[Follow sebelum membaca]
Setelah hari itu, mereka berjalan di jalan masing-masing yang tak lagi sama. Aruna dengan segala mimpinya, dan Dehan dengan dunianya. Semuanya sudah berbeda.
Apa artinya dunia jika tak dapat menikmati indahnya. Kepada siapa...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
-Aku telah melalui beberapa masa, bahkan hari-hari tanpa asa.-
November 2022
Aruna
“Aruna? Mama boleh masuk?”
“Iya, Ma. Masuk aja,” sahutku dari dalam kamar.
“Kenapa, Ma?” tanyaku saat mama sudah ada di kamar. Kini mama duduk di tepi ranjang, tepat di sampingku.
“Nggak papa, mau ngobrol aja sama kamu.”
“Kamu sibuk nggak?”
“Enggak kok, Ma. Kerjaan aku udah selesai semua barusan.”
“Ohh gituu.”
“Run,”
“Kenapa, Ma?”
“Emm, mama mau tanya. Dehan apa kabar?”
Huh, kenapa mama tiba-tiba harus bertanya hal itu kepadaku. Padahal aku sudah lumayan lupa dan tidak terlalu kepikiran dengan hal itu. Karena memang sejak acara reuni SMA saat itu, aku dan dia sudah tidak chatting-an lagi.
“Kurang tau, tapi kayaknya sih baik.” Aku menjawab seadanya.
“Kamu udah nggak berkabar lagi sama dia?”
“Enggak. Lagian mama kenapa tiba-tiba nanyain dia?”
“Ya…nggak papa, mama cuman inget dia aja. Karena sejak kamu udah nggak sama dia, mama nggak pernah ketemu lagi sama dia.”
Aku hanya ber oh ria mendengar jawaban mama. Memang, Dehan sangat akrab dengan mama, papa, ataupun Yuna. Begitupun aku dengan bunda dan ayahnya. Ya…wajar saja sebenarnya jika mama bertanya hal itu. Tapi kenapa harus menanyakannya kepadaku.
“Kamu masih ada perasaan sama Dehan?”
“Mama apaan sih, kenapa nanya gitu?”
“Kepo aja hehe,”
Aku berusaha mengalihkan pembicaraan agar mama tidak bertanya lebih banyak lagi, yang ada aku sendiri yang akan gelagapan menjawabnya.
“Ma, denger deh. Kayaknya ada tamu di bawah.” Tentu saja aku berbohong dan mengada-ada.
“Hah? Masa? Mama nggak denger apa-apa,”
“Ih, masa nggak denger sih, Ma? Tuh,” ucapku lagi.
“Mending mama liat deh keluar, kan kasian kalo nungguin.”
Mama masih kebingungan dan belum yakin dengan yang aku katakan. Tapi meski begitu, sepertinya mama percaya.
“Yaudah deh, mama lihat dulu keluar, ya.” Mama meninggalkan aku dan keluar dari kamar.
“Oke, Maa.”
Aku segera menutup dan mengunci pintu kamarku. Aku Kembali merebahkan tubuh di Kasur. Tapi sepertinya aku memang tidak diizinkan untuk bisa tidur dengan tenang malam ini.