[Follow sebelum membaca]
Setelah hari itu, mereka berjalan di jalan masing-masing yang tak lagi sama. Aruna dengan segala mimpinya, dan Dehan dengan dunianya. Semuanya sudah berbeda.
Apa artinya dunia jika tak dapat menikmati indahnya. Kepada siapa...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aruna
Hari ini aku menjalaninya seperti biasa, bekerja. Mungkin tahun ini akan menjadi tahun terakhir aku bekerja di sini. Karena tahun depan, tepatnya bulan Januari, aku akan pergi ke London untuk melanjutkan S2 ku di sana.
Dan ini juga menjadi salah satu mimpi terbesarku. Bisa menempuh di kota tersebut.
Saat ini aku masih mengerjakan beberapa materi untuk persiapan meeting besok.
Aku merasa, saat ini aku bisa lebih fokus dengan pekerjaan dan karirku. Sejak aku menyelesaikan ceritaku yang saat ini sudah menjadi novel itu, aku juga sudah menganggap cerita cinta sebenarnya dari novel itu sudah berakhir.
Berakhir di sini, maksudku aku sudah perlahan bisa mengikhlaskan semua yang terjadi. Sekali lagi aku tegaskan, aku mengikhlaskan, tapi tidak pernah melupakan. Bukannya tidak ada yang bisa benar-benar kita lupakan semua yang telah kita alami? Kecuali kalau memang amnesia. Oleh karena itu, aku mengikhlaskan.
Ternyata ikhlas itu bukan hal yang mudah. Aku memang sudah ikhlas dengan semua yang terjadi antara hubunganku dengan Dehan jika memang harus berakhir seperti saat ini. tapi aku tidak mengelak, jika terkadang aku masih teringat sesekali. Dan aku menganggapnya itu sebagai proses untuk aku bisa benar-benar ikhlas.
“Permisi, Mbak Aruna?” ucap seorang pegawai membuatku mengalihkan pandanganku dari layar laptop.
“Iya?”
“Ini ada beberapa berkas lain yang harus dimasukkan ke materi untuk meeting besok,” kata pegawai tersebut sambil menyerahkan beberapa dokumen kepadaku.
“Oh, baik. Terima kasih.”
“Iya, sama-sama. Saya permisi dulu.”
“Silakan.”
Hampir saja pekerjaanku selesai, tapi ternyata masih ada lagi yang harus ditambahkan. Tapi hal semacam ini sudah biasa, jadi aku tetap mengerjakannya dengan senang hati.
Ting…
Satu notifikasi masuk ke dalam ponselku. Aku masih mengabaikannya dan melanjutkan pekerjaanku. Tapi konsentrasiku terganggu saat ada notifikasi yang Kembali masuk ke ponselku.
Aku meraih ponselku yang berada dalam posisi terbalik di atas meja kerjaku saat ini.
Aku masih terdiam dan tertegun saat aku melihat pesan masuk di ponselku itu. aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan.
Dehan Aruna.. Aku mau ketemu sama kamu, boleh? Ada yang perlu aku bicarain sama kamu.
Ya, pesan itu dari Dehan. Seseorang yang masih berusaha untuk aku ikhlaskan jika memang bukan dia orang yang diinginkan takdir untuk membersamaiku.
Jujur, aku bingung. Aku bingung bagaimana aku menjawabnya.
Aku sebenarnya sudah tidak ingin bertemu dia lagi, bukan karena aku marah atau membencinya, karena aku tidak bisa melakukan itu. tapi karena aku takut, aku takut jika kali ini aku kembali larut dan lalai terhadap perasaanku saat ini.