"Tumben bangun pagi," sindir Loila pada Gress yang sudah mandi lalu sibuk mencari pakaian.
Loila menghidupkan ponsel, memastikan bukan dia yang kesiangan. Tidak, ini baru pukul enam pagi, memang biasanya Loila bangun jam segitu. Tapi Gress? Aneh melihatnya bangun lebih dulu dari pada Loila.
"Aku ada janji kencan," jawab Gress, tangannya sibuk menarik-narik baju di lemari. "His! Tidak ada baju yang bagus apa?" rutuknya.
"Waw, kamu ingin kencan? Dengan siapa?"
Gress membatu, menoleh pelan lalu membuat wajah memelas. Bibir ia gigit, ekspresinya menimbulkan pertanyaan lain bagi Loila. Tapi dia menunggu Gress mengatakan sendiri apa maksud ekspresinya itu. Gress membuang napas kasar, dia kembali berbalik lalu menjawab, "Sama Jino."
"...."
Otak Loila loading sebentar, berkedip-kedip cepat lalu beberapa saat kemudian, mulutnya membentuk O. Selanjutnya Loila mengulum bibir, menarik selimut untuk menyembunyikan diri untuk menahan tawa.
"Aku tahu kamu sedang mengejekku, Loila!" gertak Gress ketika ia sadar tubuh Loila dan selimut yang menutupinya bergerak-gerak--dia tertawa tanpa suara, pasti!
"Tidak, Gress. Aku tidak tartawa."
"Kamu tertawa!"
Bruk!
Gress melempar bantal, namun suara tawa kecil Loila masih dapat ia dengar. Dengan kesal Gress mengatakan, "Aku kencan dengan dia demi mengetahui di mana Paman Bisma semalam. Demi kamu, Loila, aku rela meluangkan waktuku untuk si jamet jelek itu!"
"Terima kasih, Gress. Tapi sepertinya kalian memang cocok."
"Sialan! Teman enggak ada ahklak."
***
Walau kencan bersama orang yang tidak disuka, Gress ingin tetap tampil cantik. Menarik napas dalam, Gress membuka pintu kamar, lalu matanya mengerjap akan kehadiran Jino yang menunggu tepat di depan.
"Bagaimana?" Jino menanyakan penampilannya sendiri, dia juga berusaha mempermak diri agar terlihat tampan.
"Tetap jamet!" serkas Gress, lalu dia tertawa.
Kemudian mereka berdua berjalan keluar, menaiki angkutan umum siap menikmati hari yang canggung ini. Turun dari bis, Gress dan Jino berjalan kaki.
"Jino singgah ke supermarket dulu, yuk. Aku mau beli camilan titipan Loila, kalau nanti-nanti pasti lupa."
"Setelah itu kita makan siang, ya."
"Ok."
Dengan Gress yang jalan di depan, Joni mengikuti tepat di belakang punggung gadis itu. Ia tatap Gress, tersenyum tipis menimbulkan rona di pipinya. Tangan mulai dingin, terangkat ragu hendak memegang tangan gadis yang suka. Tetapi lebih dulu Gress menoleh, berbalik badan melangkah cepat bersembunyi di belakang tubuh Jino.
"Ada apa?" tanya Jino terpaku di tempat.
Tidak ada jawaban, Jino menoleh ke depan; seorang wanita juga memandang ke arah mereka. Si wanita itu memandang nanar, lantas bergerak cepat menghampiri. Ia tarik tangan Gress yang bersembunyi, lalu ....
Plak!
Tamparan keras mendarat di pipi Gress, sontak Jino mendorong wanita itu menjauh, memasang wajah tidak senang. "Kamu siapa!" gertak Jino, sementara Gress hanya diam saja dalam lindungan Jino.
"Kamu yang siapa? Dia adikku. Aku harus bicara sama dia."
"Kak Yusa." Gress yang tadinya menunduk mendongak. "Maaf." Tersenyum tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Malam
Teen FictionBermula dari pertemuan ketika kecil berinteraksi manis, tumbuh dewasa saling tidak mengenal. Dalam gelap Aciel meraba mencari lentera untuk menerangi hidupnya, namun Loila sebagai lentera itu memadamkan apinya. Bagaimana kisah mereka? Yuk, langsun...