Bab 12

294 40 1
                                    

Lebih dari delapan tahun tidak menginjak lantai rumah yang mereka tinggalkan bersama Bahri. Loila bergegas ke kamarnya, membuka pintu menuju balkon. Ia lirik pohon penuh kenangan di mana dia memperhatikan Aciel lewat sinyal cahaya yang dilempar laki-laki itu.

Sudah lama sekali, Loila sangat rindu.

Sementara orang tua angkatnya sibuk mempersiapkan ini itu untuk pernikahan Bahri, Loila diam-diam keluar menggunakan mobil seorang diri.

Ia lewati jalan penuh kenangan menuju rumah Aciel, distrik yang sudah banyak perubahan. Dulu tempat ini sepi dan tenang, tapi sekarang ramai banyak kendaraan masuk juga bangunan yang semakin banyak. Pepohonan di tepi sungai masih dipertahankan, termasuk pohon depan rumah Aciel yang memiliki ayunan kayu yang telah lapuk.

Kening Loila mengernyit, ada Bibi Meti tengah membersihkan rumput di depan rumah Aciel. Kulit wanita itu sedikit keriput, rambutnya juga kian memutih. Walaupun demikian Loila tetap mengenali Bibi Meti.

"Bibi?" sapa Loila, berdiri di dekat pintu mobil yang telah tertutup.

Bibi Meti menyipitkan mata, matanya yang rabun tidak bisa melihat jelas. Surai jingga kemerahan, hanya dengan melihat itu Meti langsung tahu itu Loila.

"Lo-Loila?"

Loila tersenyum, mendekati Bibi Meti lalu memeluknya. "Lama tidak bertemu, Bi. Aku sangat rindu."

Bibi Meti mendorong pelan Loila, menangkup kedua pipi Loila, matanya belinang, dia terisak menatap wajah gadis yang sekarang lebih tinggi dari dia.

"Kamu sudah besar, sangat cantik."

"Eng, Aciel ada di dalam, Bi?"

Bibi Meti menggeleng pelan, lalu ia milirik pintu rumah Aciel. "Sudah dua tahun Bibi tidak pernah melihat dia lagi, dia tidak pernah pulang. Rumput di halaman terus tumbuh panjang, bukti rumah ini tidak terurus lagi. Sesekali Bibi akan membersihkan jika tidak sibuk."

Ekspresi Loila redup, matanya menahan genangan air. Di mana Aciel? Apa dia memang melupakan Loila? Janjinya bagaimana? Dasar pembohong, ternyata Aciel sama saja dengan laki-laki yang sering Loila temui. Kebanyakan janji tapi ternyata tak lebih dari sekedar omong kosong.

"Bibi pikir Aciel pindah ke kota dekatmu, Loila."

"Setelah aku pindah aku tidak pernah melihat dia lagi. Komunikasi kami putus total."

"Kamu rindu dia?"

"Sangat."

Bibi Meti tersenyum tipis. Sudah dia duga, kebersamaan Loila dan Aciel tidak akan bertahan hanya sekedar menjadi adik-kakak. Perasaan akan tumbuh, salah satu di antara mereka atau malah keduanya.

"Coba kamu tanyakan pada Buk Raina, mungkin dia tahu di mana putranya."

"Mama Raina tidak menyukai aku. Kalaupun tahu di mana Aciel, dia akan bilang tidak tahu."

"Coba saja dulu. Bibi kasih tahu alamatnya, ya."

Loila mengikuti saran Bibi Meti. Bertemu dengan Raina, wanita itu langsung mengenal Loila dari mata dan rambut. Wajahnya langsung berubah tidak suka, terlebih Loila menanyakan tentang Aciel.

"Tidak usah mencari Aciel. Kamu itu tidak pantas. Kamu pergi bersama keluarga kaya, melupakan jasa Aciel yang memungut gadis tidak tahu diri seperti kamu. Pergilah, aku tidak tahu Aciel di mana."

Cacian yang Loila dapat. Ia pulang dengan tangan kosong. Sedih, lemas, letih, lesu. Darman bersidekap tangan melihat kedatangan Loila.

"Dari mana saja?"

"Papa tidak usah khawatir aku bertemu dengan Aciel, dia hilang kabar sejak dua tahun lalu. Dia tidak ada di rumahnya," lirih Loila sembari lewat.

