Mobil polisi berjejer membawa semua anggota kelompok penyalur menuju lapas. Semua barang yang ada diamankan serta tempat persembunyian akan segera dihancurkan.
Kepala Polisi, berdiri di samping A, bersedakap tangan di dada sembari memperhatikan orang-orang yang bergantian masuk ke dalam mobil satu persatu. Ada yang mencoba kabur, menangis, memohon, pamandanya yang menyedihkan namun melegakan.
"Hebat sekali kamu menemukan markas mereka," puji kepala polisi. Menepuk pundak A, menyiratkan senyum bangga. "Dan ...." Dia memandang toples mata yang dipegang oleh A, Lentera Malam yang asli.
"Kenapa?" A menjauhkan toples itu, menyembunyikan di belakang tubuh tanda polisi tidak bisa menyita yang satu itu.
"Organ itu lagi. Memang ada sejarah apa kamu dengan mata itu?"
"Bukan urusanmu."
"Aku tahu, A. Dulu aku yang menjemputmu selepas kamu diselamatkan Angkatan Laut--terombang-ambing di lautan. Bersama gadis yang memiliki mata seperti yang ada di dalam toples itu."
"Waktu itu jabatan Bapak masih kacungnya kantor."
"Kamu dulu juga hanya bocah sok pintar."
"Memang aku pintar."
A memuatar badan, melangkah pergi dengan sebelah tangan melambai tanpa menoleh. Para anggota A menunggu untuk pulang bersama. Ah, tidak. A naik mobil sendiri, menyuruh bawahannya untuk pulang duluan. Sementara A akan menjemput Loila dan Bisma di kota lain.
Sepanjang perjalanan, debar tidak sabar bergejolak hendak bertemu Loila sebagai Aciel. Mobilnya melesat laju melanggar rambu-rambu lalu lintas. Polisi penjaga lalu lintas hendak mengejar, namun dia kenal dengan plat mobil hitam pekat itu. Mungkin dia sedang mengejar buronan, pikir polisi. Menghubungi rekan di pos depan, dia meminta untuk menyiapkan jalan untuk A yang akan segera melintas dengan kecepatan penuh. Begitulah perjalanan A tanpa hambatan.
Sebelum jam makan siang A sudah sampai, menghubungi Loila namun Bisma yang menjawab.
"Kenapa Papa yang menjawab?" tanyanya.
Terdengar suara kekehan ringan Bisma.
"Aku ada di hotel X, kemarilah."
Kalau Bisma di sana berarti Loila berada di tempat yang sama.
Tak butuh waktu lama, Aciel sudah sampai di depan kamar hotel Bisma. Mengetuk pintu, berhadapan dengan pria tua. Mengintip ke dalam, Aciel mencari keberadaan Loila. Tidak ada sama sekali, pintu terbuka cukup lebar bagi mata Aciel untuk memindai.
"Mencari Loila?" tebak Bisma tepat sasaran. Semakin ia lebarkan pintu, mempersilahkan Aciel masuk. Kamar hotel biasa dengan berbagai macam bungkus jajan di atas meja.
"Loila di kamar sebelah?"
"Nanti saja bertemu dengan dia, temani pria tua ini menghabiskan waktu."
Bisma menuangkan minuman soda ke dalam gelas, mendorong gelas untuk diterima Aciel. Melihat Aciel menerima gelasnya, Bisma menyayangkan waktunya yang telah banyak terbuang percuma, juga masa lalu sebagai bajingan pemain wanita. Aciel berbeda, dia laki-laki setia terpaku pada satu wanita. Hal yang membuat Bisma bangga.
"Bagaimana kabar ibumu?"
"Hidup dengan layak dengan pria itu," jawab Aciel, tersenyum masam seolah ada hal tidak menyenangkan tentang ibunya.
"Kamu menaruh dendam?"
"Untuk apa?"
"Dia memilih merawat anak orang lain dari pada kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Malam
Teen FictionBermula dari pertemuan ketika kecil berinteraksi manis, tumbuh dewasa saling tidak mengenal. Dalam gelap Aciel meraba mencari lentera untuk menerangi hidupnya, namun Loila sebagai lentera itu memadamkan apinya. Bagaimana kisah mereka? Yuk, langsun...