasan, debu pun tidak ia rasakan. Berguling ke samping, empuk dan wangi. Apa dia sudah berada di surga? Maka ia buka mata, menoleh ke sana ke mari memindai lingkungan tempat ia berada.

"Hah?" Ia cengok. Ini bukan di surga, tetapi kamar yang ia tempati ketika pertama kali datang sebab diculik. Ya, dia masih berada di rumah Aciel.

"Kenapa aku di sini?"

Loila lebih merasa wajar berada di akhirat dari pada di kamar ini. Bagaimana tidak? Ia ingat maksud Aciel menculiknya juga perketat paman di sel. Oh, mungkin dia sekarang tengah bermimpi. Tidak! Ini nyata.

"Detektif, Detektif," Loila memanggil.

Tidak ada respon, bagus sekali. Mungkin dia memeiliki kesempatan melarikan. Baru menurunkan kaki ke lantai, pergerakan Loila terhenti. Ia lihat tangannya yang tertanam jarum infus. "Arg." Loila meringis mencabut jarum, darah sedikit keluar.

Selanjutnya dia berhasil turun dari ranjang, tidak peduli dengan kondisi tubuh yang masih lemah. Beruntung keadaan sepi, tidak ada siapa pun dan Loila masih harus mencari tangga untuk turun.

Tiba-tiba ....

"Gadis itu sudah bangun enggak, ya?"

"Nanti saja kita cek, terlebih dahulu kita buka gorden di lantai ini."

Loila mendengar percakapan yang mungkin pelayan, dari arah kenan pertigaan koridor. Sontak dia panik, pilihan yang terpikir olehnya ialah masuk ke salah satu ruangan yang ada.

Bernapas lega menyandarkan diri di belakang pintu. Ia berhasil bersembunyi, sementara dua pelayan akan melewati jalur koridor yang dilalui oleh Loila.

"Ruangan apa ini?"

Loila menghidupkan lampu--saklarnya terlihat di samping pintu--berbalik badan lalu kaki sontak lemas tak mampu menopang tubuh. "I-ini ...."

Ruangan yang Loila masuki adalah ruangan yang memiliki banyak toples bening tersusun rapi di antara sekeliling dinding yang sengaja dibuat oleh rak. Bukan para toples yang membuat Loila lemas, tetapi isi dari toples itu. Mata jingga mengapung di dalamnya, masing-masing satu toples terisi satu pasang mata yang sama seperti mata Loila.

Dari pantulan toples itu Loila dapat melihat dirinya, panik semakin menjadi. Rambut palsunya entah ke mana, terlebih dia tidak memakai soflen.

"Mampus! Dia pasti akan mencabut mataku jika-"

Kemudian Loila merasakan pintu yang terbuka, dia langsung mencari jarak lalu memejamkan mata tak sempat bersembunyi.

"Apa yang kamu lakukan di sini?"

Suara itu, suara si detektif. Loila semalam memejamkan mata erat.

"A-aku-"

"Mau kabur?"

Kepala Loila menunduk. Entah bagaimana ekspresi detektif sekarang, Loila tidak tahu. Namun ia rasakan surainya disentuh, Loila semakin membeku.

"Rambut ini asli?" tanyanya.

"Tidak, aku mewarnainya."

"Begitu, ya? Sepertinya aku terlalu berharap."

Entah kenapa suara itu terdengar seakan kecewa.

"Apa maksudmu?"

"Tidak ada apa-apa. Dan ... kenapa kamu terpejam?" Aciel menyipit penuh selidik akan gelagat Loila yang panik, setelah itu ia tertawa. "Oh pasti karena melihat mata-mata ini, ya? Tenang saja, aku tidak tertarik dengan matamu."

Lentera MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang