Bunga matahari menutupi wajah Aciel yang terbaring di atas rerumputan hijau tepat di bawah pohon rindang. Semilir angin menggoda rambut, menikmati musim panas dengan memejamkan mata istirahat panjang. Sudah lama dia tidak bergerak, semenjak meneliti dompet milik seorang gadis yang ia temukan di tepi danau. Pun anggotanya, saking lenggangnya mereka tak jarang ada perkelahian sebab hal sepele.
"Kau tidur di bantalku, bau ences sialan!"
"Memang sejak awal bantalmu bau. Aku juga tidak sadar tidur di bantalmu."
"Jangan mengelak, aku tidak terima bantalku ditiduri orang lain. Dia adalah pacarku!"
Yang pusing atas pertikaian anggota adalah Ben. Bukan apa apa-apa, hanya memalukan saja kelompok Detektif A bertikai sebab masalah kecil. Kalau ada kesibukan mereka tidak akan memikirkan masalah sekecil itu.
Menghampiri Aciel, Ben duduk tepat di samping kepala pria itu. Napas Aciel ringan, beraturan dan teramat santai. Menyandarkan diri di batang pohon, Ben menaruh kedua tangan di belakang kepala sebagai sandaran. Ia tatap dedaunan yang menari-nari, di sela-selanya, cahaya matahari masuk menyilaukan mata. Sontak Ben terpejam menghindari silau pedih. Dia menunduk melihat bunga matahari yang besar, menjadi penghalang cahaya yang lolos dari dedaunan menari untuk melindungi mata Aciel.
"A, sampai kapan kita diam saja? Kenapa kamu menolak semua permintaan klien yang datang?"
Tidak ada pertanyaan atas pertanyaan Ben, namun Ben menyadari bibir Aciel terangkat membentuk seringaian yang tidak ia mengerti maksudnya apa.
Kupu-kupu malam tunggulah sampai aku dewasa... Mari kita bermain panas di taman bunga yang indah.
Kupu-kupu malam, aku menantikan momen kita bersama. Lekok bohay tubuhmu hanyut ke dalam mmimpiku....Suara Mezi terdengar, remaja itu berdiri di balkon menyanyikan lagu mengiringi pertikaian anggota lain yang tengah panas adu kepalan dan tendangan--bagai drum bagi Mezi yang suaranya semakin keras.
Ben memijat kepala. "Lihat? Bahkan Mezi telah menciptakan lagu baru ke tiga. Dia tidak akan mengcover dari penyanyi lain lagi. Luang sekali waktu kita."
"...."
"Kami tidak terbiasa menganggur, A. Terlalu luang membuat otak sebagian anggota kita miring. Terutama Mezi yang otaknya kotor gara-gara nonton film dewasa."
Tiba-tiba Aciel duduk, mengangkat tangan di depan muka--memegang bunganya--lantas tertawa kecil. "Aku ingin main sebentar menjelang hari pelelangan."
Hidung Ben kembang-kempis. Sekarang apa lagi yang direncanakan Aciel? Main menjelang pelelangan? Itu terdengar mencurigakan. Ben jadi takut. Pun anggota lain yang mendengar. Yang bertikai mematung dengan posisi pukulan dan tendanngan berada di tubuh satu-sama lain, Mezi berhenti bernyanyi di atas sana. Semua mata tertuju pada manusia yang tengah duduk di bawah pohon, dengan wajahnya yang tersenyum seram.
Dia mau apa? Pertanyaan yang sama di masing-masing benak.
***
"Sebulan lagi? Bukankah Paman Bisma bilang seminggu?" Gress memikul meja. Mereka yang ikut serta dalam pencurian barang lelang nanti tengah mengadakan rapat rahasia.
Coko, nama pria berbadan besar yang akan memimpin para anggota dalam misi besar nanti--nama yang diberi oleh neneknya sang pecinta coklat, juga kulitnya yang menyamai coklat batangan--dia duduk di atas kursi, mengangkang jantan.
"Sebelum menipu orang, tipulah dulu temanmu. Kita tidak tahu masing-masing individu dalam kelompok kita. Jadi waktu yang diumumkan Bisma tadi malam juga tipuan, sama seperti kabar burung trik pihak lelang."
Loila berganti posisi menyilangkan kaki, menyanggah dagu dengan siku di atas meja. Dia tengah bermimik serius. "Pasti ada tujuan kenapa kalian mengincar barang yang diinginkan Detektif A. Jelaskan pada kami, kami yang terjun ke lapangan harus tahu."
