***
Karina tiba di rumah jauh lebih cepat dari seharusnya. Lisa mengantarnya, karenanya ia tidak perlu berlama-lama duduk di kereta. Sepanjang perjalanan mereka banyak berbincang, Karina menyinggung tentang kedatangan Lisa ke rumahnya tempo hari dan mereka mengobrol. Banyak sekali termasuk tentang Choi Lisa.
"Aku sekolah di sekolah yang sama dengan Choi Lisa," kata Karina, mengatakan kalau sekolah itu salah satu sekolah terbaik di lingkungannya.
"Kau mengenalnya?" tanya gadis yang sekarang mengemudi. Masih berada di jalanan dekat Jiyong menghentikan mobilnya waktu itu. Di jalanan sepi yang sempat membuat Lisa takut.
"Tidak terlalu mengenalnya," jawab Karina. "Dia memang mirip denganmu, aku juga sempat terkejut saat pertama kali melihatmu, eonni. Rumahnya tidak jauh dari rumahku, sampai sekarang orangtuanya juga masih tinggal di sana. Dulu ayahnya punya sebuah toko musik, ada di jalan utama, tidak terlalu jauh dari rumahnya. Tapi sekarang toko itu disewakan, jadi toko make up. Sepanjang hari orangtuanya tinggal di rumah, seminggu sekali mereka berdua juga pergi mendaki. Mereka pasti sangat merindukan putri mereka," ceritanya kemudian.
Lisa ikut sedih mendengar cerita itu, namun ia justru penasaran, bagaimana Choi Lisa dalam ingatan Karina. Bagaimana gadis itu mengenal Choi Lisa, bagaimana ia mengenalnya.
"Ibuku bilang paman menyukainya, paman sedih sekali saat dia meninggal. Tapi karena tubuhnya tidak ditemukan, orangtuanya menolak untuk mengadakan upacara pemakaman. Orang-orang bilang dia dirundung, karena itu dia melakukannya, tapi menurutku, Lisa eonni tidak akan melakukannya. Aku yakin, Lisa eonni tidak menganggap dirinya dirundung. Orang-orang bilang, dia dirundung tapi tidak bisa membalas, menurutku mereka salah," oceh Karina, pada gadis penasaran di sebelahnya.
"Kenapa kau merasa begitu?"
"Saat aku sekolah dasar, ada beberapa anak laki-laki yang menggangguku. Lisa eonni melihatnya, lalu dia memberitahuku—kau tidak akan pernah bisa dirundung kalau tidak merasa dirundung. Daripada menangis karena mereka mengganggumu, balas saja—begitu katanya. Awalnya aku tidak mengerti maksudnya, tapi suatu hari aku melihatnya. Lisa eonni diganggu teman-temannya, mereka menempelkan permen karet ke rambutnya. Tapi Lisa eonni hanya tertawa, dia tertawa bersama teman-temannya yang menertawakannya, lalu balas menempelkan permen karet ke rambut temannya. Eonni tahu apa yang dia katakan setelahnya?"
"Apa?"
"Dia tertawa—hahaha bermain dengan permen karet seperti ini ternyata menyenangkan, ya?—dia bilang begitu lalu teman-temannya pergi, kesal karena Lisa eonni justru tertawa, tidak terganggu dengan keberadaan mereka," kata Karina yang sekarang memberi tanda agar Lisa berbelok di persimpangan di depan mereka. Mengatakan kalau toko musik milik ayahnya Choi Lisa dulu ada di sana. Meski sekarang sudah berubah jadi toko alat-alat make up serba pink.
Setelah melewati rumah Choi Lisa, setelah Karina memberitahu Lisa dimana rumah Choi Lisa, mereka tiba di rumah Karina sekarang. Ada mobil Jiyong terpakir dan berdebu di depan rumah itu, jadi Lisa harus memarkir mobilnya sedikit lebih jauh—di depan mobil Jiyong. Lisa berusaha mendekatkan mobilnya ke pagar rumah Karina, namun ternyata memarkir mobil tidak semudah yang ia kira. Jalanan di depan rumah itu terlalu sempit, mobilnya akan menghalangi jalan kalau ia tidak benar-benar dekat dengan dinding. Tapi ia juga tidak akan bisa keluar kalau terlalu dekat pada dinding itu.
"Karina, di rumahmu ada orang kan?" tanya Lisa setelah hampir lima menit ia berusaha memarkir mobilnya. "Bisakah seseorang ke sini untuk membantuku memarkir mobil?" susulnya kemudian.
"Ya?"
"Aku tidak boleh menggores mobil ini, pemiliknya akan membenciku seumur hidupnya. Tapi... Aku tidak bisa memarkir mobilnya, aku gugup," aku Lisa kemudian, terpaksa menghentikan mobilnya di sana, hampir memenuhi jalan. Masih sangat jauh dari dinding.