***

Pernikahan Bahri berjalan lancar, banyak tamu undangan yang merupakan rekan kerja ikut hadir meramaikan. Bahri dan pasangan tampak bahagia.

Malamnya keluarga mengadakan makan malam bersama. Loila heran, ia pikir akan makan malam bersama keluarga pengantin wanita, namun ternyata dengan keluarga lain yang tak Loila kenal.

Ada satu pria yang terus memandang Loila dalam, Loila tahu pria itu suka sama Loila, dia hapal gerak-gerik mereka yang tertarik sebab terbiasa menghadapi situasi yang sama.

"Loila, kamu belum tahu ini. Tapi pertemuan ini adalah dalam rangka perjodohan kamu dengan Vinsen, pria yang duduk di hadapanmu," ujar Darman tersenyum tipis.

Tubuh Loila langsung menegang.

"Dia melanjutkan usaha ayahnya, sukses dan muda. Umur 34 tahun, pria mapan cocok dengan kamu yang berusia 21 tahun," lanjut Finsa.

Pria yang bernama Vinsen itu tersenyum tipis, Loila bergeming tak menunjukkan respon apa pun. Sampai acara makan-makan ini selesai, Loila banyak diam.

Tibalah waktu tengah malam. Semua orang tidur nyenyak setelah kelelahan akan pernikahan Bahri tadi siang juga persiapan pernikahan sebelumnya. Sudah cukup selama ini Loila menurut seperti robot, waktunya robot memberontak.

Biarkan saja dianggap tidak tahu diuntung.

Loila keluar dari pintu utama, memastikan CCTV menangkap gambarnya. Dia membungkuk seperti orang Jepang yang meminta maaf, anggap saja sebagai penghormatan terakhir.

Ya, Loila kabur dari rumah. Meninggalkan ponsel, ATM card, apa pun yang bisa dilacak. Pergi hanya dengan membawa beberapa uang tunai.

Dia berjalan sendiri di malam hari, berhenti di dinding kaca toko, untuk bercermin memasang rambut palsu hitam yang lebih pendek dari rambut asli Loila, serta soflen juga berwarna hitam kecoklatan.

Bagus, dia seperti orang yang berbeda.

"Permisi."

Di larut malam seperti ini seorang wanita datang menghampiri Loila.

"Iya?"

"Anda tahu di mana jalan Distrik X?"

Distrik X? Itu adalah tempat di mana danau buatan dibuat. Loila pun menjelaskan detailnya, lantas wanita itu pergi sembari mengucap terima kasih. Tidak sekedar ucapan, sebelumnya dia menarik tangan Loila memberikan dua buah permen untuk Loila.

Dua hari setelahnya Loila tetap aman, tidak ada yang mengenali dia. Sementara Loila menjalani aktivitas seperti penduduk kota biasa. Menyewa kost kecil, membeli ponsel baru, rencananya akan melanjutkan pekerjaan sebagai penulis.

Tetapi....

Seorang pria yang Loila lihat di kuburan kemarin datang bertamu seorang diri. Tiba-tiba memborgol tangan Loila, menarik paksa untuk ikut bersamanya.

"Ada apa ini? Kamu siapa?" Loila berusaha memberontak.

Namun si laki-laki diam, terus menarik paksa Loila, tidak peduli Loila yang kesakitan.

Dia melempar Loila masuk ke dalam mobil, menjelanlan mobil sendiri, menutup telinga atas pertanyaan Loila.

"Hei jawab, sialan! Kamu penculik!

Sampai di depan sebuah gerbang besar setinggi 10 Meter, dengan dinding 12 Meter yang mengelilingi tempat yang dimasuki. Tempat ini seperti hutan, banyak pepohonan, namun jalannya aspal.

"He-hey, kamu bukan pembunuh, kan?" Suara Loila gemetar takut.

Tak lama kemudian, satu gerbang lagi terlihat. Mansion klasik terpampang nyata, satu-satunya bangunan yang Loila temukan semenjak memasuki gerbang pertama.

Loila di tarik keluar, dibawa ke dalam menuju salah satu ruangan yang ternyata kamar.

"Aku akan kembali, kamu tunggu di sini," ucapnya lantas pergi lagi, tak lupa mengunci pintu ruangan yang ada Loila-nya.

Bersambung....

Gambaran rumahnya bisa dilihat di instagram.


Lentera MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang