12

205 40 0
                                    

***

Acaranya selesai pukul sepuluh, tapi Jiyong tidak bisa langsung pergi. Sebagai pembina club teater itu, ia harus tetap di sana. Menyapa kenalan-kenalan yang datang, para alumni juga sponsor acara yang sebenarnya tidak seberapa ia kenal. Lisa tetap berada di sana, Jiyong kenalkan sebagai temannya meski keberadaannya tidak lah berpengaruh. Mereka hanya berkenalan, lalu orang-orang itu punya pembicaraan yang tidak bisa Lisa imbangi. Jadi gadis itu memilih diam, hanya tersenyum lalu mengangguk seolah menyimak pembicaraan yang sama sekali tidak ia pahami.

"Aku harus pergi duluan," akhirnya Jiyong berkata begitu. "Kapan-kapan kita makan bersama, aku harus mengantarnya pulang," susulnya, sedikit berbisik, melirik Lisa yang sama sekali tidak keberatan meski harus pulang sendiri malam ini.

Tapi akhirnya gadis itu dibawa ke mobil, akan diantar pulang. Di dalam mobil, ia melepaskan jasnya, juga dasi dan kancing bagian atas dari kemejanya. "Lelahnya," kata pria itu, sedang Lisa di sebelahnya hanya terkekeh. "Terimakasih," ia kemudian bilang begitu, mengaku kalau dirinya tidak akan bisa pergi kalau Lisa tidak ada di sana. "Orang-orang itu baru akan membiarkanku pergi setelah mereka mabuk," akunya.

"Oppa, kau alumni kampus ini?" tanya Lisa kemudian, penasaran karena ini kali pertama ia melihat Jiyong bercengkerama dengan banyak orang di kampusnya.

"Tidak," santai pria itu, lalu mulai mengemudi setelah ia bercermin di spion tengah mobilnya, setelah ia melihat bagaimana warna matanya sekarang—merah karena lelah. "Aku lulus S1 di Universitas Y, lalu S2 ke Inggris," santai pria itu, tidak bermaksud pamer meski Lisa akhirnya meledeknya begitu. Jiyong lulus dari universitas terbaik di negeri mereka.

"Lalu bagaimana kau mengenal orang-orang tadi?"

"Aku juga ikut klub teater saat kuliah dulu, teman antar klub. Kau alumni di sini?" kata Jiyong. "Kau mau makan dulu? Atau langsung aku antar pulang? Oh sudah lewat dari jam sepuluh, asramamu di tutup?" susulnya, sembari terkekeh. Hanya menggoda si pengurus asrama yang tidak pulang tepat waktu.

Lisa tertawa, mengatakan kalau ia sudah tidak bisa lagi masuk ke asrama sekarang. Pintu asramanya terkunci dan ia tidak lagi bisa masuk, Lisa mengaku begitu, meski kenyataannya gadis itu punya kunci untuk masuk dan ia pun bisa meminta petugas keamanannya membukakan pintu. Mereka terus berbincang, membicarakan pertunjukan yang tadi mereka tonton. Sampai akhirnya, mobil itu berhenti di depan sebuah restoran cepat saji. Lisa ingin roti isi untuk camilan malamnya kali ini, dan kebetulan juga Jiyong belum sempat makan malam.

Berdua mereka memesan, berdua juga mereka mengambil pesanan itu lalu duduk di salah satu meja. Tentu sambil terus bicara, terus berbincang, terus tertawa. "Sebenarnya aku bukan pembina teaternya," Jiyong mengaku setelah mereka mulai makan. "Aku hanya pembina sementara karena pembina aslinya sedang cuti melahirkan sekarang," susulnya.

Lisa mengiyakannya, kemudian gadis itu mengangkat kepalanya untuk melihat Jiyong di depannya. "Iya, aku alumni di sana," katanya kemudian. "Aku kuliah psikologi di sana, tapi kakakku, Jennie, dia lulusan kampus Y, psikologi juga. Dia sedang kuliah S2 sekarang, tapi aku tidak. Aku tidak mau belajar lagi," ceritanya. "Aku dan kakakku terlambat kuliah. Tidak lama, hanya terlambat dua tahun, tapi itu berat sekali," katanya.

"Kenapa? Kau gagal tes ya?" tebak Jiyong dan Lisa merajuk sekarang. Menunjukan wajah kesalnya, sedang Jiyong terkekeh. Hanya tertawa melihat wajah manis itu.