"Detektif A sangat tergila-gila dengan mata itu. Mungkin kita bisa membuat kesepakatan untuk tidak ikut campur urusan emas palsu yang masih belum kita pasarkan."
Loila kembali lagi bersuara, "Kenapa hanya Detektif A?"
"Sebentar lagi negara dan polisi berhasil mengumpulkan semua emas palsu yang dipasarkan. Mereka akan puas juga merasa dalam waktu dekat tidak ada emas palsu lain yang datang. Kesempatan itulah yang ingin kita gunakan."
Coko diam sesaat, dia memijat pangkal hidung. Jujur, dia tidak setuju bahwa dia yang akan memimpin turun ke lapangan. Kepalanya pernah dibotaki oleh A, disiram kopi panas oleh Ben, dikencingi oleh anggota termuda mereka si Mezi. Lantas Coko dilepaskan. A bilang dia hanya main-main sebentar. Main-main yang bikin trauma anak orang.
"Terus?" sambung salah satu dari 10 orang.
"Masalahnya Detektif A pasti akan berpikir berbeda, dia diam sekarang bukan berarti dia angkat tangan. Sifat alaminya adalah merasa paling pintar, dia akan memungut sisa yang tidak terlihat oleh polisi. Lalu datang mengejek mereka dengan gaya angkuh. Aku pernah dengan dia bilang, 'Habis makan pasti ada piring kotor. Aku akan mencuci piringnya.' Seram, 'kan?" Coko bergidik ngeri.
"Aku paham!" Suara Jino mengagetkan mereka, dia berdiri dengan kepalan yang daratkan di atas telapak tangan sendiri. "Istilahnya kita adalah piring kotor, dan A adalah pencuci piring handal. Tujuan utama kita adalah dengan memberi dia permen. Seperti sogokan, benar?"
"Sedikit. Tapi tujuannya bukan menyogok, tetapi membunuh dia. A yang bagai mimpi buruk bagi kita, harus dilenyapkan. Menggunakan mata jingga itu, kita buat penawan dengan dia, menentukan tempat yang tentu saja terpasang jebakan. Itu urusan yang lain, enggak usah dipikirkan. Tugas kita mencuri barang lelang, Lentera Malam."
"Lentera Malam?" gumam Loila.
"Nama mata itu. A yang memberi nama."
"Matamu indah, bagai lentera malam. Jangan takut dengan matamu sendiri, karena aku akan melindungimu."
"Mati lampu! Loila, buka matamu, aku membutuhkan lentera ... Bercanda, jangan merajuk ... Iya aku tahu, matamu tidak mengeluarkan leser."
"Lentera malam, kamu di mana? Lihat aku membawa novel baru untukmu."
"Eh? Matamu sakit? Apa minyak di lenteranya habis? Aku akan mengisinya dengan kebahagiaan, ahahah."
Bibir Loila terangkat tipis, ia ingat Aciel memberi umpamaan yang sama pada matanya. "Aciel dan A sepertinya memiliki permikiran yang sama," bergumam lebih kecil.
Orangnya juga sama, tolol. Gress menyahut dalam hati. Di samping Loila, tentu dia mendengar gumaman kecil gadis itu.
Pada waktu tengah hari, mereka bubar untuk urusan masing-masing--terutama urusan perut. Gress membawa makanan ke kamar, karena Loila bilang ingin di kamar saja.
"Kenapa murung begitu?" tutur Gress menaruh piring di tengah perbatasan antara wilayah mereka berdua.
"Mereka ingin membunuh A. Aku tidak nyaman mendengarnya."
"Jangan dipikirkan, memangnya kamu punya rasa sama dia?"
"Entahlah, aku juga tidak mengerti."
"Hemm...." Gress menyipit. Dia tidak khawatir kerena dia tahu tidak mungkin Bisma mencelakai anaknya, sementara pria itu sangat ingin mengobrol ayah dan anak.
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Malam
Teen FictionBermula dari pertemuan ketika kecil berinteraksi manis, tumbuh dewasa saling tidak mengenal. Dalam gelap Aciel meraba mencari lentera untuk menerangi hidupnya, namun Loila sebagai lentera itu memadamkan apinya. Bagaimana kisah mereka? Yuk, langsun...