"Biarkan mama masuk, A. Kita harus bicara. Mama akan tetap di gerbang utama sampai mereka menyingkir dari hadapan mama. Kamu dengar!"
Telepon di atas meja dibiarkan tergeletak, mengabaikan suara mamanya berkicau bagai burung berisik di sana.
Tidak ada hal yang perlu dibicarakan. Aciel sudah muak. Wanita itu tidak berhak mengatur hidupnya, wanita yang menelantarkan Aciel sedari kecil, dan mengaku bangga setelah kesuksesan Aciel.
"Kenapa kamu menyakiti Dessy? Kalian akan segera menikah."
Geram Aciel mendengarnya. "Urusi saja hidupmu, Ma. Perlakukan aku seperti saat aku kecil dulu."
"A, kamu-"
"Mama memiliki keluarga sendiri, aku memiliki kehidupan sendiri. Kalau Mama masih keras kepala, aku akan menganggap engkau bukan mamaku. Dan satu lagi ... Dessy bukan siapa-siapaku."
Mematikan telepon. Aciel memutar kursi, pada Mezi yang tengah sibuk bersama jari yang begitu lincah di papan keyboard. Jejeran komputer tertempel di dinding juga atas meja, fokus Mezi menghilangkan sisi konyol remaja itu.
"Bisnis elegal emas palsu itu sudah masuk ke negara ini sejak tiga minggu yang lalu." Satu kali klik lagi terdapat penggalan video orang-orang membawa peti. "Ini video CCTV dari simpang jalan gang sempit yang mereka lalui. Hanya penggalan, tidak ada video yang menunjukkan arah mereka selanjutnya."
Aciel memperhatikan, mereka yang membawa peti tadi kembali, tapi tidak dengan petinya.
"Sepertinya ada pintu rahasia di sana. CCTV yang kamu retas ini milik siapa?" tanya Aciel.
"Milik salah satu penghuni rumah."
"Tidak bisa melihat lingkungan sekitar, ya?"
"Tidak bisa, ini satu-satunya CCTV di sekitar dua hektar dari CCTV lain. Tempat yang sepi, tapi memiliki banyak gang yang rata-rata memiliki tembok di sisi kanan dan kiri. Aku pernah ke sana. Tempatnya seperti labirin. Tiga hari baru aku bisa keluar, untung membawa bekal, kalau tidak aku pasti mati."
"Jadi harus terjun langsung ke lapangan, ya."
"Ahaha, video rekaman CCTV memang tidak bisa. Tapi dunia menyediakan google map."
Langsung Mezi mempertontonkan daerah dari map. "Lihat? Bangunannya manoton. Dinding tembok tebal hampir satu meter. Rumah-rumah tidak terawat, banyak rumput di halaman, cat pada pudar."
Aciel menjepit dagu, daerah itu sangat mencurigakan. "Apa ketika malam lampu-lampu rumah itu akan hidup?"
"Iya. Tapi cara hidupnya aneh."
"Aneh bagaimana?"
"Hidup secara serentak. Seperti ada yang ngatur. Masing-masing pagar tertutup tidak memperlihatkan celah untuk mengintip bagian halaman."
Ruangan gelap yang hanya mendapat cahaya dari komputer itu pun mendapat cahaya lain. Cahaya dari pintu terbuka.
"A, kita tidak perlu menangani kasus emas palsu ini."
Aciel dan Mezi sama-sama menoleh.
"Pihak pemerintah ingin mengerjakan sendiri?"
"Ya, mereka tidak percaya padamu yang bisa menerima tawaran dari kriminal sekali pun. Detektif yang tidak pandang bulu." Ben terkekeh.
Tertawa mereka bertiga. Bagaiamana, ya? Kelompok Detektif A sudah sepuluh langkah lebih maju. Lihat, mereka sudah menemukan markas tempat barang ilegal disembunyikan.
"Baiklah, kita lihat berapa lama masalah ini akan mendapat titik terang oleh mereka," tutur Aciel. Memang dia agak sombong jika soal meremehkan.
***
Bulan telah berganti, dari yang musim hujan jadi musim panas. Aciel memasang jam tangan, bersiap untuk pergi. Sesuai janjinya, dia akan mencari Sasa untuk meminta maaf.
Dia akan pergi ke kost Sasa, jika tidak ada di sana maka dia akan menanyakan alamat Sasa dari pemilik kost. Tapi ....
Baru membuka pintu kamar Aciel langsung berhadapan dengan Dava, abang tirinya.