"Aku tidak jadi memberitahumu, malas, menyebalkan," kata gadis itu, sembari merebut kentang goreng milik teman di depannya. Membuat Jiyong harus membayar atas ucapannya yang menyebalkan tadi.

Di tengah obrolan itu, seorang pegawai restoran keluar dari ruang staff. Seorang pegawai wanita dengan kaus merah dan celana hitamnya yang panjang. Ia keluar dengan ember airnya, juga perlengkapan bersih-bersih, akan membersihkan lantai tempatnya bekerja.

Awalnya tidak ada yang terjadi. Lisa tetap menikmati makanannya, begitu juga dengan Jiyong. Mereka tetap berbincang, sibuk dalam obrolan di meja itu, sedang dua meja lain pun sibuk dengan obrolan masing-masing. Sampai si pegawai tiba di sebelah meja mereka, akan membersihkan lantai di sebelah meja itu.

Wanita itu menoleh, "permisi," bisiknya pelan, mencoba untuk tetap terlihat sopan di depan pelanggan yang datang malam ini. Ia sudah melakukan hal yang sama di meja-meja sebelumnya dan tidak terjadi masalah apapun di sana, sampai Lisa menanggapi bisikannya.

"Silahkan," pelan Lisa, menjeda obrolannya dengan Jiyong agar bisa menanggapi si pegawai tadi. Gadis itu juga mengangkat sedikit kakinya, siapa tahu si pegawai juga akan membersihkan bagian bawah meja mereka.

Tapi yang selanjutnya terjadi, bukan justru membuat lantainya bersih, pegawai itu melakukan yang sebaliknya. Pegawai tadi terkejut melihat Lisa duduk di sana. Saking kagetnya, ia sampai bergerak mundur, berteriak menabrak seember air kotor juga peralatan bersih-bersihnya. Ia buat lantai yang sebelumnya tidak seberapa kotor sekarang basah karena air dari embernya.

"Li- Lisa?" dengan terbata, pegawai itu menatap Lisa. Tubuhnya seketika gemetar, membuat semua orang yang ada di sana kebingungan, terutama Lisa. "Kau masih hidup?" sekali lagi, dengan terbata-bata, gadis itu berucap. Tapi kini, seorang pegawai lainnya datang, berlari menghampiri mereka segera memperbaiki keadaan.

Karena tidak ada satupun barang bawaan mereka yang rusak, Lisa juga Jiyong memutuskan untuk pergi saja. Pegawai restoran cepat saji tadi menawarkan beberapa makanan gratis untuk mereka. Sebagai bentuk permintaan maaf atas sikap kurang ajar rekan kerjanya. Tapi karena tidak ingin menunggu lebih lama, Lisa menolak tawaran itu.

Kini, mereka berjalan kembali ke mobil, meninggalkan restoran yang masih sibuk karena seember air kotor. "Apa-apaan itu?" heran Lisa, sembari duduk di mobil lalu memasang seat beltnya. "Padahal aku belum selesai makan," gerutunya, sedang Jiyong hanya diam di tempatnya. Merasa kalau ia bisa memahami perasaan si pegawai yang terkejut tadi.

"Kau mengenal orang tadi?" Jiyong bertanya, kali ini sembari mengemudikan mobilnya. Akan mengantar Lisa kembali ke asrama.

"Tidak," geleng gadis itu. "Tapi oppa dengar apa yang dia tanyakan? Lisa? Kenapa kau belum mati? Dia bilang begitu! Bisa-bisanya dia bilang begitu ke pelanggan? Tidak sopan!" sebal Lisa, padahal selama di restoran tadi, gadis itu hanya diam. Membiarkan Jiyong menjadi juru bicaranya, membiarkan Jiyong menyelesaikan masalah di sana. "Kami bahkan tidak saling kenal, bagaimana bisa dia mengharapkan aku mati? Tsk, dia pasti sering menulis komentar jahat di postinganku!" kesal gadis itu, sedang lawan bicaranya membisu.

Malam ini, Jiyong kembali mengingatnya. Setelah lama tidak mengingat Choi Lisa yang menghantuinya, hari ini hantu itu kembali muncul, memenuhi kepalanya.

"Maaf, aku harus pulang sekarang, aku lelah sekali," pamit Jiyong, tepat setelah ia menghentikan mobilnya di depan asrama. Setelah ia abaikan Lisa selama perjalanan pulang mereka.

***

PuzzleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang