3

330 61 2
                                    

***

Pakaiannya basah ketika ia tiba di rumah. Sebuah apartemen dua kamar yang tidak seberapa jauh dari tempat kerjanya. Begitu ia masuk, sudah ada seorang perempuan di dalam rumahnya. Ia tengah duduk di sofanya, menonton sebuah drama menggunakan TV-nya.

"Kau menyesalinya, kan? Karena tidak menatapku dengan manis sekali lagi," seorang gadis dengan rambut pendek dan mantel polkadot bertanya begitu pada pria di ranjang. My Man is Cupid judul dramanya, dan Jiyong benar-benar membenci drama itu. Terlebih pada adegan yang baru saja diputar. Sebab adegannya, sebab cerita dalam dramanya, membuat ia jadi semakin sering mengingat gadis itu. Gadis dengan payung kuning yang selalu menghantuinya.

Tayangan di TV itu dijeda, perempuan yang menonton drama itu menoleh untuk melihatnya. "Huh? Paman tidak punya payung? Kenapa basah begitu?" tanya si perempuan, tanpa beranjak dari sofanya.

"Kapan kuliahmu dimulai?" Jiyong mengabaikan pertanyaannya, dan justru melemparkan pertanyaan lainnya.

"Besok lusa. Kau dosennya, bagaimana bisa kau tidak mengetahuinya?" balas si perempuan, yang rambutnya hitam legam sama seperti Jiyong. "Tapi besok aku mau pergi ke kampus. Aku pindah ke asrama besok," susulnya.

"Ya," Kwon Jiyong mengangguk, lantas masuk ke kamarnya. Ia tutup pintu kamarnya, akan mengganti pakaiannya yang basah sementara keponakannya tadi kembali menonton dramanya.

Namanya Karina, perempuan yang sibuk dengan dramanya itu. Ia baru saja lulus sekolah menengah, baru saja diterima di universitas pilihannya dan akan tinggal di asrama, selama tahun pertamanya. Ingin ia cicipi bagaimana rasanya tinggal sendirian, namun orangtuanya melarang. Mereka beri Karina dua pilihan—tinggal bersama pamanmu, atau ke asrama kampus. Maka Karina ambil pilihan keduanya, tinggal di asrama kampus.

Pagi datang keesokan harinya, tapi Paman yang harusnya membantu mengurus asramanya, hanya meninggalkan secarik pesan. "Pergilah ke kampus naik taksi, turun langsung di depan asramanya. Setelah selesai temui aku di gedung B, Fakultas Seni," begitu pesan yang Jiyong tinggalkan.

Selepas ia habiskan roti isi yang pamannya tinggalkan untuk sarapannya, Karina berangkat. Hari sudah siang sekarang, sudah pukul sebelas dan Karina baru saja tiba di asrama kampusnya. Lewat gerbang utama universitas itu, ia di bawa melewati fakultas kedokteran. Bertemu dengan sebuah kolam bundar di tengah-tengah persimpangan, memutari kolam itu, berbelok ke kanan, ke arah asramanya.

Gedung asramanya tidak seberapa besar. Hanya dua gedung setinggi lima belas lantai. Berada di sudut lingkup universitas itu, dengan gedung olahraga di sebelah kirinya dan klinik milik fakultas kedokteran di depannya. Sederet anak tangga tinggi menyambutnya ketika ia datang, turun dari taksinya. Dilihatnya beberapa orang berdiri di anak-anak tangga itu. Sebagian lainnya duduk di sana, berbincang dalam kelompok-kelompok kecil dengan buku dan laptop.

Senyum mengembang di wajahnya, tidak sabar akan merasakan suasana baru itu. Semua orang terlihat mempesona di sana. Ada yang kelihatan pintar, ada juga yang luar biasa keren dengan gaya pakaiannya. Bak baru saja masuk ke sebuah dunia lain, Karina melihat warna-warni gemerlap kampus yang tidak sabar ia rasakan. Belajar tanpa seragam, bebas mengekspresikan diri dengan semua baju pilihannya sendiri, Karina benar-benar mendambakannya.

Begitu masuk ke asrama itu, di lihatnya sebuah ruangan bertuliskan "Administrasi" dengan beberapa kertas yang ditempel di sana. Ada juga sebuah meja resepsionis di depan ruangan itu, meski posisinya sedikit tertutup oleh tanaman hias yang terlalu besar.

"Aku sudah memesan asrama untuk satu tahun lewat website, atas nama Karina Yoo," katanya, setelah ia menyapa seorang resepsionis di depannya.

Ia disapa, kehadirannya diterima di sana. Namun gadis itu tidak langsung diantar ke kamar asramanya. Resepsionis tadi memintanya menunggu, duduk di satu set sofa lengkap dengan meja dan vas bunganya. Resepsionis tadi masuk ke ruang administrasi di belakang mejanya. Tidak seberapa lama, sebab selanjutnya ada wanita lain yang menghampirinya.