"Tapi ayahku belum pulang kerja sekarang? Ah! Tunggu sebentar," serunya, lantas berlari turun dari mobil dan masuk ke rumahnya. Berteriak memanggil pamannya, dengan suara yang luar biasa lantang.
Mendengar kalau Karina memanggil Jiyong yang katanya sakit, Lisa jadi semakin gugup. Ia tidak bisa membiarkan seorang pasien memarkir mobilnya. Maka berusahalah ia untuk memarkir mobil itu. Meski sayangnya, Lisa justru menabrak bagian belakang mobil Jiyong saat berusaha mundur untuk parkir.
Sekarang alarm mobil Jiyong berbunyi. Luar biasa keras, hingga Lisa harus menarik dalam-dalam nafasnya. Merutuki dirinya sendiri karena nekat menyetir sampai ke rumah Karina. "Augh! Song Mino akan membunuhku," keluhnya kemudian. Bersamaan dengan matinya alarm mobil Jiyong itu.
"Apa-apaan ini? Apa yang kau rencanakan, huh?" heran Jiyong, melirik kesal pada Karina. Jiyong sedang mengajar saat Karina tiba-tiba datang, berlari ke kamarnya di atap, lalu memanggilnya.
"Aku tidak tahu kalau Lisa eonni tidak bisa parkir," aku Karina, bersamaan dengan keluarnya sang ibu dari dalam rumah. Sang ibu buru-buru keluar karena mendengar alarm mobil adiknya. "Eomma! Aku merindukanmu!" seru Karina, berlari, melarikan diri dari omelan pamannya.
Sekarang Jiyong menghampiri Lisa. Gadis itu menginjak keras-keras rem mobilnya, tidak bergerak setelah menabrak mobil Jiyong tadi. Khawatir akan membuat lebih banyak goresan jika ia bergerak. Maka, dengan kaki kiri yang masih sedikit pincang, pria itu menghampiri Lisa. Berdiri di sebelah mobil itu lalu mengetuk jendelanya.
Lisa membuka jendela itu, menoleh dan menatap Jiyong dengan wajah memelasnya. "Sorry," katanya, merasa bersalah karena sudah menabrak mobil Jiyong. Padahal pria itu baru saja kecelakaan, bisa-bisanya Lisa ikut menabrak mobilnya juga.
"Pindah persnelingnya ke parkir, tarik rem tangannya," suruh Jiyong, harus lebih dulu mengatasi masalah di sana sebelum bisa menuntut penjelasan. "Sekarang turun," suruhnya sekali lagi.
"Kakimu?"
"Yang kanan baik-baik saja," jawab Jiyong, lagi-lagi bergerak dengan pincang agar bisa masuk ke dalam mobil itu. Menggantikan Lisa duduk di kursi pengemudi dan memarkir mobil itu.
Sementara Lisa masih menunggui Jiyong memarkir mobilnya, Karina sudah lebih dulu masuk ke rumah. Ia beritahu ibunya kalau pengurus asramanya ikut datang ke rumah mereka sekarang. Meminta sang ibu menyiapkan beberapa kudapan untuk tamu mereka.
"Kenapa kau mengajaknya ke sini?" heran sang ibu kemudian. "Kau tahu pamanmu ada di sini. Mereka baru saja putus. Augh! Mereka pasti canggung sekali sekarang," resah ibunya, sembari sesekali mengintip ke arah jendela, memastikan tidak ada keributan sepasang kekasih di sana.
"Mereka benar-benar berkencan? Sungguhan? Paman berkencan dengan pengurus asramaku? Aku pikir eomma hanya menebak-nebak waktu itu. Mereka tidak kelihatan sedang berkencan," balas Karina, ikut mengintip karena penasaran.
"Mereka tidur bersama di atas. Memang di sekitar sini tidak ada hotel? Untuk apa mereka berdua tidur di atas kalau tidak berkencan? Augh! Bagaimana sekarang? Mereka tidak akan bertengkar di sini kan? Pengurus asramamu akan menginap disini? Dimana dia akan tidur?"
"Di kamarku? Heish! Eomma tidak akan menyuruhnya tidur dengan paman kan? Eomma bilang mereka sudah putus!" seru Karina, yang sangat ingin berlari keluar sekarang. Sangat ingin mengintip dan menguping pembicaraan pamannya di depan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Puzzle
FanfictionBagai potongan puzzle yang diciptakan untuk satu sama lain, mereka bertemu. Pertemuan yang tidak mereka duga sebelumnya. Berdampingan, bersebelahan mereka dalam kotak takdir itu. Ia isi kekosongan seorang di sebelahnya, melengkapinya, membuat sebuah...