"Ada apa Pak Dosen datang kemari?" sindir Aciel, bersender di kusen pintu sembari melipat tangan di dada.
Dava menahan kesal, selama ini dia menahan diri untuk tidak meminta bantuan Aciel lagi. Lagi? Iya, lagi. Biaya kuliah S2 Dava, Raina mengemis bantuan pada Aciel.
"A, bisa bantu aku mencari seorang gadis?" Dava menyerahkan map coklat. "Dia dulu adalah siswi tempat aku mengajar. Kabur dari rumah, bahkan orang tuanya sibuk mencari."
Map menggantung tidak disambut oleh Aciel, dia hanya melihat saja. "Gadis itu siapa kamu?"
"Bukan siapa-siapa. Tapi aku suka padanyapadanya. Aku ingin melamar dia."
Melamar? Aciel jadi penasaran gadis seperti apa yang ingin dilamar oleh Dava. Pasalnya dia menolak Dessy yang kemarin pertama kali di perkenalkan pada Dava.
Ia ambil map itu, membukanya lantas suara jantungnya bisa ia dengar sendiri.
"Lo-Loila Leisasalisa ...."
Dalam map itu lengkap akan foto serta biodata. Gadis bermata jingga, berambut senada panjang bergelombang. Gadis yang sama dengan gadis yang mengaku sebagai Sasa--bedanya hanya di pupil mata.
Aciel tertawa tetapi bukan tertawa yang enak didengar. Itu adalah tawa yang bercampur air mata serta sumbang.
"Dia masih hidup," gumamnya samar.
"A, ada apa?" Dava memandang aneh.
Sontak mata Aciel menatap tajam Dava. "Gadis ini milikku, carilah gadis lain untuk kamu lamar."
"Apa maksudmu?"
"Apa lagi? Dia adalah gadis yang waktu kecil tinggal bersama aku. Aku yang membawa dia dari pulau, jadi dia mutlak milikku. Kamu pernah dengar 'kan dari mama? Tentang gadis kecil yang aku pungut sewaktu kecil."
Langkah Dava mundur. Benarkah ini? Kalau memang benar, dia tidak akan punya keberanian bersaing dengan Aciel. Ya, dia pernah mendengar ceritanya dari Raina, tapi Raina tidak memberitahu ciri-ciri Loila yang khas.
Seperti kata Aciel, gadis itu dia yang menemukannya sejak awal. Mutlak. Itu ucap si penemu. Bagaimana cara Dava membantah? Dia sudah terlalu banyak berhutang pada Aciel.
"A-aku-"
"Terima kasih sudah membawa biodata ini. Berkat kamu aku tahu, keluarga bajingan itu menipuku. Mereka akan tahu akibatnya."
Kemarahan tercetak di mata Aciel. Keluarga Darman, dia akan membuat perhitungan yang mahal. Melangkah cepat dia meninggalkan tempat. Tujuan pertamanya adalah Bahri, orang yang ia percaya untuk memberi kabar tentang Loila. Orang yang mengatakan Loila telah meninggal. Orang yang mengangkat keranda mayat bersama, mengatakan itu mayat Loila. Orang yang telah banyak mendapat bantuan Aciel dalam menemukan koneksi untuk usahanya.
Menipu bertahun-tahun lamanya. Saat bertemu masih bisa menunjukkan senyum dan berjabat tangan. Mengundang makan malam bersama istrinya, yang Aciel tidak tahu kapan Bahri menikah.
"Kenapa tidak mengundangku?"
"Aku mengundangmu. Apa undangannya tidak sampai?"
"Tidak."
"Aku pikir kamu yang enggak bisa datang kerena sibuk."
"Sesibuk apa pun, aku akan datang kalau kamu yang menikah, Bahri."
"Sepertinya ada kecelakaan tak terduga, aku akan tanyakan pada si utusan."
Bohong. Sekarang Aciel tahu omongan Bahri saat itu hanya omong kosong. Alasan sebenarnya karena ada Loila dalam acara itu. Mereka tidak ingin Loila dan Aciel bertemu.
"Sialan!" Aciel memukul stir mobilnya.
Bahri, bagai pagar makan tanaman.
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Malam
Teen FictionBermula dari pertemuan ketika kecil berinteraksi manis, tumbuh dewasa saling tidak mengenal. Dalam gelap Aciel meraba mencari lentera untuk menerangi hidupnya, namun Loila sebagai lentera itu memadamkan apinya. Bagaimana kisah mereka? Yuk, langsun...