Rambut wanita itu berwarna kelabu, di warnai, dan Karina tersenyum, sebab ia pun tidak sabar ingin mewarnai rambutnya juga. Dengan kemeja berpita dan celana jeans, wanita berambut sebahu itu tersenyum menghampirinya. "Karina Yoo?" sapanya, lalu mengulurkan tangannya, ingin menjabat tangannya. "Aku Lalisa Kim, yang bertanggung jawab di sini," katanya lantas memperkenalkan diri.

"Hanya mahasiswa baru yang bisa tinggal di sini, nanti setelah semester duamu selesai, kau harus mencari tempat tinggal lain, jadi selama disini, mulai lah mencari-cari tempat tinggal lain," kata Lalisa yang katanya akan mengajak Karina berkeliling. "Aku sudah melihat data-datamu, Pamanmu yang jadi kontak daruratmu, dia tinggal di sekitar sini?" tanya gadis itu, sembari membawa-bawa map tebal dengan kertas-kertasnya. Seolah akan mencatat di sana.

"Ya, pamanku tinggal di sekitar sini. Dia dosen di Fakultas Seni. Mengajar soal musik. Dia masih lajang," katanya, dengan senyumannya, masih mengekor pada gadis yang sesekali membaca berkas di tangannya.

"Ah... Begitu? Pamanmu dosen di Fakultas Seni? Sedang Karina akan belajar di... uhm... Oh, kau masuk di Fakultas Hukum? Gedung kuliahmu tidak jauh dari sini, hanya perlu berjalan sekitar 1 lagu? 3 menit, bisa kurang kalau langkahmu panjang," oceh ramah si penanggung jawab asrama.

Karina menanggapinya dengan senyumnya. Terlihat begitu antusias setelah melihat bagian dalam gedung asrama itu. "Gedung ini untuk perempuan, gedung B di sebelah untuk laki-laki," Lalisa memberitahunya. Dari resepsionis tadi, mereka masuk ke belakang, bertemu dengan beberapa pintu kayu yang di beri nomor. "Kamar-kamar ini di sewakan, perhari, saat ada wisuda atau acara lainnya. Tapi aku tinggal di kamar nomor delapan belas, kau bisa mampir kalau butuh sesuatu," katanya lantas menunjuk sebuah pintu di ujung lorong. Pintu kaca yang terbuka. "Itu pintu ke cafetaria, ada bagian outdoor dan indoor-nya. Kau bisa membeli makanan di sana, buka hanya sampai jam sembilan malam. Lalu di sebelahnya ada asrama laki-laki," jelasnya, namun tidak ia ajak Karina ke sana.

Karina di ajak ke lift sekarang. Diajak untuk melihat kamar yang akan dipakainya. "Lantai tiga sampai delapan per kamarnya diisi empat orang. Lalu lantai sembilan sampai dua belas per kamarnya diisi dua orang. Kau memesan kamar untuk satu orang, kan? Kamarmu ada di lantai tiga belas. Tapi ada kamar kosong lain di lantai lima belas, kau bisa melihat keduanya sebelum memutuskan mau tinggal di mana," katanya, di dalam lift.

Setelah melihat kedua kamarnya, Karina memilih kamar di lantai tiga belas. Tidak satupun kamar punya kamar mandi. Hanya kamar dengan ranjang, lemari dan meja belajar. Perabot lainnya, Karina bisa membawanya sendiri dari rumah. Sedang kamar mandinya ada di tiap ujung lorong. Dapur bersama pun ada di sana, dengan semua peraturannya yang di tempel dimana-mana.

"Kapan kau akan pindah?" tanya Lalisa setelah Karina memutuskan kamar mana yang ingin dipakainya.

"Nanti malam, bersama Pamanku. Apa Pamanku boleh masuk dan membantuku membawa barang-barang nanti?"

"Ya, hubungi aku kalau kau datang. Setelah jam sepuluh, pintu asramanya akan dikunci, baca lah peraturan-peraturan di pintu masuk sebelum kau pergi nanti. Ini kunci kamarmu," tenang Lalisa, sembari menunjuk pintu Karina masuk tadi, juga memberikan kunci kamar gadis itu.

"Aku tidak diberi kunci pintu masuk itu? Bagaimana kalau aku pulang terlambat?"

"Kau bisa menghubungiku. Aku tinggal di sini," kata Lalisa, berkata juga kalau nomor teleponnya ada di belakang gantungan kunci kamar Karina. "Tapi usahakan untuk tidak pulang terlambat," susulnya, tetap tersenyum.

***

PuzzleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang