Part 19

236 35 16
                                    

Hal pertama yang Loila lihat ketika membuka mata adalah Yusa. Wanita itu menyambut Loila dengan wajah lega dan haru. Mengabaikan suara Yusa, Loila melirik pelan hanya dengan pergerakan mata. Setelah itu kilas balik akan buaya yang menyerang membuat Loila menebak sendiri bahwa dia di ruang rawat inap rumah sakit.

'Aku tidak mati ternyata,' dia membatin.

Dokter akan datang sebentar lagi, itu yang dapat Loila tangkap dari ucapan Yusa yang terdengar samar. Sakit, Loila kembali memejamkan mata, mulai merasakan setiap bagian tubuhnya.

Entah apa yang dilakukan dokter atau ... perawat? Loila terlalu sibuk mencoba beradaptasi dengan rasa sakit. Ketika dia membuka mata lagi, dia tidak menemukan orang lain selain Yusa yang duduk di dekatnya. Ke mana orang yang datang tadi? Rasanya Loila baru memejamkan mata sebentar dan dia sudah hilang.

"Yusa?" gumamnya pelan.

"Iya. Apa ada yang Nona inginkan."

"Aku haus."

Yusa membantu Loila untuk minum air, setelah itu mengelap bagian tumpah di leher Loila.

"Berapa lama aku ...."

Yusa mengernyit, memahami arti pertanyaan Loila. "Ah, empat hari. Anda tidak sadar selama empat hari."

Loila berkedip pelan, tatapannya penuh penasaran. Namun dia merasa lemas untuk sekedar bertanya. Yusa gugup mendapat tatapan seperti itu dari mata Loila yang teramat cantik. Menyala seperti api, bersih dan jernih, binarnya seakan kilau air tenang di malam yang memantulkan cahaya bulan purnama.

'Pantas A mengkoleksi mata sepertimu, Nona. Sangat cantik,' batin Yusa, menenggak liur sendiri kasar.

Yusa sebagai sesama perempuan saja terpesona, pesona Loila dengan mata jingga sangat berbahaya. Dia bisa memancing orang untuk menculiknya hanya dengan kedipan mata.

"Ehem." Yusa salah tingkah. "Eng ... A sering datang mengunjungi Anda, Nona. Lihat bunga matahari di jendela sana, A setiap hari menggantinya."

Loila mengikuti arah telunjuk Yusa. Memang ada bunga matahari, tapi tampak agak layu. Berarti A belum menggantinya hari ini?

"Saya juga ada hadiah untuk Anda." Yusa merogoh tas di atas nakas. Taraaa. Soflen untuk Nona."

Loila tersenyum tipis, menghargai hadiah yang dibawa Yusa dengan penuh semangat.

"Kacamata Anda patah di kolam buaya. Jadi saya pikir membantu Nona menutup rahasia dengan soflen saja. Mau saya bantu pasangkan? Sebentar lagi A akan datang, bahaya jika dia melihat mata Nona."

"Iya," jawabnya setuju.

Tertutuplah pupil jingga Loila, dia melihat dirinya di cermin kecil yang dipegang oleh Yusa. Pupil hitam di matanya, Loila merasa asing sendiri padahal pernah juga ia pakai. Sebesar itu dampak dari mata jingga Loila.

Yusa seketika berdiri tegap sebab tiba-tiba pintu terbuka, Aciel hadir memegang satu batang bunga matahari. Matanya langsung bertemu tatap dengan Loila, Aciel tersenyum lega.

"Kamu jauh lebih cantik tanpa kacamata," puji Aciel. "Aku senang kamu tidak takut lagi menatap aku."

Loila membuang muka ke arah lain, pujian Aciel menimbulkan rona merah di pipinya. Namun Aciel malah terkekeh ringan, dia duduk menggantikan posisi Yusa tadi. Bunga matahari ia letakkan di samping bantal Loila, lalu dia menyuruh Yusa untuk keluar. Tak sadar akan Yusa yang mengulum senyum, sebab pujian Aciel pada Loila barusan membuat dia tersipu.

Sekarang di ruangan ini hanya ada Loila dan Aciel.

"Kenapa membawa bunga matahari?" tanya Loila melirik bunga yang berada di samping kepala. Bunga itu cukup besar, melebihi ukuran kepala, kelopaknya mengenai wajar Loila, serta serbuk dari bunga kuacinya berjatuhan. Sangat mengganggu Loila sebenarnya, bunga itu jauh lebih besar dari pada yang di dekat jendela.

"Aku suka bunga matahari juga kuaci. Karena bunga itu hadiah, kamu boleh mengambil kuacinya. Aku metik langsung di kebun orang."

"Tapi aku suka bunga lily."

"Kamu harus suka bunga matahari, dia cocok dengan getaran pesonamu."

Getaran pesona katanya? Dia seperti laki-laki buaya yang bermulut manis. Loila sudah digigit buaya, dia tidak mau digigit buaya beda jenis pula lagi. Kembali Loila membuang muka ke arah lain, dia harus mengendalikan diri untuk tidak meluncur ke kolam buaya bernama perasaan.

"Ada apa?"

"Ngantuk. Selamat malam."

"Ini siang."

Nyatanya Loila tidak memejamkan mata, ingat dia memakai benda di mata yang tidak boleh di bawa tidur.

***

Masa rawat inap sudah selesai, Loila sudah bisa dibawa pulang dengan beberapa syarat. Tentu tidak banyak hal yang dapat Loila lakukan lagi dengan normal. Loila tidak bisa mengangkat beban sebab bahu kanan juga lengan kiri yang rusak, untuk sementara dia juga tidak bisa berjalan sebab jahitan di paha belum kering sempurna.

Aciel menggendong Loila turun dari mobil, terasa tubuh Loila gemetar ketika melewati area penurunan menuju kolam di ujung sana. Aciel melangkah cepat, ia sudah mendapat peringatan dari dokter bahawa; mungkin Loila akan memiliki trauma pada buaya. Dan benar saja. Wajah Loila pucat pasi juga ekspresi tegang, dia panik dalam diam.

"Sudah tidak ada buaya lagi di sana," tutur Aciel mencoba menenangkan Loila.

Loila mengangguk, tetapi napasnya masih memburu.

Setelah majikan mereka menaiki tangga untuk mengantar Loila ke kamarnya, para pelayan berbisik-bisik. Tentu gosip hangat tidak boleh dilewatkan, akan seru memiliki topik baru sambil melakukan pekerjaan rumah.

"Yusa, kamu cukup dengan dengan Nona Sasa. Apa dia pernah cerita kalau dia suka pada A?"

"Tidak. Dia malah takut sama A."

"Hah? Kenapa? Padahal aku lihat A sangat perhatian, posisinya juga lebih kuat dari pada Dessy."

"Karena dia pernah melihat susunan toples A yang itu, loh."

"A hanya tertarik dengan mata jingga selain itu enggak, 'kan sangat jelas di dalam toples itu semua matanya berwarna sama."

"E-entahlah." Yusa gugup. Ya, kenyataannya alasan Loila takut cukup kuat, yang hanya Yusa saja memahami.

"Yusa, temani Sasa di kamar," suruh Aciel sembari lewat. Dia akan pergi entah ke mana lagi.

Yusa sedikit kaget. "Ba-baik."

Langsung Yusa pergi melaksanakan perintah, membuat pelayan lain iri karena Aciel tahu nama Yusa. Sedangkan mereka? Aciel biasanya memanggil, 'hei kamu, atau kamu yang di sana.'

"Nona." Yusa masuk ke dalam kamar.

"Yusa, apa ada buku novel baru hari ini? Aku bosan, tidak ada novel yang sesuai dengan seleraku yang kalian beli kemarin."

"Saya punya adik perempuan yang hobi menggambar, dia memiliki kenalan seorang penulis yang memiliki hobi membaca seperti Nona. Aku suruh dia untuk bertanya pada temannya."

"Ok."

Yusa menelepon adiknya, menanyakan tentang teman yang dimaksud. Setelah beberapa menit ia menutup telepon.

"Kata adikku temannya tak dapat dihubungi lagi, dia kabur dari rumah sebab perjodohan. Tapi adikku merekomendasikan buku Loila. Nona pernah baca?"

Kayaknya Loila tahu siapa adiknya Yusa. Maka akan dia pastikan. "Siapa nama adikmu?"

"Gressya."

Nah, 'kan benar.

Bersambung....








Lentera MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang