9

260 38 2
                                    

***

Lisa belum datang, tapi Jennie sudah lebih dulu pergi. "Aku benar-benar harus pergi, sebentar lagi Lisa datang, tunggu sebentar di sini, ya? Tolong?" katanya, sebelum ia tinggalkan Jiyong sendirian di dalam minimarket itu.

Sepuluh menit setelahnya, Jennie tidak kembali dan Lisa pun belum datang. Justru seorang pelanggan laki-laki yang masuk. Jiyong kebingungan sekarang. Pria itu berdiri, meninggalkan susu strawberry yang tidak disukainya di atas meja, lalu berbalik untuk memperhatikan si pengunjung. Laki-laki itu berdiri di di depan rak camilan, kelihatan sedang memilih-milih camilan di sana. Terus ia perhatikan pria itu, sembari langkahnya berjalan mendekati meja kasir.

Jiyong bahkan tidak tahu caranya masuk ke meja kasir itu. Haruskah ia melompati mejanya? Atau merangkak di kolong meja itu? Ia melihat ke sekeliling, berharap menemukan petunjuk di sana. Bel di atas pintu minimarketnya kembali berbunyi, Jiyong menoleh. Berharap Lisa yang datang tapi justru pelanggan lain yang muncul.

Ia gugup, karena tidak pernah berada dalam situasi itu. Jiyong hampir tidak pernah kerja sambilan, terlebih di minimarket. Saat sekolah ia hanya sibuk sekolah, di kampus pun sama, lalu begitu lulus ia juga langsung dapat pekerjaan di universitas tempatnya bekerja sekarang. Jiyong tidak tahu apapun selain dunianya yang sempit itu. Rasa bersalah yang selama ini menggerogotinya, membuat ia mengurung dirinya sendiri dalam tempurung kepalanya.

Seorang pelanggan berjalan mendekati meja kasir. Jiyong semakin gugup sekarang, dan ia belum memutuskan caranya pergi ke balik meja kasir itu. Ia mendorong-dorong meja sudut itu, berfikir mungkin akan menemukan pintu tersembunyi di sana. Sayang, tidak ia temukan apapun disana. Semua yang ia dorong, tidak bergerak, tetap pada tempatnya sementara si pelanggan tadi semakin mendekat.

Jiyong akhirnya menaiki meja itu. Duduk di meja kasir kemudian melompat masuk ke dalam ruang kecil di baliknya. "Hai," sapanya, berlaga santai, seolah ia memang berencana melakukan pertunjukan itu—melompati meja. Si pelanggan tersenyum, lalu Jiyong kembali menyadari masalahnya yang lain—ia tidak tahu bagaimana caranya memakai mesin kasir. Untungnya, otaknya itu bisa bekerja sangat cepat sekarang.

Suasana terdesak membuat isi kepalanya bisa bekerja lebih cepat. Tangannya bergerak menekan tombol monitor di depannya. Hanya mematikan monitornya, sementara wajahnya mengulas sebuah senyuman. "Maaf sekali, mesin kasirnya rusak hari ini. Atasanku belum datang untuk memperbaikinya. Aku harus menghitung manual belanjaannya," katanya, berlaga semuanya baik-baik saja, seolah segalanya sudah terencana.

Jiyong meraih bungkus camilan yang ada di keranjang belanjaan itu. Lalu ia tersadar, minimarket tidak lagi menempelkan harga di tiap pieces barang dagangan mereka. Semua sudah memakai barcode sekarang, dan Jiyong melupakan fakta itu ditengah-tengah kepanikannya. Ia sempat membeku di sana, lantas pintu kembali terbuka dan kali ini Lisa yang datang.

"Ah, itu atasanku," Jiyong buru-buru menyapanya. "Mesin kasirnya rusak lagi, bos?" susulnya, tentu saja dengan semua perasaan canggung yang kini memenuhi dirinya.

Lisa sudah bingung melihat Jiyong ada di mesin kasir, dan ia jadi lebih bingung lagi karena mesin kasirnya rusak. Sekarang buru-buru gadis itu mendekat. Ia lepaskan hoodie yang menutupi kepalanya, mengangkat papan di salah satu sisi meja kasirnya lalu masuk, bergabung dengan Jiyong di sudut sempit itu. Ah di sana pintunya—Jiyong baru saja menyadarinya.

"Maaf sekali, tunggu sebentar," kata Lisa, berlaga memperbaiki mesin kasirnya meski ia tidak melakukan apapun selain membatalkan pembelian susu strawberry yang belum di proses. "Biar aku bantu, pegawai baruku masih pemula," katanya sambil tersenyum. Dengan cepat gadis itu memindai belanjaan mereka yang datang. Sampai akhirnya, empat pelanggan selesai dilayani dan minimarket kembali sepi.

PuzzleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang