Rafka
Hari ini gue masuk kerja seperti biasa, tapi bedanya kali ini gue kurang bersemangat. Jangan tanya kenapa, tentu karena Aruna. Aruna tidak masuk kantor hari ini karena sakit. Pasti karena kelelahan.
Gue berniat menjenguk Aruna sepulang dari kantor nanti.
“Huhh,” sejak tadi gue menarik napas panjang dan mengembuskannya kasar. Rasanya sepi dan membosankan.
Gue kembali melanjutkan pekerjaan gue, berkutat dengan layar laptop dan berkas-berkas yang menumpuk.
“Permisi, Mas Rafka.”
Seorang pegawai yang memanggil gue menghentikan aktivitas gue saat ini.
“Iya, ada apa?”
“Mas Rafka dipanggil Bu Reta ke ruangannya sekarang.”
“Oh iya, baik. Terima kasih, ya.”
“Iya, sama-sama. Saya permisi dulu,” ujar pegawai tersebut.
Gue menutup laptop dan pergi menuju ruangan Bu Reta. Entah ada apa beliau memanggil gue ke ruangannya.
Gue mengetuk pintu ketika berada di depan ruangan tersebut.
“Masuk,” sahutan Bu Reta dari dalam membuat gue membuka pintu tersebut.
“Silakan duduk, Raf,” titahnya.
“Iya, Bu. Terima kasih.”
Gue pun duduk di kursi yang telah disediakan di sana, menghadap Bu Reta.
“Ada apa ya, Bu?” tanya gue sopan.
“Jadi gini, salah satu kantor cabang perusahaan ini yang ada di Singapura ada posisi yang kosong di divisi Human Resource Development,” beliau menjeda perkataannya.
“Nah, dan posisi itu harus segera diisi karena nggak bisa kalau dibiarkan kosong dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, saya mau mutasi kamu untuk bekerja di sana.”
Deg.
Gue terdiam sesaat. Gue tidak tahu harus mengatakan apa. Rasanya pikiran dan perasaan gue tidak karuan.
“Sebelumnya maaf, Bu. Apa harus saya yang mengisi posisi tersebut?”
“Iya, Rafka. karena saya menilai hanya kamu yang cocok dan sesuai kriteria. Kalaupun ada yang lain itu Aruna. Tapi saya nggak bisa pindahin Aruna ke sana karena semua tugas di kantor selama periode ini harus tetap dia yang pegang.”
Gue kembali terdiam. Masih mencoba untuk mengajukan pertanyaan sebagai penolakan gue.
“Maaf lagi, Bu sebelumnya. Kenapa tidak melakukan rekrutmen pegawai baru saja, Bu?” gue bertanya lagi dengan sopan tentunya.
“Tidak bisa, Rafka. Karena ini urgent dan posisi itu harus segera terisi. Karena kalau tidak, dapat menghambat kinerja dari perusahaan. Bagaimana, kamu bersedia kan?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Setelah Hari Itu
Ficção Adolescente[Follow sebelum membaca] Setelah hari itu, mereka berjalan di jalan masing-masing yang tak lagi sama. Aruna dengan segala mimpinya, dan Dehan dengan dunianya. Semuanya sudah berbeda. Apa artinya dunia jika tak dapat menikmati indahnya. Kepada siapa...