Dua hari menjelang hari hari H, ketegangan semakin menekan Loila. Bergerak resah hingga tidak mengantar barang belakang hari ini. Dan ... tersadar sesuatu, rasanya Loila tidak ada melihat Acil dari semalam. Laki-laki itu biasa akan muncul membawa makanan dari kantin, menemani Loila duduk di tempat ia duduk sekarang.
Loila membuka sedikit pintu kamar. "Gress, kamu ada lihat Acil?"
"Enggak," sahut Gress dari dalam.
Tibalah waktu yang telah ditentukan, sampai detik ini dia belum melihat Acil. Namun, dia melihat A duduk di bagian paling depan kursi istimewa. Pria itu mendapat undangan VIP. Loila ingin berpikir A tidak mengenali Loila, akan tetapi sesekali Loila sadari tatapan A mengara padanya. Atau hanya perasaan saja?
Loila bergantian keluar masuk dengan panitia lain. Giliran Lentera Malam setelah dua barang di depan telah terjual. Maka Loila pergi ke brangkas di belakang panggung, bodyguard di samping brangkas mengawasinya. Gugup ia tahan, tubuh tidak tahan untuk gemetar.
"Hei, ada apa?" tegur bodyguard.
"A-aku sedikit takut melihat bola mata telanjang seperti ini. Ah, sapu tanganku hilang. Kamu punya sapu tangan yang lain? Aku tidak bisa memegang benda ini sembarangan."
"Sebentar aku ambilkan."
Bodyguard hanya melangkah empat meter saja, tetapi cukup untuk Loila menukar mata. Ia keluarga bola mata dari toples, tangannya basah oleh cairan. Lalu mengganti dengan bola mata lain yang memakai soflen. Seharusnya jika dari jauh, tidak keliatan jika benda ini palsu--pola kecilnya tidak akan tampak.
Cepat-cepat Loila masukkan ke wadah baru, lebih kecil dalam bentuk bola kasti.
"Ini, ambil." Bodyguard datang.
"Terima kasih. Oh, iya satu lagi yang seharusnya berjaga mana?"
"Tiba-tiba dia sakit perut. Belum kembali sejak tadi."
Loila mengeluarkan bola kasti, memberikan pada bodyguard. Kemudian berpesan, "Jika dia kembali suruh berikan bola ini padanya."
Bodyguard mengernyit curiga, mengambil bola, mengontak-atik, tidak menemukan ruang sebagai pintu menyimpan barang. Keanehannya hanya pada berat. Setelah diguncang pun tidak ada hal aneh.
"Selanjutnya ...."
Giliran Loila, dia meninggalkan bodyguard, mau pakai cara apa pun dia tidak akan bisa menemukan pintu di bola itu. Hanya sidik jari Loila yang bisa membukanya.
Memegang toples kaca, Loila melangkah anggun. Ia buka tudung yang menutupi toples, lantas suara 'wah' nan panjang terdengar dari para penawar.
"Lentera Malam. Bola mata langka dari suku yang telah punah ...."
Loila mengepalkan tangan ketika MC menjelaskan. Menarik napas, menenangkan diri. Orang-orang mulai berebutan mengangkat papan nomor. A dan Bisma sama-sama menawar.
Tok Tok Tok
Palu dipukul, pemenang penawaran telah ditentukan. Semua mata pun tertuju pada pria di depan yang memegang papan nomor 08--dia adalah A.
"Selamat pada Tuan 08. Penawaran yang spektakuler."
Loila menoleh, A tampak tersenyum bangga.
Apa yang kamu banggakan? Mata ini palsu! Uang segitu banyak jadi sia-sia.
Sementara di belakang panggung, bodyguard lain datang, menerima bola kasti dari bodyguard yang sejak tadi berjaga. Tidak ada suara setelah itu, mereka saling diam sampai bodyguard itu kembali mengeluh sakit perut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Malam
Teen FictionBermula dari pertemuan ketika kecil berinteraksi manis, tumbuh dewasa saling tidak mengenal. Dalam gelap Aciel meraba mencari lentera untuk menerangi hidupnya, namun Loila sebagai lentera itu memadamkan apinya. Bagaimana kisah mereka? Yuk, langsun...