Bagian 35

56 4 0
                                        

November 2023

Aruna

Setelah satu bulan kemarin, aku baru bertemu Dehan lagi dan menghabiskan waktu bersama dengan dia saat ini. Karena selama satu bulan kemarin, dia pergi ke Jakarta karena urusan pekerjaan.

Dan saat ini dia mengajakku ke sekolah kami dulu, SMA Bakti Cendekia, malam-malam begini. Dan lebih anehnya, dia mengajakku ke rooftop gedung sekolah ini.

Yang jadi pertanyaanku, bagaimana dia bisa mendapatkan izin untuk memasuki sekolah malam-malam seperti ini.
Terlebih lagi kami sudah bukan murid di sekolah ini.

Tapi aku yakin, pasti dia punya seribu satu cara untuk bisa mengajakku ke sini saat ini. Mungkin dia punya orang dalam.

Tapi aku selalu suka saat dia mengajakku ke tempat ini, tempat yang penuh kenangan saat kami masih bersekolah di sini. Aku juga tidak tahu apa tujuan dia saat ini mengajakku ke sini.

Dari tadi kami hanya diam dan duduk di rooftop ini, belum berbicara sama sekali. tapi tidak tahu kenapa, meski begitu rasanya tenang dan aku sangat menikmati.

“Sayang?” panggilku memecah keheningan.

“Hmm?”

“Kamu kenapa tiba-tiba ngajakin aku ke sini?”

“Pengen aja.”

Selalu saja seperti itu, membuatku mendengus kesal. Dia benar-benar tidak bisa ditebak. Setiap kali aku bertanya kenapa mengajakku ke suatu tempat, jawabannya selalu saja seperti itu.

Kembali hening. Sepertinya kami memang sibuk dengan pikiran masing-masing.

“Sayang?” kali ini dia yang memanggilku.

“Hmm? Kenapa?”

Tidak ada jawaban. Jangankan jawaban, melihatku saja tidak. Kebiasaan buruk yang selalu membuat aku kesal lagi-lagi.

“Aduh! Sakit tau!” rintihnya. Ya, aku mencubit lengannya pelan.

“Biarin! Kebiasaan, manggil-manggil nggak jadi ngomong.”

Bukannya marah, dia merangkulku dari belakang, dan membawa tubuhku mendekat kepadanya. Sehingga saat ini, tidak ada jarak antara aku dan dia, dan kepalaku tersandar di bahunya.

“Selama ini, kamu selalu tanya sama aku setiap kali aku ngajakin kamu ke suatu tempat kan?”

“Hmm.” Aku mengangguk.

“Aku juga nggak tahu kenapa. tapi aku pengen aja. Pengen ngulang momen-momen sama kamu saat dulu, setelah bertahun-tahun kita berjalan masing-masing. Datengin tempat-tempat yang dulu sering kita datengin bareng.”

Ternyata itu alasan dia.

“Aku kira kamu udah lupa,”

“Mana bisa aku lupa, Aruna. Semua tentang kamu mustahil untuk aku bisa lupa. Semua momen yang aku lewatin bareng kamu, itu terlalu indah. Dan semua itu nggak akan pernah terlupakan.”

Aku masih mendengarnya dan melihat ke arahnya, meskipun aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Karena aku masih bersandar di bahunya.

“Dan kamu tahu kenapa dari tadi kita ke sini aku diem? Sampai kamu yang ngajakin aku ngomong?”

Aku menggeleng pelan.

“Karena aku tahu, tiap kali kita di sini saat malam hari kayak gini, kamu pasti sibuk sama pikiran kamu dan menikmati suasana malam.”

“Dan kamu, kamu selalu tahu apa yang ada di pikiran aku,” kataku melanjutkan ucapannya.

Aku merubah posisiku, dan sepertinya dia tahu aku akan berpindah seperti apa. Aku berbaring di pangkuannya.

Setelah Hari ItuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang