Subuh, ketika langit sisi timur mendapatkan warna jingga dari matahari yang akan terbit, Loila sudah bangun. Keluar dari kamar, dia berjalan gontai membiarkan seuntai tali gaunnya melorot.
Tiba-tiba langkahnya berhenti, melihat cahaya lampu yang lebih terang keluar dari pintu yang terbuka sedikit. Itu ruangan mata dalam toples. Apa A ada di dalam? Jiwa penasaran bergejolak, melangkah pelan, mengintip dari celah pintu.
Mata membulat, sontak Loila membuka lebar pintu. "Dessy! Apa yang kamu lakukan?"
Serpihan kaca di lantai yang telah basah, bersama sembilan pasang mata tergeletak mengenaskan. Seluruh tubuh Dessy gemetar, dia bersimpuh di lantai tidak sanggup membayangkan seberapa marah Aciel nanti.
"Sa-sasa tolong aku. Aku ... a-aku tidak sengaja menjatuhkan toplesnya."
Loila mundur, menggelengkan kepala pelan. Tolong bagaimana? Dia tidak bisa menolong siapa pun. Hendak menutup pintu, Dessy merangkak cepat. Memeluk kaki Loila, mendongak dengan tatapan iba.
"Tidak bisa, kamu minta maaf saja sana sama A."
"Aku takut, Sa. Mata-mata itu adalah kesayangan A. Tapi kalau kamu yang mengakui, aku yakin-"
"Enggak! Aku enggak mau!"
"Sasa, aku mohon."
Terjadi tarik menarik. Dessy enggak melepaskan kaki Loila, sementara Loila menahan sakit sulit menyeimbangkan tubuh. Loila jatuh, barulah Dessy melepaskan kaki Loila. Ini kesempatan kabur, Loila merangkak hendak berdiri, tapi Dessy berdiri lebih dulu. Dessy tarik kau Loila dengan tenaganya yang cukup kuat, ia seret masuk ke dalam ruangan, lalu mengunci Loila di dalam sana.
"Dessy! Dessy!"
Loila menggedor-gedor pintu, sangat kesal. "Buka pintunya, Dessy!"
"Maaf, Sasa. Setidaknya Aciel tidak akan membunuhmu."
Lantas Dessy lari, ia cari kamar Aciel. Sebelum mengetuk pintu, Dessy membersihkan penampilan juga memperbaiki ekspresi.
Tok tok tok.
"Aciel, Aciel apa kamu sudah bangun?"
Sekali, dua kali, tiga kali, hingga panggilan yang keempat kali barulah pintu yang diketuk terbuka.
"Ada apa?" sahut Aciel parau.
"I-itu, aku melihat Sasa memecahkan toples matamu. Aku sudah menguncinya agar tidak kabur."
Seketika kantuk Aciel hilang, ia melangkah cepat dan diikuti oleh Dessy. Membuka pintu, memang ada Loila bersama koleksinya yang jatuh di lantai.
"A, bu-bukan aku."
Plak!
Tidak ingin mendengarkan, Loila ditampar. Sangat emosi, Aciel menarik rambut Loila, menyeretnya keluar tidak peduli dengan tangis rintihan Loila. Pelayan yang sudah bangun, melihat Aciel menyeret Loila menuruni anak tangga.
"Sakit! Bukan aku A. Dessy yang merusaknya."
Dessy yang berhenti di anak tangga paling atas berteriak, "Kenapa kamu menuduhku?! Inilah kenapa aku langsung melaporkan kamu!"
Aciel yang telah tertelan emosi mengabaikan percakapan dua orang itu walaupun dia dengar.
Brak!
Loila di lempar keluar. "Kamu cepat pergi, sebelum aku menyakitimu." Emosi Aciel tertahan, lantas dia membanting pintu.
Satu pasang saja susah mendapatkannya. Bagaimana jika 9 pasang yang rusak? Wajar Aciel sulit mengendalikan emosi. Wajah memerah, urat leher yang terlihat jelas. Aciel bersandar di belakang pintu, mengacak-acak rambut frustrasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Malam
Fiksi RemajaBermula dari pertemuan ketika kecil berinteraksi manis, tumbuh dewasa saling tidak mengenal. Dalam gelap Aciel meraba mencari lentera untuk menerangi hidupnya, namun Loila sebagai lentera itu memadamkan apinya. Bagaimana kisah mereka? Yuk, langsun...