Loila memandang jalanan dengan raut sedih, di dalam mobil mewah milik keluarga barunya. Tidak ada hal yang menyenangkan seperti ia yang sering jalan-jalan menggunakan sepeda bersama Aciel.
Pikiran Loila melayang pada ingatan tadi malam, ketika dia menangis mendengar penjelasan Aciel. Masih ia rasakan pelukan Aciel berusaha memberi pengertian. Tentang bertapa pentingnya pendidikan.
"Kamu harus sekolah, Loila. Di masa depan itu sangat berguna, aku tidak mau kamu direndahkan orang lain."
"Tidak apa-apa, aku tidak peduli dengan ucapan orang lain. Asalkan tetap bersama Aciel."
Aciel diam, melepaskan pelukan lalu menatap mata Loila. Tangannya mengelus rambut Loila, genangan air ia tahan untuk tidak jatuh.
"Kamu hanya pindah tempat tinggal, bukan berarti kita tidak bertemu lagi. Aku janji akan sering mengunjungimu," ucapnya selembut mungkin. Sekali lagi dia menarik Loila untuk dipeluk lebih lama, hingga tertidur berdua di atas sofa sempit.
Tadi, ketika berpamitan pergi dengan Aciel. Loila kembali merengek tidak mau ikut. Namun Aciel kembali berjanji, akan membawa Loila bersamanya setelah Loila lulus kuliah.
Janji itu dikatakan dengan suara pelan. Pak Darman dan Buk Finsa tidak mungkin mendengar suaranya.
Sekarang mereka telah berada di depan rumah Pak Darman. Rumah yang begitu besar, halaman juga sangat luas. Kepala Loila celingak-celinguk menganggumi rumah tersebut.
"Loila." Buk Finsa mengulurkan tangan, menggandeng Loila untuk masuk ke dalam.
Mereka disambut oleh seorang laki-laki berseragam SMA, tampaknya dia baru pulang dari sekolah. Namanya Bahri, anak kandung tunggal keluarga ini. Perawakannya biasa saja, tidak ada hal yang menonjol dari penampilan Bahri. Namun, dia tersenyum ramah pada Loila.
"Halo, selamat datang di keluarga barumu. Mulai sekarang aku adalah abangmu, Abang Bahri."
Loila mengangguk samar, dia canggung dengan suasana baru.
Selanjutnya Loila diantar ke kamar, terletak di lantai dua. Kamar mewah yang besar serta warna pink muda cantik. Di dalam ada ruangan lain, berisi pakaian, sepatu, juga perhiasan.
"Loila mandi dulu, setelah itu kita makan malam bersama," ujar Finsa.
Hari-hari selanjutnya Loila banyak menghabiskan waktu di perpustakaan rumah, bersama guru privat untuk mengejar ketertinggalan pelajaran SD. Loila pandai membaca, bahkan sebelum ia keluar dari pulau, guru akan lebih mudah menjelaskan dan memberi tugas. Setidaknya Loila akan terus seperti ini setiap hari selama dua tahun, menjelang ia masuk SMP.
"Kamu pahami dulu yang saya ajarkan tadi. Saya ke toilet sebentar."
Jujur saja Loila tidak suka dengan keluarga baru, mereka terus menekan Loila untuk belajar dan belajar. Kalian tahu? Loila dilarang membaca novel.
Mata Loila tertuju pada jendela, ia berdiri dari kursi untuk mendekati akses melihat lingkungan di luar. Mata Loila redup, setiap hari menantikan kehadiran Aciel namun setelah 50 hari lamanya, Aciel tidak ada kabar.
"Nona Loila. Apa Anda sudah memahami pelajaran kali ini?" ujar guru tiga meter di belakang Loila. Dia baru saja kembali dari toilet. Melipat tangan di dada, bergaya tegas.
Loila mengabaikan. Capek mendengar ocehan memusingkan setiap hari, tolong beri dia hari libur.
"Nona Loila?"
"Guru, aku capek."
Guru wanita menatap tajam punggung Loila. Anak pungut saja berani protes, ucapnya dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Malam
Teen FictionBermula dari pertemuan ketika kecil berinteraksi manis, tumbuh dewasa saling tidak mengenal. Dalam gelap Aciel meraba mencari lentera untuk menerangi hidupnya, namun Loila sebagai lentera itu memadamkan apinya. Bagaimana kisah mereka? Yuk, langsun...