-Tak semua orang dapat bertahan dengan hati yang mati, dan saat ini kamu telah membuka hati. -
Rafka
Baru sekarang pekerjaan gue terasa melelahkan, mungkin karena akhir-akhir ini terlalu disibukkan oleh penerimaan pegawai baru yang begitu banyak, jadi harus bekerja lebih ekstra.
"Raf, berkas-berkas milik kandidat atas nama Fiona Nashwa udah lengkap belum? Soalnya mau aku jadiin satu untuk interview hari ini." Aruna bertanya kepada gue untuk memastikan.
"Udah, Run. Nih," kata gue sambil menyodorkan map berisi berkas persyaratan lengkap milik calon pegawai tersebut.
"Oke. Makasih, Raf."
"Sama-sama. Oh ya, ini yang di aku masih ada sekitar 15 nama yang persyaratannya belum lengkap. Nanti tolong kamu hubungi buat ngingetin, ya, Run. Ini nama-nama nya," kata gue yang saat ini tengah memberikan beberapa lembar kertas berisi nama-nama dan biodata kandidat yang belum memenuhi persyaratan.
"Oke siap."
Sebenarnya bukan hanya gue, tapi semua divisi Human Resource Development belakangan ini memang sedang sibuk-sibuknya. Apalagi Aruna, yang setiap hari harus meng-interview para calon pegawai itu. Entah sampai kapan keriwehan ini akan berakhir.
Sudah beberapa kali gue melihat banyak kandidat yang datang silih berganti untuk interview sejak Aruna menanyakan berkas-berkas tadi. Dan saat ini waktu sudah menunjukkan pukul setengah 4 sore, yang itu artinya sudah jam pulang kantor.
Baru saja gue selesai merapikan tempat kerja gue, Aruna datang menghampiri gue. Duduk di kursi yang ada di samping gue.
"Huhhh," eluhnya.
"Cape ya?" tanya gue.
"Iya, banget. Mana ada beberapa kandidat yang telat, jadinya lama. Harusnya sih udah selesai dari tadi," keluhnya dengan nada yang terlihat sedikit kesal. Baru kali ini gue melihat Aruna seperti ini, lucu.
Tapi memang, jika gue yang jadi Aruna juga pasti merasa kesal, bukankah mereka para calon pegawai itu yang seharusnya menunjukkan keseriusan mereka untuk bisa mendapatkan pekerjaan, tetapi justru mereka yang terlambat. Entah alasan apa yang mereka sampaikan. Tentu saja itu membuat lama pekerjaan HRD, yang harus menunggu kedatangan mereka yang tidak pasti itu.
"Tapi kamu keren, segitu banyak kamu ngadepin mereka dari pagi sampe sore. Sendirian pula."
"Ya, mau gimana lagi, Raf."
"Iya juga."
"Tumben kamu nggak langsung pulang?" tanya gue.
"Masih mager hehe," katanya sambil terkekeh.
"Keluar yuk, kita jalan."
"Emm, boleh. Kemana?"
"Ada deh,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Setelah Hari Itu
Fiksi Remaja[Follow sebelum membaca] Setelah hari itu, mereka berjalan di jalan masing-masing yang tak lagi sama. Aruna dengan segala mimpinya, dan Dehan dengan dunianya. Semuanya sudah berbeda. Apa artinya dunia jika tak dapat menikmati indahnya. Kepada siapa...